"Meraihmu adalah tentang 15% keberuntungan, 10% keterampilan, 25% kemauan kuat, dan 50% kesakitan. Apa aku takut? Tidak, aku punya 100% ketulusan"
Akira~
Benar kata orang, mengungkapkan perasaan tak semudah membalik telapak tangan. Ada saja alasan yang membuat seseorang mengurungkan niat baiknya itu. Alasannya macam-macam, ada yang karena takut ditolak, ada yang karena sudah nyaman dengan zona 'pertemanan', atau merasa diri tidak pantas bersanding dengan sang pujaan.
Hal sama yang sedang dialami oleh Rena Sanjaya, seorang siswi manis dari SMA Citra Buana. Sebenarnya dia bukanlah gadis yang familiar dengan yang namanya 'cinta'. Dia tipe gadis yang tak banyak bergaul dan memilih menjadi siswi yang berkutat pada akademik.
Barangkali hal itu juga yang membuat Rena benar-benar newbie dalam hal percintaan. Dalam kasus sekarang misal. Ketika belakangan ini jantungnya berdebar kencang saat melihat seseorang, ia malah mengira dirinya terkena serangan jantung atau semacamnya. Untung saja temannya yang bernama Melly memberi tahu Rena, jika gejala-gejala yang Rena alami selama satu tahun ini adalah gejala orang jatuh cinta.
"Ayo Rena, kamu pasti bisa. Tahun ini kamu harus berubah jadi cantik supaya Rama mau nengok ke kamu. Semangaaattttt!!!"
Rena mematut dirinya di depan cermin rias yang berada di samping ranjangnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 06.30 pagi dan ia masih sibuk dengan merias wajahnya sebelum berangkat sekolah. Sebenarnya kegiatan semacam ini tidak ada di kehidupannya saat masih kelas 10. Namun sekarang berbeda, pubertas mengubah segalanya.
Langkah pertama make up sebagaimana yang ia pelajari dari youtube adalah mengoleskan primer di wajah. Kurang lebih sekitar satu jam dan akhirnya Rena merasa make up-nya telah selesai. Setelah yakin dengan hasil make up-nya, ia pun berjalan dengan riang menuju halte terdekat dari flatnya.
Jarak sekolah dengan flatnya cukup dekat. Ia hanya perlu berjalan tiga menit ke halte, lalu menaiki satu bus untuk sampai di sekolahnya dengan jarak tempuh 8 menit saja.
Selama perjalanan menuju halte entah kenapa Rena merasa jika orang-orang sengaja menoleh ke arahnya. Bukannya merasa aneh karena telah menjadi pusat perhatian, Rena malah merasa bangga.
"Yesss, tutorial make up-nya berhasil narik perhatian orang-orang dong" katanya sambil senyum-senyum sendiri.
Kejadian itu juga berlangsung di dalam bus hingga ketika ia berjalan memasuki gerbang sekolahnya, SMA Citra Buana, salah satu SMA Swasta elit di Jakarta.
"Selamat pagi Pak Bejo" Rena menyapa satpam penjaga gerbang SMA dengan senyum tiga jarinya.
"Selamat pagi Neng Re... Oihhh ini Neng Rena kan?"
"Iya lah Pak ini Rena. Baru nggak ketemu dua minggu kok Pak Bejo udah lupa sih sama Rena" Rena masih belum menyadari keanehan yang terjadi.
"Eh bu-bukan gara-gara itu Neng. Itu muka Neng Rena kenapa kok ada ijo-ijonya gitu?"
Mendengar wajahnya dikomentari Rena pun mengambil cermin kecil dari tasnya lalu memandang wajahnya melalui pantulan cermin itu. "Oh ini, ini make up pak, make up. Dua minggu Rena belajar make up ini Pak, bagus kan hasilnya?" tanya Rena dengan percaya diri.
"Eh gimana ya Neng, coba Neng Rena tanya sama Neng Melly, mungkin Neng Melly lebih paham"
"Iya-iya Pak, siap. Rena masuk dulu ya pak" pamit Rena.
"Iya Neng"
Sambil berjalan Rena masih memperhatikan wajahnya dari cermin. "Kenapa sih? Cantik ah. Blush on oke, eye shadow oke, lipcream oke. Perfect" gumamnya.
