Read More >>"> Adiksi (Diary 20 Teruslah Melangkah) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Adiksi
MENU
About Us  

.
.
.

Adiksi © Fukuyama12
Diary 20 Teruslah Melangkah
Nofap hari ke-68

.
.
.

“Ayah, tenang dulu!”

Kulit pipiku mungkin akan memerah dan akan segera membiru. Tamparan itu sangat keras, mungkin sampai menampar ke dalam hatiku. Meski aku sudah menutup mata dan memantapkan hatiku dengan rasa sakit yang akan aku terima, tetapi ternyata aku tetap tidak bisa menahan rasa nyerinya. Rasanya sakit sakit sekali, terutama saat aku mendengar teriakan Ibu.

Saat aku membuka mata cengkraman tangan pada kerah bajuku tidak juga melonggar. Aku melihat tangan itu kembali terangkat. Ibu yang sudah tidak tahan berusaha untuk menghentikannya. Ayah melepaskanku.

Cengkraman itu terlepas dan aku jadi bisa menghela napas lega, tetapi amarah yang tercetak jelas di wajah Ayah tidak juga berubah. Meski rasanya memang sakit tetapi aku memang pantas untuk mendapatkannya. Mungkin jika aku tidak berada di ruang bimbingan konseling ini, Ayah pasti sudah menghajarku habis-habisan.

"Ayah sudah dengar semuanya."

Suara yang tegas itu itu cukup untuk membuatku ketakutan. Aku menggigit bibir bawahku, menahan emosi yang bercampur. Aku kecewa pada diriku sendiri. Andai saja aku bisa ke masa lalu, aku pasti akan berusaha menghentikan diriku agar tidak berbuat aneh pada gadis asing itu.

Aku bukan anak baik. Bibirku terasa kaku. Aku tidak bisa mengucapkan permintaan maaf yang seharusnya aku katakan. Mereka pasti sudah sangat kecewa pada diriku.

"A–ayah, Ibu … a-aku—"
Belum selesai aku berbicara, tubuhku terhuyung ke belakang saat merasakan beban dari wanita yang melompat memelukku dengan erat. Aku melirik wajah Ibu yang bersembunyi di perpotongan leher dan bahuku. Suaranya tersedu-sedan, bahu kecilnya bergetar, dan rasa dingin dari kain basah membuatku cukup tahu jika Ibu saat ini sedang menumpahkan emosinya.

Wanita ini yang kemarin tersenyum padaku, mengatakan jika beliau mencintaiku. Dan setelah mendengar berita ini, aku masih bisa merasakan jika beliau masih mencintaiku dari pelukannya dan panggilan lirih di telingaku. Aku tidak tahan lagi. Melihat Ibu menangis karena diriku sudah cukup membuat hatiku kembali terluka.

Aku balas memeluk Ibu, menyandarkan kepalaku di bahunya dan ikut menumpahkan air mata. "Ibu … maafkan aku. Tolong maafkan, Elzar."

Ibu tidak menjawab dan hanya menangis. Sepertinya aku sudah membuat luka yang terlalu dalam pada wanita yang sudah mengorbankan nyawa untuk melahirkanku. Setelah beberapa saat terisak bersama, Ibu melepaskan pelukan dan menghapus sisa-sisa likuid di sudut matanya yang bengkak dan memerah. Bu Dian, wali kelasku, menawarkan tisu sembari mempersilakan kami untuk duduk.

“Karena Bapak dan Ibu sudah mengetahui masalahnya, mungkin sebaiknya kita mendengarkan penjelasan Elzar terlebih dahulu.”

Aku tersentak saat namaku disebut. Dengan menunduk dalam, aku mulai bercerita meski berat rasanya, “Itu memang aku, tapi kejadiannya memang sudah lama sekali, mungkin sekitar empat bulan yang lalu.”

“Apa itu ada hubungannya dengan tas yang ada di kamarmu?” Suara Ibu yang masih bergetar itu bertanya padaku. “Maaf, Ibu dulu pernah membukanya, ada nama anak perempuan di sana.”

