Loading...
Logo TinLit
Read Story - Reality Record
MENU
About Us  

“Ah, jadi kamu ingin punya pacar?”

Sekali lagi, Nolan mengambil kesimpulan terlalu cepat.

Aku hanya bertanya bagaimana dekat dengan perempuan yang tidak tertarik kepadaku. Aku hanya bertanya kepada Nolan tentang hal itu, dan dia langsung menganggap kalau aku sedang ingin kawin.

“Bukan begitu! Salah satu guru meminta tolong kepadaku untuk mengajaknya untuk…”

Aku bukan orang yang pandai dalam hal begini. Begitu juga dengan Carter sih, jadi aku sendiri bingung mau bicara apa untuk menutupi hal ini. Aku juga tidak tahu harus apa setelah berbicara kepada Agnes. Aku hanya melakukan ini karena Carter percaya kepadaku, dan juga aku tertarik dengan semua ini.

“Siapa?”

Pertanyaan langsung dari Nolan tanpa basa-basi. Di saat aku masih mencari kata-kata, ekspresinya berubah dan menatapku tajam.

Hm?

Aku sedikit kebingungan. Kenapa dia lebih tertarik dengan siapa orang yang menyuruhku?

“Umm…Carter.”

Setelah mendengar jawabanku, dia terkejut. Matanya terbuka lebar, tetapi ekspresinya kembali normal setelah beberapa saat. Aku tidak tahu apa yang dipikirkannya, tetapi ini cukup aneh.

“…Cobalah jangan banyak bicara. Tipe orang seperti dia tidak suka diajak mengobrol. Hanya duduk disebelahnya sepertinya sudah cukup, ditambah satu dua kata untuk perkenalan agar dia tidak merasa terlalu asing denganmu.” Ucap Nolan yang memberikan saran bermanfaat untukku.

Apa Nolan tahu tentang ini? Itulah yang terlintas di pikiranku. Aku ada perasaan bahwa Nolan tahu tentang “rahasia” ini, tetapi aku tidak berani untuk bertanya kepadanya.

Dari ketidakterbukaan Carter, dan ekspresi Nolan yang tiba-tiba serius, rasanya…aku sedang masuk ke dalam teritori yang berbahaya.

Aku tidak bisa menolong diri sendiri dari keingintahuanku yang semakin meningkat. Di waktu yang sama, aku juga takut. Tidak kusangka hal sesimpel seperti berbicara kepada seorang perempuan akan menjadi semenegangkan ini.

Kemudian, bel sekolah berbunyi. Di saat aku hendak jalan menuju bangkuku, Nolan menahan tanganku.

“Kenapa?” tanyaku.

Nolan-dengan ekspresi yang cukup aneh-berkata, “Semoga berhasil.”

Dengan begitu, sesi homeroom dimulai.

***

Apa harus kulakukan?

Ekspresi Nolan sebelum homeroom dimulai tadi, bisa dibilang cukup aneh bagiku.

Di mataku, Nolan adalah seorang tipe pemimpin. Dia adalah orang yang cheerful dan ramah. Dia selalu bersinar agar menerangi kegelapan yang menyelimuti orang-orang, agar semua orang juga ikut Bahagia.

Namun, ekspresi yang kulihat tadi…Nolan terlihat sedih dan hopeful.

Ekspresinya itu membuatku menjadi makin ragu. Aku semakin takut untuk mengetuk pintu yang ada di depanku ini untuk kedua kalinya.

Aku bukanlah pengambil keputusan yang baik. Karena aku menginginkan perhatian sejak dulu, aku menjadi ceroboh dalam bertindak. Aku mulai mencoba memperbaiki itu saat kelas 1 SMA, tetapi tidak ada yang berhasil, yang akhirnya aku menyerah. Walaupun begitu, jika ada orang yang percaya kepadaku, aku merasa sangat senang.

Perhatian adalah pemicu pengambilan keputusanku. Akan tetapi..

Apakah ini adalah tindakan yang benar?

“…”

Aku…tidak tahu.

Aku mengetuk pintu tanpa pikir panjang lagi. Kali ini, aku tidak membukanya dengan pelan-pelan. Pemandangan yang sama. Satu meja, 3 kursi. Di atas meja tersebut, ada satu laptop yang menyala dan seseorang menggunakannya. Seseorang itu adalah perempuan berambut pendek dan berwarna coklat. Akan tetapi, kali ini aku membawa laptop.

Aku langsung masuk tanpa menyapanya terlebih dahulu. Aku duduk di kursi yang berhadapan dengannya, kemudian membuka tasku, mengeluarkan laptop dan menaruhnya diatas meja, lalu menyalakannya.