Tingkah Rena tidak luput dari mata para siswa-siswi. Tidak jauh beda dengan tadi, di sepanjang koridor sekolah setiap orang yang melihat Rena juga saling berbisik dan melempar senyumnya. Rena yang pada dasarnya polos malah membalas itu dengan senyum dua jarinya.
Sebelum memasuki kelas, ia menyempatkan diri menelepon sahabat perempuannya yang memiliki nama lengkap Mellyana Syahbani Putri.
Tuuutttt tuuuutttt pip...
"Halo Mel."
"Hai, gimana Re?"
"Kamu di mana?"
"Aku lagi di GOR nih, kamu kan tahu aku panitia expo buat anak baru."
"Oh iya kamu anggota OSIS ya. Eh aku juga udah di sekolah nih. Aku ada surprise buat kamu."
"Surprise apaan? Ah, kamu ngebeliin aku album BTS ya?"
"Ishhh bukaaaan."
"Terus?"
"Nanti aja kalau ketemu, eksibisi ekskul basket jam berapa?"
"Ini lagi persiapan, jam 8 dimulai kayaknya."
"Wuih setengah jam lagi dong."
"Hooh."
"Ya udah, aku balikin tas ke kelas dulu abis itu ke GOR, nanti kamu susulin aku ya."
"Iyaaa."
Piiip
Ya, Melly adalah satu-satunya sahabat Rena di SMA ini. Rena bukanlah tipe social butterfly yang bisa dengan mudah bergaul dengan siapa saja. Rena itu tipe gadis kikuk yang minim inisiatif. Sedangkan Melly adalah sosok gadis periang nan aktif. Buktinya ia dipasrahi untuk menjadi ketua bidang Seni, Budaya, dan Olahraga OSIS. Yang secara otomatis acara terakhir MOS SMA yaitu expo ekstrakulikuler menjadi tanggung jawabnya. Bisa dibilang Rena beruntung memiliki teman seperti Melly.
Setelah melalui drama pencarian kelas baru dan meletakkan tasnya, akhirnya ia bisa mendudukkan pantatnya di kursi penonton GOR SMA. Sebenarnya dia lumayan sedih pagi ini, sebab di kelasnya yang baru; XI IPA 2, ia tidak sekelas dengan sahabat maupun pujaan hatinya. Sedangkan sahabat dan pujaan hatinya itu malah satu kelas. Ah, rasanya Rena ingin pindah kelas saja.
Di tengah kekalutannya atas pembagian kelas baru, tiba-tiba lamunanya tersentak oleh teriakan histeris dari para siswi.
"Huwaaaaa Rama..."
"Ramaaaa semangaaat!"
"Ya ampun keren banget sihh."
"Oh God, He damn so sexy."
Oh mau pecah rasanya gendang telinga Rena. Begitulah suasana eksibisi pertandingan basket SMA Citra Buana, bising dengan teriakan pemujaan yang memekakkan. Apa lagi kalau bukan meneriakkan nama Rama Prastowo Aji, siswa kelas XI IPA 1 yang mendapat julukan 'White Prince' atau Pangeran Putih dari SMA Citra Buana yang sekaligus seseorang yang disukai oleh Rena.
Seperti namanya expo ekskulikuler SMA, semua ekstrakurikuler SMA diberikan kesempatan untuk membuka stand dan menampilkan pertunjukkan guna menarik hati para peserta didik baru agar mau bergabung dengan ekskul mereka. Dan kebetulan kesempatan tampil pertama adalah eksibisi pertandingan basket three on three.
"Ya ampun ya ampun Rama ganteng beeeeeeet" pekik Rena.
"Nggak mau tahu, fix pokoknya tahun ini aku harus bisa pacaran sama dia" Rena berbicara pada dirinya sendiri.
Rena yang sedang asyik memandangi Rama tidak sadar jika sahabatnya Melly telah berada di dekatnya. "Doorrr!" Melly mengageti Rena dengan menepuk pundak Rena dari belakang.
"Ehh buseeeet," ini bukan suara Rena, melainkan suara Melly. Niat mengageti tapi malah dirinya yang dikageti. Jelas saja, seingatnya pagi ini OSIS tidak mengadakan pementasan lenong. Tapi kenapa dia lihat ada pemainnya di sini? Sedangkan yang dikageti hanya tersenyum menampilkan deretan giginya yang putih dan bersih.
