Read More >>"> Your Moments (Lost in Memories) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Your Moments
MENU
About Us  

Aku menatap layar laptop dengan tatapan kosong. Sudah setengah jam aku duduk dan mengetik, tetapi nyatanya yang kulakukan hanyalah menulis sebuah paragraf yang cukup panjang, membacanya sebentar, lalu menghapusnya. Membosankan.

Aku membaca paragraf yang baru saja kuketik, kemudian mendesah perlahan dan kembali menghapusnya. Benar-benar membosankan.

Aku menyandarkan tubuhku di punggung kursi, menatap lembar kerja program pengolah kata yang putih bersih. Hanya ada suara musik instrumental memenuhi ruangan. Biasanya musik instrumental mampu membantuku dalam menulis, tetapi tampaknya itu tak bekerja sekarang.

“Apa yang kaulakukan tengah malam begini?”

Aku menoleh dan mendapati laki-laki itu berjalan ke arahku dengan dua cangkir cokelat panas. Aku memanggilnya Mr. X. Itu bukan nama sebenarnya, tetapi aku lebih senang memanggilnya begitu. Lagi pula, sepertinya ia tak keberatan dengan panggilanku untuknya. Maka, jadilah aku memanggilnya Mr. X sampai hari ini.

Ia meletakkan salah satu cangkir di meja, duduk di sampingku, lalu menyesap cokelat miliknya. Ia melirik layar laptopku dan bergumam, “Ah, menulis lagi rupanya.”

“Aku sedang mencoba untuk menulis,” koreksiku.

“Dan kau gagal?” tanyanya retorik. Salah satu sudut bibirnya terangkat. “Itu artinya kau perlu beristirahat. Aku bisa melihat kepalamu yang berasap, kau tahu? Mungkin sebentar lagi akan meledak.” Ia menatap cangkir cokekat panas di meja dan berkata, “Cokelat panas akan menenangkanmu di saat seperti ini.”

Aku mengangguk, meraih cangkir yang masih mengepulkan uap panas itu, dan menyesapnya perlahan. Kehangatannya yang menembus ke permukaan kulit membuatku sedikit tenang.

“Hei.” Aku buka suara, memecahkan gelembung keheningan yang menghampiri kami selama satu setengah menit. “Apa kau punya sesuatu yang bagus? Mungkin aku bisa menuliskannya,” ujarku dengan mata berbinar-binar. Entah mengapa, aku mulai sedikit bersemangat.

“Terkadang, ide tak perlu dicari. Ia akan datang ketika kau siap,” sahutnya santai sembari menyesap cokelat panasnya. “Kau hanya harus beristirahat.”

Mataku mengerjap beberapa kali. “Padahal, dulu aku tak seperti ini.” Aku menghela napas sebelum akhirnya melanjutkan, “Kau tahu, dulu aku sangat produktif. Namun, sejak ia pergi, entah mengapa aku menjadi kesulitan.”

Melihatnya yang menatapku dengan dahi mengernyit, aku tertawa kecil dan melanjutkan, “Dia bukan orang spesial. Dia hanya orang biasa, yang bertemu denganku karena diizinkan oleh waktu dan Tuhan. Kami sering bertukar pesan, bahkan mengobrolkan hal-hal acak di telepon hingga satu jam lamanya. Dia sumber inspirasi terbaikku.”

“Lalu mengapa ia pergi?”

“Katanya aku membosankan.” Aku menyesap cokelat panasku, yang kini sudah mulai dingin. “Menyedihkan, bukan?”

“Jadi, sekarang yang kaulakukan hanya mengingatnya?”

“Aku selalu mengingatnya,” ujarku. “Aku mengingat orang yang ternyata tidak mengingatku.”

Ia hanya diam, menyesap cokelat panasnya, meletakkan cangkirnya di meja, dan berkata, “Kau ingin melupakannya?”

Aku tertawa, ingin mengejek diriku sendiri. “Ia sudah terlalu melekat di ingatanku sampai-sampai rasanya sangat sulit dilupakan.”

“Jangan berusaha melupakannya,” sahutnya. Ia menatapku lekat-lekat. “Semakin kau berusaha melupakan, ingatanmu tentangnya akan semakin kuat. Jangan berusaha. Jalani saja hidupmu apa adanya.”

Aku mengerjapkan mata beberapa kali, mencoba mencerna apa yang baru saja kudengar, kemudian mengangguk. “Aku akan mencoba.”