Aku membuka game yang sama dengannya, Cursed Mage, dengan harapan bisa mengajaknya bermain bersama.

“Aku Erno. Salam kenal.”

Pengenalan diri singkat barusan adalah saran dari Nolan. Kuharap sarannya itu berhasil.

Sambil menunggu koneksi dari gamenya, aku mencoba mendengar suara yang keluar dari laptop milik Agnes. Aku sendiri sempat bingung karenanya. Sound effect yang keluar dari laptopnya itu adalah berasal dari boss yang sama dengan kemarin, yaitu “Theo, The Tree Guardian”. Awalnya aku berasumsi bahwa sebelumnya dia kalah dari boss itu dan mengulanginya hari ini, tetapi ternyata tidak. Dari sound effect skill yang digunakan, dia menggunakan karakter yang berbeda. Sebelumnya, dia menggunakan karakter dengan class “Archmage”, sekarang dia menggunakan karakter dengan class “Battlemage”.

Cursed Mage sendiri menyediakan 4 class karakter yang bisa dipilih, yaitu Archmage, Battlemage, Spirit Contractor, dan Archive Mage. Semuanya adalah penyihir dengan spesialisasi berbeda. Archmage adalah penyihir dengan skill sihir yang sangat complex. Battlemage adalah penyihir yang menggunakan senjata seperti pedang dan menggunakan sihir yang lebih simpel. Spirit Contractor adalah penyihir yang mengandalkan makhluk lain yang dinamai “Spirit”. Terakhir adalah Archive Mage, penyihir yang mengandalkan buku sihir untuk digunakannya secara langsung, daripada menguasainya.

Karakterku adalah seorang Battlemage, dan aku desain karakterku untuk mengandalkan kelincahan daripada memiliki damage output yang besar. Walaupun lemah, setidaknya aku bisa kabur dari pertarungan dengan mudah. Jika melawan boss, maka aku akan mencari orang lain untuk membantuku.

Archmage adalah class yang cocok untuk melawan boss sendirian karena damage output yang besar. Jika melawan boss yang lebih tinggi, tentu saja seorang Archmage butuh bantuan orang lain, tetapi yang dia lawan sekarang adalah boss yang bisa dibilang cukup mudah dilawan sendirian jika dia Archmage”.

Battlemage sangat tidak cocok jika melawan Theo sendirian. Theo lemah terhadap magic attack, tetapi tahan terhadap physical attack. Battlemage adalah perpaduan diantara dua jenis attack tersebut, jadi tidak akan maksimal untuk melawan Theo. Lagipula, kenapa dia membuat karakter baru kalau karakter sebelumnya belum level tinggi?

Aku mencoba mendengarnya lagi, dia benar-benar melawan boss itu sendirian, mungkin saja bisa kubant-

“Aku bisa melawannya sendirian.”

Tiba-tiba Agnes buka mulut, seakan-akan mengetahui isi pikiranku. Dia menolak bantuan dariku yang bahkan belum kuajukan.

“Baiklah.” Jawabku singkat.

Aku melanjutkan untuk memilih karakterku dan masuk ke dalam game-nya. Karena levelku sudah maksimal, mungkin aku hanya membantu pemain lain untuk melawan dungeon boss.

Sebetulnya, akulah yang paling cocok untuk membuat karakter baru dan memainkannya dari awal. Akan tetapi, aku sudah Lelah dengan semua grinding di game ini. Aku tetap memainkan karakterku yang sudah level maksimal ini untuk memainkan konten-konten baru, serta guild wars.

Di game ini, terdapat 7 sihir langka, yang dinamai “Seven Pillars”. Setiap sihir pillar, hanya bisa dikuasai satu pemain. Jika seorang pemain dapat menguasai ketujuh sihir pillar itu, maka dia akan dapat akses ke set skill baru, yang dinamai “Origin Magic”. Origin magic sendiri adalah sihir yang sangat kuat. Sayangnya, sampai sekarang belum ada yang bisa merebut ketujuh sihir pillar tersebut.

Guild wars di game ini bukanlah event dari gamenya sendiri, melainkan sebutan dari playerbase-nya terhadap perebutan ketujuh sihir pillar. Ada 7 pemimpin guild berbeda yang menguasai sihir tersebut dan berusaha merebut sihir lainnya. Mereka menggunakan guild mereka untuk merebut sihir tersebut.

Jika orang yang menguasai salah satu sihir pillar mati terbunuh oleh seorang player diluar event Player vs Player, maka posesi terhadap sihir itu hilang, dan orang lain bisa mengaktifkannya untuk merebutnya.