Aku mengangguk. “Iya, itu korbannya. Tapi, tapi aku bersumpah tidak melakukan apa pun. Aku memang punya keinginan saat itu, tapi tidak sampai berzina. Perempuan itu melemparkan tasnya ke arahku dan berhasil pergi. Setelah itu aku pulang.”

“Tidak ada korban lagi, kan?!” Ayah masih saja terlihat marah. Aku menggeleng sebagai jawaban. Helaan napas frustasi terdengar bersamaan dengan jari ayah yang memijat alisnya.

"Apa kamu kenal perempuan itu?" Ibu bertanya lagi, dengan tangannya yang menyentuh pahaku dengan lembut. Lagi-lagi aku menggeleng sebagai jawaban.

Suara dehaman Bu Laili terdengar. "Kami sudah berusaha mendapatkan informasi tentang itu. Videonya tersebar mulai hari Sabtu malam kemarin, lalu kami dapat informasi dari salah satu siswa jika kemungkinan anak yang ada di video itu adalah Ghazi dari kelas 10 IPS 1. Ternyata memang benar dan Ghazi mengakuinya. Kalau kamu beruntung, mungkin pihak keluarga korban akan memaafkanmu. Jika tidak, mungkin bisa sampai ke kepolisian."

Bu Dian mengeluarkan sebuah buku bersampul biru dengan logo sekolah di tengahnya, membuka beberapa halaman pertama, lalu menyerahkannya pada kami sembari menunjuk nomor enam belas. Di sana tertulis. 'berzina baik di lingkungan masyarakat maupun sekolah'. Di sebelahnya, tertulis angka lima puluh sebagai poin pelanggaran.

Aku menelan ludahku susah payah. Poin lima puluh berarti tandanya sekolah sudah tidak mau menerimaku lagi. Dengan kata lain, aku mungkin akan dikeluarkan. Aku tidak pernah terpikir dengan poin pelanggaran ini. Aku memang selalu membawa buku ini saat pelajaran BK, tetapi tidak pernah benar-benar membaca dan mengkhawatirkannya. Jika seperti ini aku harus bagaimana?
"Bu Di—"

Brak!

Aku tersentak dan menelan kembali panggilanku. Bunyi gebrakan meja yang dilakukan oleh ayah rasanya sudah cukup untuk membuatku jantungan. Wajah Bu Dian dan Bu Laili juga sama terkejutnya, tetapi dengan cepat kembali seperti semula. Jika bukan dalam situasi seperti saat ini, mungkin aku sudah memuji guru sepuh yang bisa tetap tenang.

"Anakku tidak berzina! Bukankah Anda dengar jika dia hanya hampir melakukannya?!" seru Ayah. Aku tersentuh melihat beliau tetap membelaku.

Bu Dian tidak mau kalah. "Tapi anak Anda sudah merusak nama baik sekolah. Sebenarnya ada poin 25 untuk pelanggaran pencemaran nama baik sekolah, tetapi jika ditambah dengan pelecehan seksual di luar sekolah dan/atau berpacaran di luar batas yang memiliki poin 25, maka totalnya akan tetap lima puluh. Saya juga tahu, Ghazi banyak menerima poin karena keterlambatannya atau sering tidur di kelas. Kami juga sudah mengadakan rapat dadakan untuk membahas masalah ini dan kesepakatan kami hanya satu."

Kami bertiga sama-sama terdiam. Tidak ada yang ingin menyangkal hal itu. Aku juga tidak berpikir untuk menyusun kata-kata yang bisa kugunakan untuk memohon keringanan. Otakku dipenuhi oleh raut wajah susah kedua orang tuaku.

"Kami akan segera mengurus surat-suratnya, Ghazi bisa menyiapkan materai dan tanda tangan."

Aku sudah tidak tahu harus bagaimana. Aku tidak mengangguk maupun menggeleng. Rasanya berat sekali dan kepalaku pusing karena habis menangis sesenggukan. Pupus sudah masa depan baikku, keinginan untuk membanggakan orang tua juga sirna. Mereka sudah kecewa padaku, mungkin tidak hanya dikeluarkan dari sekolah, aku juga akan diusir dari rumah.

