Loading...
Logo TinLit
Read Story - Cinta Pertama Bikin Dilema
MENU
About Us  

Dua hari semenjak Karla mengatakan mengetahui inisial “RG”, pikiran Danika benar-benar tak tenang. Sesekali dia menebak siapa yang sudah mengerjainya dengan lelucon seperti itu. Esa? Ravi? Gani atau Jaka? Satu-satunya orang yang memiliki awalan nama “R” adalah Ravi. Tepatnya, Ravi Ganendra. Sangat pas dengan inisial “RG” yang selalu didapatkan oleh Danika.

Hampir setengah jam Danika menunggu kedatangan Karla di depan rumah. Sahabatnya itu memang sudah berjanji akan memberi tahu Danika tentang siapa RG sebenarnya. Ini sudah memasuki hari kedua selepas Karla mengatakan jika dirinya mengetahui sesuatu. Di tengah pikirannya tentang RG, Danika kembali teringat pada Ravi. Sejauh ini, keduanya masih belum mengutarakan perasaan masing-masing secara gamblang. Namun, dari sorot mata Danika maupun Ravi, memang terlihat sebuah perasaan lain yang lebih dari sekadar sahabat. Danika tak tahu apa kisahnya dengan Ravi akan berakhir indah atau sebaliknya. Dia hanya berharap, kehidupannya akan jauh lebih baik daripada sebelumnya.

 “Assalamualaikum,” seru Karla dari arah gerbang, menarik perhatian Danika. Dia mengendarai motor kesayangan yang sudah lama tak dipakai.

“Waalaikumsalam. Lama banget, Neng.” Danika memprotes dengan melipat kedua tangannya di dada seraya berdiri dan bersandar pada tiang rumah.

“Jelas, dong. Anak rajin mah kuliah dulu.” Karla nyengir. “Kamu nggak ke kampus, Ka? Bolos nih, pasti,” tebak Karla, ditanggapi anggukan oleh Danika.

“Aku nggak bisa berhenti mikirin inisial ngeselin itu. Udah dua hari ini otak aku ke sana terus,” decaknya, mendesah kesal.

“Aku yakin, hari ini semuanya bakalan terbongkar!” Sekonyong-konyong, Karla merogoh tas kuliah dan mengeluarkan beberapa amplop berwarna putih. Dengan membawa amplop-amplop itu, Karla duduk di kursi lain di samping Danika. Dia menggeser kursinya, lalu dengan cepat mengeluarkan isi amplop. Mata Danika mengamati yang Karla lakukan saat ini.

“Lihat, aku punya beberapa amplop yang bisa bikin rasa penasaran kamu berkurang.” Pandangan Karla menatap Danika cukup serius. “Sekarang, kamu bawa amplop cokelat sama print out isi e-mail itu. Udah kamu print kan, isi e-mail-nya?” selidiknya.

“Hehe, aku lupa. Bentar, ya, kamu tunggu di sini, aku ke kamar dulu.” Secepat mungkin cewek itu berlari ke kamarnya.

“Kebiasaan yang nggak berubah,” desis Karla, kembali memasukkan beberapa amplop yang baru saja dikeluarkannya.

Di kamar, Danika sibuk di depan laptop dan membuka e-mail sesuai perintah Karla tadi. Mata elangnya begitu cepat mendapati e-mail yang dimaksud, padahal di sana banyak e-mail lain yang sudah menunggu untuk dibaca sang empunya. Mulai dari penawaran voucer ojek online sampai voucer jus alpukat di tempat tongkrongannya.

“Selesai!” Danika berseru, lantas mematikan laptop dan berlari ke depan untuk menemui Karla lagi. Kosong. Tak ada siapa pun di teras rumah, padahal seharusnya Karla ada di sana. Danika mengernyitkan dahi menyimak sekeliling. Tidak ada.

“Pasti dia ada di dapur!” Langkahnya segera beringsut ke sana, berharap menemukan keberadaan Karla. 

Benar saja. Cewek berambut lurus itu tengah asyik meneguk jus alpukat di dapur. Kontan Danika mengejutkan Karla karena sudah menjadi perampok makanan di rumahnya. Ya, walaupun hal ini memang sudah sering terjadi.

“Pulang kuliah itu emang paling enak minum jus alpukat, Kar. Seger-seger gimana, gitu.” Danika menepuk bahu Karla, hingga sahabatnya itu terkejut.