"Gilak!?! Apa itu yang kamu pakai di mukamu Re?" Melly memegang dagu Rena untuk kemudian dilihatnya lebih dekat.
(Kira-kira begini tampilan make up Rena yang memakai seragam sekolah)
"Eh m-make up-lah apa lagi. Bagus kan? Ini surprise yang aku bilang tadi" Rena masih memasang tampang polosnya.
"Da hell!!! Renaaa kenapa muka kamu jadi kayak mpok-mpok yang main lenong sih" ujar Melly dengan masih menatap horror wajah Rena.
"Eh sembarangan, ini make up hasil aku berguru di Youtube ya."
"Plis deh Re, itu make up tebel banget. Mana ada shading tebel banget kayak gitu, eyeshadow ijo, lipcream oren. Sumpah kamu kayak emak-emak ihhhh."
"Haaaah, masa sih? Ta-tapi orang-orang pada senyum-senyum pas ngelihatin aku."
"Iya lah, mereka itu ngetawain kamu Bambaaang. Udah-udah... Nih kamu bawa pouch make up aku ke toilet, di situ ada make up remover sama facial wash. Kamu bersihin muka kamu sekarang juga!"
"Yah, aku dandan satu jam loh Mel" Rena masih tidak terima.
"Cepet sebelum Rama lihat kamu atau misi kamu buat pacaran sama Rama tahun ini bakal gagal."
"Hah ? Separah itu ya?'
"REEE..."
.
.
Karena melihat sahabatnya sudah mencak-mencak tidak jelas, mau tidak mau Rena segera kabur ke toilet untuk membersihkan wajahnya. Selama perjalanan menuju toilet, Rena menutupi wajahnya dengan pouch milik Melly. Saking fokusnya dia menyembunyikan wajah dari orang-orang di sekitarnya, ia tidak menyadari jika di depannya ada seorang siswa yang sedang melintas. Alhasil...
Bruuukkk! Rena menabrak seseorang dan pouch Melly jatuh dengan tidak elitnya. Rena segera mengambil pouch itu dan menatap seseorang yang ia tabrak dengan tatapan memelas.
"Ma-maaf a-aku nggak sengaja" ucap Rena gugup.
"Eh kok familiar mukanya," kata Rena dalam hati. Setelah mengamati lebih jeli lagi, ternyata yang Rena tabrak adalah Aldrian Putra Wijaya, salah satu siswa yang rumornya paling ditakuti di SMA-nya.
"Aldrian!" ini bukan suara Rena, ini suara kepala sekolah yang memanggil Aldrian. Baik Al dan Rena menoleh ke arah sumber suara. Bukannya menjawab panggilan kepala sekolah, Aldrian malah kembali menatap Rena, lalu mengangkat dagunya bermaksud memberi isyarat kepada Rena untuk segera pergi.
"A-apa?" tanya Rena.
"Pergi sebelum gue berubah pikiran" benar, Al tidak ingin Rena mendengar percakapannya dengan kepala sekolah.
"O-oke" Rena segera menghilang dari pandangan Al dan segera menuju toilet.
Selama perjalanan ke toilet, tak henti-hentinya dalam hati Rena merapalkan ribuan terimakasih kepada kepala sekolah. Untung saja kepala sekolah muncul, jika tidak, mungkin saat ini Rena sudah mendapat jambakan, dorongan, atau bahkan pukulan dari Al.
Ada rumor yang menyebutkan jika Al itu orang yang menyukai kekerasan. Ah itu masih mending, mengingat ayah Al adalah donatur utama yayasan yang menaungi SMA, sangat mungkin Al mengeluarkan dirinya dari sekolah ini. Tak mau overthinking, Rena memulai ritual pembersihan make up-nya di toilet.
Sementara di tempat Al, suasana tiba-tiba menjadi lebih tegang. Saat ini Al tengah berhadapan dengan kepala sekolah.
"Pak Rian."
"Telat lagi."
"Maaf pak."
"Kenapa pipi kamu? Berantem lagi?"
"Ini..." Al memegang pipinya yang terluka sambil mengingat kejadian saat menuju sekolah.
Tiba-tiba tadi ia dihadang oleh 4 orang yang langsung mengeroyoknya. Konyolnya, ia dikeroyok cuma gara-gara Al berbincang dengan pacar salah satu dari empat orang itu.