Sisanya, aku tidak tahu apa yang dibicarakan oleh orang tua, Bu Laili, dan Bu Dian. Kepalaku kosong daan pening. Mataku hanya terpaku pada motif bunga-bunga rajut yang ada di taplak meja. Itu terlihat sangat rumit, tetapi tidak lebih rumit dari jalanku ke depannya nanti.

***

Setelahnya, aku dan keluargaku keluar dari ruangan BK, berjalan menuju parkiran tanpa sepatah kata pun. Sesampai di depan mobil, ayah berbalik menatapku. “Ambil tasmu.”

Aku mengernyit tajam dan menatap ayah tidak percaya. “Tapi, Yah! Ayah tahu kan jika beritanya sudah tersebar? Tadi pagi saat aku masuk ke kelas saja mereka terus saja melihatku dan berkata ini-itu. Kalau aku masuk lagi—”

“Ambil tasmu.” Ayah mengulangi ucapannya.
Beliau seperti bukan pria penyabar yang biasa kukenal. Aku tetap bergeming di tempatku, tidak melangkah sedikit pun seperti perintahnya. Aku beralih menatap wanita yang berdiri di samping Ayah, tetapi Ibu juga tidak berkata apapun.

“Ambil tasmu. Hadapi apa yang ada di depanmu. Belajarlah untuk menerima semua konsekuensi yang telah kamu perbuat.”

Lidahku terasa kelu. Itu adalah perkataan yang bermakna untukku. Aku perlahan berbalik memunggungi mereka sembari melirik wajah keduanya dari sudut mataku. Wajah Ibu yang sedih dan wajah Ayah yang keras menatapku. Sayangnya perasaan ragu dan takut akan pandangan mata itu tetap memenuhi kepalaku.
“Elzar.”

Itu adalah panggilan pertama Ayah. Aku menoleh dengan cepat dengan mata berkaca-kaca, menunggu kalimat yang akan dikeluarkan oleh Ayah. Tangannya yang besar itu tiba-tiba terangkat dan membuatku menutup mata dengan cepat. Rasa sakit akan tamparan itu masih terbayang sampai sekarang.

Namun, bukannya rasa sakit yang datang, melainkan tepukan pelan mendarat di atas kepala, dan aku membuka mata untuk melihat apa yang sedang terjadi. Wajah Ayah berubah tenang, senyum kecil yang terlihat seperti sedang menahan beban yang berat terbentuk. Namun entah mengapa, aku tahu jika itu adalah senyuman super tulus yang diberikan untukku.

“Melangkahlah. Terkadang seorang kesatria juga berbuat kesalahan. Namun bukannya berhenti di situ saja, kesatria harus bertanggung jawab dengan apa yang sudah ia lakukan. Ayah akan menunggu di sini.”

Aku sadar jika pipiku lagi-lagi basah. Panggilan itu—panggilan kesatria—sudah lama tak kudengar. Aku ingat jika itu adalah sebutan Ayah untukku saat aku masih kecil dulu.

Ayah benar. Ayah benar, aku harus terus berjalan maju meski rasanya akan sangat berat, tetapi beban yang sudah kuberikan pada kedua orangtuaku juga sama beratnya.