“Ikhlasin buat aku, ya. Barang siapa yang berbagi pada seorang pencari ilmu, maka keberkahan dan pahala besar untuknya.” Karla mendadak berceramah di hadapan Danika.

“Iya, Mama Karla. Udah kelar ceramahnya? Keburu sore, nih.”

“Udah, kok. Ayo, kita langsung cabut aja.”

Setelah mengatakan itu, keduanya segera bergegas pergi meninggalkan rumah Danika.

***

Dua cowok seumuran Danika tengah asyik mengobrol di depan teras. Karla menghentikan motornya tepat di depan rumah itu, lantas menarik tangan Danika dengan cepat. Sebelum banyak bertanya, Danika sudah mempersiapkan mental terlebih dahulu untuk menerima kenyataan apa yang akan didapatkan olehnya.

“Kita masuk!” Karla menunjukkan keseriusan pada wajahnya. Baru saja beberapa langkah masuk, Danika merasa sudah mengetahui jawabannya. Di sana ada Gani dan Jaka sedang membahas sesuatu. Samar-samar Danika mendengar jika keduanya tengah menyebut nama dirinya.

“Jaka, kok ada di sini?” seru Danika, sedikit berlari ke hadapan Gani dan Jaka. Melihat kedatangan Danika, dua cowok itu terperanga. Mereka saling melirik satu sama lain, lalu membuang napas kasar. Merasa tidak percaya jika Danika ada di hadapan mereka saat ini.

“Danika? Kok kamu ada di sini, sih?” Jaka malah balik bertanya dengan menatap Danika dan Karla secara bergantian.

“Mana amplop punya kamu, Ka?” Karla angkat bicara. Dia menarik salah satu kursi di dekat Gani, kemudian duduk dan mengeluarkan amplop yang tadi dibawanya. Danika pun menyerahkan amplop tersebut. Gani hanya bisa menelan ludah berulang kali dengan pandangan terpusat pada sosok Karla yang terlihat begitu menggebu-gebu.

Dua amplop milik Karla dan beberapa kertas hasil print out milik Danika disimpan di atas meja. “Jujur sama aku, kamu pemilik inisial ini, kan?”

Gani hanya terdiam sembari menatap Karla penuh makna. “Aku lakuin semuanya karena ngelepasin kamu buat Esa itu sulit, Kar.”

Jaka dan Danika terkesiap mendengar pernyataan itu. Dengan posisi berdiri, Karla menatap Gani penuh emosi. “Kenapa harus lewat Danika? Kenapa nggak langsung sama aku aja, Gan?”

Karla menjatuhkan diri pada kursi. Dia mendadak menangis bukan karena mengingat momen saat Gani memutuskan hubungan, melainkan karena Karla tak habis pikir Gani akan segila ini. Lebih tepatnya, dia tak rela jika cowok itu memberikan puisi-puisi indah pada cewek lain, termasuk Danika.

“Oke. Lebih baik aku jujur sekarang.” Jaka berjalan menghampiri Gani dan Karla. “Karla, Danika, sebenernya aku ini sepupuan sama Gani. Awalnya aku nggak tau kalo dia pernah ada hubungan sama Karla. Cuma, waktu itu dia nggak sengaja lihat sayembara PEKA punya kita itu, Ka,” ujarnya, menatap Danika.

“Sejak dari sana, aku tau semuanya. Bahkan aku juga tau alasan Gani mutusin Karla. Dia selalu rutin titip puisi-puisi itu sama aku biar sampai ke kampus kita, ke kamu, Danika. Aku sih mikirnya Gani nggak niat jahat.”

“Apa yang Jaka bilang itu bener, Ka. Aku nggak niat jahat sama sekali. Tujuan aku kirim puisi lewat surat ataupun e-mail itu semata-mata karena kamu orang yang aku percaya tentang hal yang berkaitan dengan Karla. Aku juga tau waktu kamu sama Ravi lari-lari di koridor kampus, terus kalian ke basecamp. Aku ada di sana, aku perhatiin kalian. Bukan karena aku suka sama Danika. Sama sekali bukan. Tapi aku ingin mastiin aja kalo K’DER udah baikan, udah kompak kayak dulu lagi.”