Ini adalah perang yang menarik, sampai-sampai pihak pengembang membuat aturan baru, yaitu jika player yang memegang salah satu sihir pillar tidak login selama 14 hari, maka posesinya terhadap sihir itu hilang. Oleh karena itu, perang antar guild terjadi 14 hari sekali.

Guild yang kumasuki bukanlah guild yang besar, tetapi tetap mengikuti perang ini. Benar-benar kacau, tetapi menyenangkan.

Jika Agnes tidak segera ke level maksimal, mungkin dia tidak akan bisa merasakan keseruan guild wars ini.

Aku tidak ingin pulang terlalu malam, sehingga aku hanya akan bermain untuk satu jam saja. Aku harap, dengan ini aku bisa memenuhi keinginan Carter.

15 menit…30 menit…

Waktu berlalu cepat sedangkan kita belum bicara satu sama lain. Agnes sudah mengulangi dua kali untuk melawan boss itu, tetapi dia tidak meminta bantuan. Dungeon boss tingkat akhir memang membutuhkan waktu yang lama untuk diselesaikan. Dalam 30 menit, aku telah menyelesaikan satu dungeon saja.

“Namamu Erno, bukan?”

Setelah setengah jam berlalu, akhirnya dia berbicara kepadaku. Tapi tunggu, dia tahu namaku darimana?

“Kamu tah-“

“Aku tahu dari Carter.”

Apakah dia esper?

“Aku langsung saja. Aku disini selama 2 hari hanya menunggu Carter. Walaupun dia mengirimmu untuk kesini, aku akan tetap menunggunya.”

“Lalu, kenapa kamu tidak datang kepadanya?”

Pertanyaanku benar-benar logis. Jika dia membutuhkan Carter, kenapa tidak langsung datang saja kepadanya? Dengan begitu, apapun urusannya akan cepat selesai.

Aku tidak tahu apa yang salah dengan jawabanku, tetapi dia tidak bisa menjawabnya. Dia terbungkam seribu Bahasa. Darahnya perlahan naik sehingga wajahnya sedikit memerah. Antara malu dengan kesalahannya sendiri, atau dia akan marah kepadaku.

Untuk pertama kalinya, Agnes melepaskan tangannya dari laptop dan menatapku.

“Kau tidak tahu apa-apa.”

Aku tidak menyangka bahwa dia tidak teriak. Akan tetapi..

“Kalau begitu, beritahu aku.”

“Kenapa kamu harus tahu?”

“Lalu, kenapa Carter menyuruhku untuk pergi kesini?”

“Tidak tahu!” Agnes mulai tidak bisa menahan dirinya, “Keluar-“

“Kamulah yang seharusnya keluar dari sini.”

Dengan tenang, aku memotongnya ucapannya. Dia sudah pernah mengusirku sebelumnya. Aku tidak akan membiarkannya mengusirku untuk kedua kalinya. Yang seharusnya keluar dari sini adalah dia.

“Jika kamu ingin bertemu dengan Carter, maka berdirilah, dan keluarlah.”

Dia terpatung, tidak bisa menjawab apa-apa. Dia terlihat sekali ingin meneriaki aku, tetapi dia berusaha menahannya.

“Jika kamu ingin mencapai sesuatu, maka bertindaklah.”

Aku tidak berusaha menjadi bijak atau semacamnya. Ini hanyalah common sense. Jika ingin mencapat titik tertentu, maka orang itu harus bergerak. Aku yakin perempuan yang dihadapanku ini paham dengan hal itu. Jika masih marah, maka dia memang bodoh.

Aku tidak pernah paham dengan maksud Carter mempertemukanku dengan Agnes. Aku yakin yang terjadi sekarang bukanlah yang diharapkan oleh Carter. Mungkin dia mengharapkan kami menjadi teman dekat atau semacamnya, tetapi hal itu tidak terjadi. Aku tidak terlalu suka dengan sikapnya yang seenaknya saja. Kalau bisa, aku keluar dari sini sekarang juga.

“…Dia tidak mau.”

“Eh?”

Amarah Agnes mulai mereda. Namun, dia memberikan jawaban yang cukup aneh.

“Dia bilang, aku harus bertemu dengan kamu terlebih dahulu.”

“Kenapa aku?”

Ini seakan-akan Carter berusaha menjodohkan kami berdua. Rasanya bodoh sekali, tetapi cukup aneh.

Agnes terdiam sejenak, lalu bicara perlahan, “…Maafkan aku.”

“Eh? Kenapa?”