Aku menarik napas panjang dan mengangguk, berusaha menetralkan jantung yang berdegup kencang. Langkah pertama yang kuambil sekarang, kuharap akan terus memberikan keberanian dalam diriku.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Alex : He's Mine
2080      730     6     
Romance
Kisah pemuda tampan, cerdas, goodboy, disiplin bertemu dengan adik kelas, tepatnya siswi baru yang pecicilan, manja, pemaksa, cerdas, dan cantik.
PENTAS
971      593     0     
Romance
Genang baru saja divonis kanker lalu bertemu Alia, anak dokter spesialis kanker. Genang ketua ekskul seni peran dan Alia sangat ingin mengenal dunia seni peran. Mereka bertemu persis seperti yang Aliando katakan, "Yang ada diantara pertemuan perempuan dan laki-laki adalah rencana Tuhan".
Kebugaran cinta
306      225     0     
Romance
Meskipun sudah memiliki harta kekayaan yang berlimpah tidak membuat martia merasakan ketulusan dan bahagia. Orang tua martia selalu sibuk mengejar karir dan kesuksesan sampai-sampai martia dari kecil sampai besar harus dirawat oleh asisten rumah tangganya. Kebiasaan buruk martia selalu melampiaskan kekesalan, kekecewaan, dan juga kesedihan nya dengan cara ngemil makanan sehingga tanpa sadar bera...
Cinta Tiga Meter
463      296     0     
Romance
Fika sudah jengah! Dia lelah dengan berbagai sikap tidak adil CEO kantor yang terus membela adik kandungnya dibanding bekerja dengan benar. Di tengah kemelut pekerjaan, leadernya malah memutuskan resign. Kini dirinya menjadi leader baru yang bertugas membimbing cowok baru dengan kegantengan bak artis ibu kota. Ketika tuntutan menikah mulai dilayangkan, dan si anak baru menyambut setiap langkah...
FLOW in YOU (Just Play the Song...!)
2986      799     2     
Romance
Allexa Haruna memutuskan untuk tidak mengikuti kompetisi piano tahun ini. Alasan utamanya adalah, ia tak lagi memiliki kepercayaan diri untuk mengikuti kompetisi. Selain itu ia tak ingin Mama dan kakaknya selalu khawatir karenanya. Keputusan itu justru membuatnya dipertemukan dengan banyak orang. Okka bersama band-nya, Four, yang terdiri dari Misca, Okka, dan Reza. Saat Misca, sahabat dekat A...
A & O
1435      666     2     
Romance
Kehilangan seseorang secara tiba-tiba, tak terduga, atau perlahan terkikis hingga tidak ada bagian yang tersisa itu sangat menyakitkan. Namun, hari esok tetap menjadi hari yang baru. Dunia belum berakhir. Bumi masih akan terus berputar pada porosnya dan matahari akan terus bersinar. Tidak apa-apa untuk merasakan sakit hati sebanyak apa pun, karena rasa sakit itu membuat manusia menjadi lebih ma...
Aku Menunggu Kamu
111      96     0     
Romance
sebuah kisah cinta yang terpisahkan oleh jarak dan kabar , walaupun tanpa saling kabar, ceweknya selalu mendo'akan cowoknya dimana pun dia berada, dan akhirnya mereka berjumpa dengan terpisah masing-masing
Memoreset (Segera Terbit)
3223      1245     2     
Romance
Memoreset adalah sebuah cara agar seluruh ingatan buruk manusia dihilangkan. Melalui Memoreset inilah seorang gadis 15 tahun bernama Nita memberanikan diri untuk kabur dari masa-masa kelamnya, hingga ia tidak sadar melupakan sosok laki-laki bernama Fathir yang menyayanginya. Lalu, setelah sepuluh tahun berlalu dan mereka dipertemukan lagi, apakah yang akan dilakukan keduanya? Akankah Fathir t...
DI ANTARA DOEA HATI
852      440     1     
Romance
Setelah peristiwa penembakan yang menewaskan Sang mantan kekasih, membuat Kanaya Larasati diliputi kecemasan. Bayang-bayang masa lalu terus menghantuinya. "Siapapun yang akan menjadi pasanganmu akan berakgir tragis," ucap seorang cenayang. Hal tersebut membuat sahabat kecilnya Reyhan, seorang perwira tinggi Angkatan Darat begitu mengkhawatirkannya. Dia berencana untuk menikahi gadis itu. Disaa...
Mimpi Milik Shira
477      262     6     
Short Story
Apa yang Shira mimpikan, tidak seperti pada kenyataannya. Hidupnya yang pasti menjadi tidak pasti. Begitupun sebaliknya.