Penjelasan Gani cukup masuk akal. Alasannya melakukan semua kebohongan hanya demi K’DER. Akan tetapi, Karla masih tidak terima dengan cara Gani yang terkesan seperti mendekati Danika melalui puisi-puisinya itu.

“Kamu percaya sama aku kan, Danika?” imbuh Gani, setelah ada jeda beberapa saat.

“Jadi inisial RG itu kamu? Kok bisa? Nama kamu kan Gani, nggak ada huruf R-nya.” Danika mengerutkan keningnya bingung.

Karla tersenyum kecut. “Nama dia Raihan Gani. Aku tau kalo RG itu dia, karena di amplop-amplop ini juga inisialnya sama. Dulu, awal aku deket sama Gani, dia emang sering ngirim aku puisi sama kayak yang dia lakuin sama kamu akhir-akhir ini. Makanya aku langsung inget dan ngajak ke sini.”

“Ah, Gani! Kok bisa-bisanya sih, kamu ngibulin aku, ha? Parah banget!” Danika menggeleng tidak percaya. “Kamu juga! Ngapain ikut-ikutan si Gani buat bikin drama begini?” tegas Danika, menatap tajam pada Jaka.

Sorry, Ka. Namanya juga sama sepupu.”

“Aku minta maaf ya, Ka. Norak banget emang. Tapi seenggaknya kamu tau kan, gimana perasaan aku selama ini?” Gani menatap penuh harap pada cewek yang sejak tadi berdiri di sampingnya. Danika pun mengangguk-angguk mengerti.

Gani mendesah, lantas berkata, “Aku berharap lewat puisi-puisi itu, Karla bisa tau kalo aku nggak ikhlas sepenuhnya. Kenapa lewat Danika, karena kamu adalah sahabat Karla. Udah pasti kamu cerita apa pun yang berhubungan dengan sastra sama Karla. Ternyata … dugaan aku tepat, kan?”

“Parah, Gani! Tapi waktu itu ada satu puisi yang masuk sayembara. Itu puisi kamu juga?” Tatapannya begitu tajam, menyelidik ke sekitar wajah Gani. Detik itu juga Gani mengangguk, dibalas decakan Danika.

“Pasti kamu nih, yang jadi perantaranya. Iya, kan? Gelo siah!” ocehnya sedikit mendorong Jaka yang nyengir.

Karla tiba-tiba bangkit meninggalkan Danika dan yang lainnya dengan perasaan kesal. Jauh di dalam hati, cewek itu merasa terharu atas apa yang dilakukan oleh Gani untuknya. Mengirimkan puisi-puisi sederhana tetapi meremukkan kerinduan yang selama ini tersemat di dalam hatinya.

“Kar! Aku masih sayang sama kamu. Aku minta maaf kalo selama ini aku bego udah putusin kamu. Aku minta maaf, Karla!” pekik Gani, sedikit bergeser dari tempatnya tadi.

“Drama FTV dimulai,” bisik Jaka pada Danika, seakan tak merasa bersalah sama sekali.

“Berisik, Curut. Orang lagi situasi begini, juga. Lagian kenapa kamu nggak ngasih tau dari awal? Kamu udah tau semuanya dari puisi pertama yang masuk ke sayembara itu, ha?” Bibir Danika mengerucut, membayangkan puisi-puisi atas nama Gani yang sengaja ditulis dengan inisial. Konyol sekali!

“Iya, aku salah. Aku cuma niat bantuin Gani. Kamu lihat sendiri kan, dia cinta mati sama si Karla.” Dagu Jaka menunjuk pada Gani dan Karla yang bergeming setelah mendengar pernyataan Gani.

“Sial! Kenapa jadi ribet begini, sih? Kamu berdua malah asyik diskusi, bukannya bantuin jelasin sama si Karla.” Gani menjambak rambutnya frustrasi. Danika dan Jaka saling bertatapan bingung. Benar-benar hari yang aneh.

***

Esa terkejut bukan main saat melihat kedatangan Karla yang diiringi isak tangis. Sore itu, Esa baru selesai bekerja dan berniat akan mengunjungi pameran lukisan yang diadakan di Braga. Akan tetapi, niatnya buyar seketika karena kondisi Karla yang tidak baik-baik saja. Esa memang begitu mengkhawatirkan Karla setiap kali melihatnya menangis.