"Al, saya nggak apa-apa kamu nggak mau ikut meramaikan expo, tapi setidaknya kamu patuhi aturan terkait jam masuk. Ini kan sepele. Apalagi kamu ini siswa, bukan petarung bebas. Cobalah jangan berkelahi gitu."
"Saya dikeroyok pak, saya gak tahu apa-apa."
"Apapun itu. Al, saya memang om kamu. Tapi saya nggak bisa selamanya mentolerir kamu. Saya malu sama Mas Wijaya" Ujar Pak Rian.
Seseorang yang disebut kepala sekolah adalah Wijaya Saputra, dia ayah Aldrian. Entah kenapa setiap mendengar nama ayahnya, ia merasa sesuatu bergejolak dalam dirinya, semacam ada amarah yang ia tahan.
"Kalau gitu... Jangan anggap Al sebagai anaknya Wijaya Saputra," singkat Al lalu melangkahkan kakinya.
Percuma baginya untuk melanjutkan percakapan yang Al sudah tahu bagaimana ujungnya. Al memilih untuk meninggalkan kepala sekolah dan menuju lokernya. Ia harus mengganti sepatunya yang kotor akibat perkelahian kecil dalam perjalanan menuju sekolah. Kepala sekolah masih mencoba memanggil Al, namun Al tak menggubrisnya dan melenggang pergi begitu saja.
Sesampainya di depan loker, Al nampak termenung dan mengepalkan tangannya. Pagi ini mood-nya benar-benar rusak. Dikeroyok tanpa alasan, telat masuk sekolah dan harus terlibat percakapan yang menyebalkan. Al tidak bisa menahannya lagi, kepalan tangan yang ditahannya sejak memulai percakapan dengan kepala sekolah ia lampiaskan pada pintu loker di depannya.
Brakkkk!!! Al meninju pintu loker tak berdosa itu hingga nampak sedikit cekungan di pintunya. Al mencoba mengendalikan emosinya dengan mengatur napas. Tak lama setelah tenang, ia membuka lokernya.
Ia pikir kesialannya akan berakhir, nyatanya sekarang ada puluhan kertas pink berjatuhan dari loker miliknya, ya apalagi kalau bukan surat cinta. Eitss, jangan membayangkan surat cinta sekarang sama dengan yang dulu. Jika dulu surat cinta itu berisi dengan gombalan, jaman sekarang surat cinta berisi nomor WA, foto seksi half-naked si pengirim, hingga nomor kamar hotel, yah simpulkan saja apa maksudnya.
"Sialan, sampah apa lagi ini" dengan kasar Al mengambil surat-surat itu dan membuangnya ke tempat sampah terdekat.
Tanpa Al sadari, ternyata Rena yang baru saja keluar dari toilet turut menyaksikan drama Al dengan lokernya. Melihat Al yang dengan kasar membuang surat-surat itu, membuat Rena menutup mulutnya.
Tak mau menambah masalah dalam hidup, Rena memilih untuk segera pergi dari sana. Sebab, jika Al memergoki dirinya sedang memperhatikan lelaki itu, Al pasti akan membuat kehidupan SMA Rena tidak tenang.
Sementara Al yang telah membereskan surat-surat itu, segera mengganti sepatunya dengan sepatu putih yang berada di loker. Lantas ia menutup pintu lokernya dan melenggang pergi menuju kelas baru. Untuk menuju kelas, Al harus melewati GOR SMA. Karena mendengar suara riuh dari dalam GOR, Al menyempatkan untuk menengok sebentar.
.
.
Al mendengar teriakan para siswi SMA Citra Buana memanggil salah satu pangeran SMA. Salah satu? Yap jika Rama Prastowo Aji dijuluki sebagai 'White Prince' maka dirinya, Aldrian Putra Wijaya adalah sang 'Dark Prince'.
Seperti namanya Pangeran Kegelapan, tentu image-nya sangat berkebalikan dengan Rama. Tukang bolos, dingin, dan tidak peduli dengan sekitar. Meski demikian, ternyata fansnya tidak kalah banyak dari Rama. Benar kata orang, tak apa menjadi berandal, selama punya ketampanan dan kekayaan. What a life!