Ia mengangguk. “Kau tahu, sumber ide tak hanya sebatas kenangan. Kau boleh mengenangnya, tetapi jika itu membuat pekerjaanmu terganggu, maka hasilkanlah gagasan lain.” Ia menyandarkan tubuhnya di punggung kursi. “Aku yakin kau bisa melakukannya.”

Kali ini aku menatapnya dengan seulas senyum kecil di bibir. “Terima kasih sudah berusaha membuatku percaya diri.”

Ia kembali mengangguk. “Ah, ya,” Ia mencondongkan tubuhnya ke arahku dan bertanya, “Aku bisa menjadi penggantinya—sumber inspirasimu itu.” Ia menatapku tanpa berkedip. “Bisakah aku menjadi penggantinya?”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Ketika Cinta Bertahta
844      495     1     
Short Story
Ketika cinta telah tumbuh dalam jiwa, mau kita bawa kemana ?
Flower With(out) Butterfly
389      266     2     
Romance
Kami adalah bunga, indah, memikat, namun tak dapat dimiliki, jika kau mencabut kami maka perlahan kami akan mati. Walau pada dasarnya suatu saat kami akan layu sendiri. Kisah kehidupan seorang gadis bernama Eun Ji, mengenal cinta, namun tak bisa memiliki. Kisah hidup seorang gisaeng yang harus memilih antara menjalani takdirnya atau memilih melawan takdir dan mengikuti kata hati
Gunay and His Broken Life
4820      1919     0     
Romance
Hidup Gunay adalah kakaknya. Kakaknya adalah hidup Gunay. Pemuda malang ini telah ditinggal ibunya sejak kecil yang membuatnya secara naluri menganggap kakaknya adalah pengganti sosok ibu baginya. Hidupnya begitu bergantung pada gadis itu. Mulai dari ia bangun tidur, hingga kembali lagi ke tempat tidur yang keluar dari mulutnya hanyalah "kakak, kakak, dan kakak" Sampai memberi makan ikan...
Stuck On You
279      224     0     
Romance
Romance-Teen Fiction Kisah seorang Gadis remaja bernama Adhara atau Yang biasa di panggil Dhara yang harus menerima sakitnya patah hati saat sang kekasih Alvian Memutuskan hubungannya yang sudah berjalan hampir 2 tahun dengan alasan yang sangat Konyol. Namun seiring berjalannya waktu,Adhara perlahan-lahan mulai menghapus nama Alvian dari hatinya walaupun itu susah karena Alvian sudah memb...
Takdir
275      190     2     
Short Story
kita memang pernah bersama tapi kita tidak ditakdirkan untuk bersama
UnMate
885      505     2     
Fantasy
Apapun yang terjadi, ia hanya berjalan lurus sesuai dengan kehendak dirinya karena ini adalah hidup nya. Ya, ini adalah hidup nya, ia tak akan peduli apapun meskipun...... ...... ia harus menentang Moon Goddes untuk mencapai hal itu
Cinta Aja Nggak Cukup!
4714      1514     8     
Romance
Pernah denger soal 'Triangular theory of love' milik Robert Sternberg? The one that mentions consummate love are built upon three aspects: intimacy, passion, and commitment? No? Biar gue sederhanakan: Ini cerita tentang gue--Earlene--dan Gian dalam berusaha mewujudkan sebuah 'consummate love' (padahal waktu jalaninnya aja nggak tau ada istilah semacam itu!). Apa sih 'consummate love'? Penting...
Sarah
427      304     2     
Short Story
Sarah, si gadis paling populer satu sekolahan. Sarah yang dijuluki sebagai Taylor Swift SMU Kusuma Wijaya, yang mantannya ada dimana-mana. Sarah yang tiba-tiba menghilang dan \'mengacaukan\' banyak orang. Sarah juga yang berhasil membuat Galih jatuh cinta sebelum akhirnya memerangkapnya...
For One More Day
433      296     0     
Short Story
Tentang pertemuan dua orang yang telah lama berpisah, entah pertemuan itu akan menyembuhkan luka, atau malah memperdalam luka yang telah ada.
Warna Masa Muda
249      230     2     
Romance
"Gue benci lu," Tiga kata tak berperasaan itu dilontarkan Ratangga kepada Ririn saat mereka pertama kali bertemu di kelas yang sama Ririn tak mengerti apa yang salah dengan dirinya. Ia pun menjaga jarak. Namun, sikap Ratangga sangat kontradiktif dengan ucapannya. Ia selalu mengajak Ririn bicara dan seolah berusaha mendekatinya. Hal itu membuat Ririn penasaran. Sebenarnya...apa yang...