“Kar? Kamu kenapa?” tanya Esa, mengelus pundak Karla. Bukannya menjawab, Karla malah berhambur dalam dekapan Esa.

Degupan jantungnya berubah menjadi lebih cepat. Dari jarak sedekat ini, Esa bisa mendengar degupan jantung sekaligus mencium aroma parfum milik Karla. Hampir saja Esa lupa kalau cewek yang saat ini dipeluknya hanyalah sebatas sahabat. Rupanya dia juga harus mulai melapangkan hati jika Karla memang tak pernah ditakdirkan untuknya. 

“Duduk, sini. Aku ambilin kamu minum dulu, ya.” Perlahan dekapan itu dilepaskan, tetapi Karla malah semakin mengeratkan pelukan.

“Jangan pergi ke mana-mana. Aku butuh kamu, Sa,” kata Karla, begitu parau. Tidak ada pilihan bagi Esa, selain mengikuti kemauan Karla yang dinilainya sangat aneh ini. Selama mereka bersahabat, baru kali ini Esa menjadi tempat pelarian tangisan Karla.

Lima menit, sepuluh menit, dan genap setengah jam, Karla masih saja menangis di pelukan Esa. Beberapa orang yang melintas di depan mereka, pasti menjadikan Esa dan Karla sebagai pusat perhatian. Kar, udah, dong. Aku malu, aduh! bisik hatinya, entah sampai kapan menanggung malu demi Karla.

“Aku mau ikut ke mana pun kamu pergi.” Karla melepaskan pelukan seraya menyeka air mata. Wajahnya begitu kusut, persis baju-baju Esa yang sudah lama tidak tersentuh setrika.

“Aku mau ke Braga. Tapi lumayan lapar juga karena jam makan aku tersita cuma buat berdiri setengah jam di sini. Jadi aku mau cari makan dulu. Yuk!” Langkah Esa menjauh dari Karla yang masih menunduk.

Baru beberapa langkah, handphone yang berada di sakunya bergetar. Buru-buru Esa merogoh saku dan mendapati sebuah panggilan masuk dari Danika. Sebelum menerima panggilan itu, Esa menatap Karla yang berdiri di belakangnya terlebih dahulu.

“Karla pasti sama kamu. Iya, kan?” tuduh Danika di seberang sana tanpa berbasa-basi sama sekali, bahkan langsung memotong ucapan Esa.

“Ya ampun, Ka. Ngucapin salam dulu, kek. Iya, nih. Karla aman sama aku.”

“Ah, syukurlah. Titip dia, ya. Anterin pulang juga kalo bisa,” kekehnya, lantas menutup sambungan telepon.

“Danika sahabat aneh,” gumam Esa.

***

Dua nasi goreng sudah tersaji di hadapan. Sebelum ke pameran lukisan, Esa mengajak Karla makan seperti yang dikatakannya saat di tempat kerja tadi. Selama makan berlangsung, tidak ada percakapan berarti yang terjadi di antara keduanya. Mereka sama-sama begitu menikmati sajian nasi goreng ala kaki lima itu. Esa maupun Karla cukup sibuk dengan pikiran masing-masing yang berlarian di kepala.

Sesekali Esa mencuri pandang mengamati Karla yang lebih pendiam daripada biasanya. Esa paham, Karla akan bersikap seperti itu saat ada yang tidak beres dengan dirinya. Untuk mencairkan suasana yang beku sejak tadi, Esa membuka obrolan tentang masa-masa SMP mereka dahulu. Tak sia-sia, Karla tertawa saat Esa bercerita pengalaman memalukan mereka yang dihukum membersihkan toilet gara-gara bolos pelajaran tambahan karena memilih menonton ke bioskop.