Merasa bosan dengan pertandingan, Al berniat untuk keluar dari GOR. Namun langkahnya tertahan sebab tiba-tiba telinganya menangkap percakapan dua orang siswi yang duduk cukup dekat dari tempatnya berdiri.
"Terus gimana Re?" Melly terlihat sangat penasaran dengan cerita Rena.
"Terus, surat-suratnya dibuang dong ke tong sampah" jawab Rena
"Serius? Untung aku ngga jadi ngasih."
"Hahah kamu beneran suka sama dia? Jangan sampai kamu ngasih foto bugil kamu ya."
"What nggak lah, gila kamu. Aku tuh cuma suka karena dia good looking doang, ngga lebih dari itu."
"Weeeh, good loooking itu udah lebih dari cukup jadi alasan kita buat suka sama orang."
"Nggak, ini nggak seperti apa yang kamu bayangin."
"Heleeeehh ngelak terus. Tapi ya, aku penasaran sih, Al kan tiap hari dapat kiriman foto naked dari anak-anak, kok dia ngga tertarik ya? Aku curiga kalau dia itu..." Rena menggantungkan kalimatnya dan perlahan berbisik di telinga Melly.
"...Gay" lanjut Rena
"Ngadi-ngadi kamu, nggak lah! Dia itu 100% straight!" pekik Melly.
"Ya mana aku tahu, lagian aku nggak pernah denger dia punya pacar."
"Parah kamu, kalau fans dia denger, kamu bisa diamuk loh."
"Wuahahaha, ya... dan kamu salah satunya."
"Ngga! Aku bukan fans dia, aku cuma mengagumi ketampanan dia aja."
"Hahaha baiklah-baiklaaahhh."
Mereka tidak sadar, jika orang yang sedang dibicarakan mendengar jelas percakapan mereka. Jika Al lihat lagi, siswi yang mengatainya gay itu cukup familiar. Tapi entah, Al lupa pernah melihatnya di mana.
Siswi itu berpenampilan seadanya, rambut terurai panjang dengan seragam yang oversize. Al tidak menyangka jika di SMA Citra Buana yang terkenal high class ini masih ada eksistensi siswi semacam itu.
Oh, siswi itu beruntung karena sekarang mood Al sedang buruk, jika mood-nya sedang baik, ia akan bermain-main dengan siswi aneh itu. Enak saja dia dibilang gay. Tidak ingin lagi mendengar obrolan absurd mereka, Al memilih keluar dari GOR.
***
Jam telah menunjukkan pukul dua siang. Semua siswa diminta berkumpul di GOR guna mengikuti penutupan ekspo sekaligus untuk memberi sambutan selamat datang bagi peserta didik baru. Acara penutupan diisi oleh band sekolah.
Lagu berakhir, semua siswa mulai bubar meninggalkan GOR tak terkecuali Al. Jujur saja Al merasa risih sebab sejak tadi ia menjadi pusat perhatian anak-anak baru. Ia berharap secepatnya pulang dan segera sampai di apartemen untuk mengakhiri kesialannya hari ini.
Namun pemilik takdir senang sekali bermain dengannya, saat Al sedang berjalan menuju pintu keluar, tiba-tiba ada seseorang yang menabraknya, lagi...
Bruukkk!! Es kopi yang dipegang oleh tersangka menumpahi seragam Al. Sontak saja semua orang yang melihat itu terkejut. Al memandang lurus siswi yang menumpahi seragamnya dengan cairan berwarna cokelat tua itu. Al merasa familiar dengan orang di depannya ini. Ah, Al ingat dia siswi yang tadi pagi mengatainya gay. Kebetulan sekali!
"M-maaf" terlihat sekali jika Rena sedang ketakutan. Matanya melebar dan ia tergagap.
"Maaf lo bilang?" Al menatap Rena dengan tajam.
Semua orang tampak menahan napas sambil menunggu aksi Al selanjutnya. Bahkan Melly yang berada di samping Rena tidak berani berbuat apa-apa. Kali ini tidak ada yang bisa menolong Rena.
"Matilah aku" kata Rena dalam hati.
Bersambung...
Aaaaa gimana-gimana chapter 1-nya? Kepanjangan ga sih?
Suka ga? Kasih komentar dong...
Dilanjut ga nih menurut kalian?
Yes or No???