Hari ini, sepucuk surat dikirimkan untukmu.
Kau membolak-balik amplopnya dengan dahi berkerut. Tak ada nama pengirim dan prangko, menandakan bahwa surat itu dikirimkan langsung oleh pengirimnya. Kau terdiam sejenak, menimbang-nimbang. Warna amplop yang sama dengan warna kesukaanmu menggelitik rasa ingin tahumu, seolah menggodamu untuk segera membukanya.
Kau pun masuk ke rumah. Musik instrumental milik Sungha Jung mengalun memenuhi ruangan. Kau duduk di depan meja seraya membuka amplop surat kaleng itu dengan hati-hati, kemudian segera meraih selembar kertas yang berwarna sama dengan amplopnya. Dahimu kembali mengernyit ketika melihat tulisan tangan yang terasa familier.
*
Halo, kamu. Apa yang sedang kaulakukan?
Apa pun yang kaulakukan, semoga kau baik-baik saja.
Apa kau masih memikirkanku?
Aku masih memikirkanmu. Aku masih bertanya-tanya apakah kau baik-baik saja, apakah kau makan dengan baik. Dan, ya, kau masih menjadi topik hangat dalam setiap perbincangan antara aku dan Dia setiap malam.
Aku merindukanmu. Aku sangat merindukanmu. Aku ingin bertemu denganmu. Aku ingin melihat wajahmu. Aku ingin menceritakan banyak hal padamu. Aku ingin memelukmu. Aku ingin … aku ingin … ah, ada terlalu banyak hal yang ingin kulakukan denganmu, kau tahu?
Aku benar-benar merindukanmu. Dan, menulis ini membuatku ingin tahu apakah kau juga merasakan hal yang sama. Kau tahu, segala hal yang terjadi di antara kita tujuh tahun lalu masih lekat dalam ingatanku, seolah semua itu baru terjadi kemarin. Memoriku dan dirimu—aku merindukan keduanya.
Aku bukan orang yang pintar merangkai kata, tetapi aku hanya ingin kau tahu bahwa aku masih mencintaimu. Sangat mencintaimu. Meski aku bukan orang yang kauharapkan, aku masih tetap mencintaimu. Aku tidak akan melupakanmu karena aku mencintaimu lebih dari yang kupikirkan. Aku memilih untuk tidak melupakanmu.
Ah, tetap mencintaimu sepertinya merupakan sebuah kesalahan yang pernah kulakukan dalam hidupku. Kesalahan yang tak pernah kusesali. Kesalahan yang ingin kuulangi lagi dan lagi.
Aku jatuh terlalu dalam padamu. Dan ini adalah kesalahanku.
Sampai jumpa, pemilik sebagian kecil tempat di hatiku.
*
Kau mengerjapkan mata, tak tahu apa yang harus kaukatakan. Meski surat itu tanpa nama pengirim, tetapi tulisan tangan dan apa yang ia tuliskan lebih dari cukup bagimu untuk mampu mengetahui siapa pengirimnya.
Dia. Seseorang yang membuatmu menjadi seorang penyimpan masa lalu tanpa kau sadari.
Kau menghela napas, lalu mengembuskannya perlahan. Kau mengalihkan pandangan ke jendela, dan melihat senja sudah akan pamit berganti malam.
Apa kau akan membalas surat itu? Entahlah, hanya kau yang tahu apa yang akan kaulakukan terhadap surat itu.
Hanya kau yang tahu bagaimana perasaanmu sekarang.