Aku harap, kamu nggak nangis-nangis lagi, Kar. Aku nggak mau lihat air mata kamu. Aku masih sayang sama kamu, Karla, bisik batin Esa, lalu melanjutkan makan dengan dada yang terasa sesak.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Lantas?
41      41     0     
Romance
"Lah sejak kapan lo hilang ingatan?" "Kemarin." "Kok lo inget cara bernapas, berak, kencing, makan, minum, bicara?! Tipu kan lo?! Hayo ngaku." "Gue amnesia bukan mati, Kunyuk!" Karandoman mereka, Amanda dan Rendi berakhir seiring ingatan Rendi yang memudar tentang cewek itu dikarenakan sebuah kecelakaan. Amanda tetap bersikeras mendapatkan ingatan Rendi meski harus mengorbankan nyawan...
Seutas Benang Merah Pada Rajut Putih
1593      796     1     
Mystery
Kakak beradik Anna dan Andi akhirnya hidup bebas setelah lepas dari harapan semu pada Ayah mereka Namun kehidupan yang damai itu tidak berlangsung lama Seseorang dari masa lalu datang menculik Anna dan berniat memisahkan mereka Siapa dalang dibalik penculikan Anna Dapatkah Anna membebaskan diri dan kembali menjalani kehidupannya yang semula dengan adiknya Dalam usahanya Anna akan menghadap...
Under a Falling Star
1065      624     7     
Romance
William dan Marianne. Dua sahabat baik yang selalu bersama setiap waktu. Anne mengenal William sejak ia menduduki bangku sekolah dasar. William satu tahun lebih tua dari Anne. Bagi Anne, William sudah ia anggap seperti kakak kandung nya sendiri, begitupun sebaliknya. Dimana ada Anne, pasti akan ada William yang selalu berdiri di sampingnya. William selalu ada untuk Anne. Baik senang maupun duka, ...
Return my time
319      271     2     
Fantasy
Riana seorang gadis SMA, di karuniai sebuah kekuatan untuk menolong takdir dari seseorang. Dengan batuan benda magis. Ia dapat menjelajah waktu sesuka hati nya.
Hello, Troublemaker!
1230      572     6     
Romance
Tentang Rega, seorang bandar kunci jawaban dari setiap ujian apapun di sekolah. Butuh bantuan Rega? mudah, siapkan saja uang maka kamu akan mendapatkan selembar kertas—sesuai dengan ujian apa yang diinginkan—lengkap dengan jawaban dari nomor satu hingga terakhir. Ini juga tentang Anya, gadis mungil dengan tingkahnya yang luar biasa. Memiliki ambisi seluas samudera, juga impian yang begitu...
Daniel : A Ruineed Soul
576      338     11     
Romance
Ini kisah tentang Alsha Maura si gadis tomboy dan Daniel Azkara Vernanda si Raja ceroboh yang manja. Tapi ini bukan kisah biasa. Ini kisah Daniel dengan rasa frustrasinya terhadap hidup, tentang rasa bersalahnya pada sang sahabat juga 'dia' yang pernah hadir di hidupnya, tentang perasaannya yang terpendam, tentang ketakutannya untuk mencintai. Hingga Alsha si gadis tomboy yang selalu dibuat...
Sepotong Hati Untuk Eldara
1640      773     7     
Romance
Masalah keluarga membuat Dara seperti memiliki kepribadian yang berbeda antara di rumah dan di sekolah, belum lagi aib besar dan rasa traumanya yang membuatnya takut dengan kata 'jatuh cinta' karena dari kata awalnya saja 'jatuh' menurutnya tidak ada yang indah dari dua kata 'jatuh cinta itu' Eldara Klarisa, mungkin semua orang percaya kalo Eldara Klarisa adalah anak yang paling bahagia dan ...
WALK AMONG THE DARK
814      452     8     
Short Story
Lidya mungkin terlihat seperti gadis remaja biasa. Berangkat ke sekolah dan pulang ketika senja adalah kegiatannya sehari-hari. Namun ternyata, sebuah pekerjaan kelam menantinya ketika malam tiba. Ialah salah satu pelaku dari kasus menghilangnya para anak yatim di kota X. Sembari menahan rasa sakit dan perasaan berdosa, ia mulai tenggelam ke dalam kegelapan, menunggu sebuah cahaya datang untuk me...
Untuk Reina
25825      3962     30     
Romance
Reina Fillosa dicap sebagai pembawa sial atas kematian orang-orang terdekatnya. Kejadian tak sengaja di toilet sekolah mempertemukan Reina dengan Riga. Seseorang yang meyakinkan Reina bahwa gadis itu bukan pembawa sial. Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi pada Riga?
Selfless Love
4678      1317     2     
Romance
Ajeng menyukai Aland secara diam-diam, meski dia terkenal sebagai sekretaris galak tapi nyatanya bibirnya kaku ketika bicara dengan Aland.