“Kamu ada benarnya. Aku terlalu bodoh. Tidak seharusnya aku terburu-buru begini.” Dia mengatakan itu sambal menggaruk kepalanya dan menoleh ke arah lain. Nadanya juga sudah mulai turun dan kami berdua bisa berbicara dengan tenang.

“Memangnya apa yang ingin kamu lakukan?”

“Aku hanya ingin mendiskusikan sesuatu dengan Carter. Namun, katanya kamu lebih paham tentang hal semacam itu

“Apa yang kamu maksud?”

“Jiwa yang telah mati.”

Mataku sempat terbelalak setelah mendengarnya. Walaupun terkejut, aku sudah sedikit mengantisipasi hal ini, yaitu semua ini pasti berkaitan tentang itu, dilihat dari putusasanya Carter meminta tolong kepadaku.

“Jadi, kamu tahu tentang hal-hal seperti itu, Agnes?”

“Tidak. Aku hanya percaya. Aku tidak pernah melihatnya.”

Dia cukup unik. Memang sudah umum bahwa orang mempercayai apa yang belum pernah dilihat, tetapi jika se-spesifik ini…

Aku menghela nafas karena akhirnya paham kenapa Carter memperhatikan Agnes. Akan tetapi, aku masih belum paham kenapa dia tidak menanganinya sendirian.

“Aku tahu tentang hal seperti itu. Aku bisa melihat mereka. Tapi, aku tidak tahu apa yang kamu mau.” ucapku.

Jujur, aku sedikit tidak sabaran karena penasaran juga. Namun, Agnes terlihat sedikit ragu. Dia berkata, “…Bisakah kita membicarakannya bersama Carter?”

Kenapa dia berusaha menundanya? Aku sudah berada di depan matanya.

Kemudian, dia melanjutkan, “Carter bilang kepadaku hanya untuk berbicara kepadamu. Bukan spesifik tentang masalahku. Tetapi, mungkin maksud Carter adalah mengajakmu untuk menyelesaikan masalahku. Oleh karena itu, lebih baik mendiskusikan ini bersama Carter saja.” Jelasnya.

Mungkin aku terlalu bodoh untuk memahami pikiran orang ini. Mungkin Carter benar, kalau aku ini sebenarnya bodoh. Heh, sebenarnya dia terlalu sering memanggilku bodoh.

Sejauh yang aku tahu, aku ini adalah orang yang simplistic. Aku tidak bisa berpikir rumit, dan Agnes adalah kebalikan dari cara berpikirku. Kemarin ataupun hari ini, dia berusaha untuk mengusirku, karena dia berusaha untuk memaksa Carter agar berbicara dengannya langsung tanpa perantara. Sekarang, walaupun sudah mengalah, dia masih saja ingin berbicara tentang masalahnya bersama Carter.

Akan tetapi, dia ada benarnya. Carter tidak memberiku perintah secara spesifik, dia hanya menyuruhku untuk berbicara kepada Agnes. Aku masih tidak paham kenapa aku terlibat.

Aku hanya bisa menghela nafas panjang karena merasa semua ini tidak ada gunanya bagiku. Aku hanya bisa meng-iyakannya saja. Rupanya aku dimanfaatkan oleh Carter untuk sebuah skema misteriusnya. Kalau aku bertemu dengannya, aku akan menagih utang penjelasan kepadanya.

Agnes…

Sesuatu terlintas di pikiranku. Sesuatu yang berkaitan dengan perempuan di depanku ini. Sambil memikirkannya, aku menutup laptopku dan memasukkannya ke dalam tas, sedangkan dia masih melanjutkan permainannya.

Kami sempat menatap satu sama lain, dan aku menyadari sesuatu. Tidak ada cahaya sedikitpun di matanya. Emosinya berubah-rubah di saat kami berbicara satu sama lain, tetapi matanya terlihat sama saja. Sangat gelap.

Hanya dengan melihatnya saja, aku bisa paham kalau dia sudah tidak peduli lagi. Dia hanya punya satu tujuan dan hanya akan focus disitu. Tentu saja, aku masih belum tahu apa tujuannya. Fokusnya Agnes terhadap gamenya adalah bukti dari sifatnya itu, seakan-akan dia terobsesi untuk melawan satu bos itu saja.

Aku…benar-benar tidak tahu apa yang harus katakana. Pembicaraan kami sudah selesai. Hanya itu saja.

“Ag-“

“Tidak apa. Aku bisa pulang sendiri.”

Sekali lagi, dia menebak pertanyaan yang akan kulontarkan.

Tanpa kusadari, aku tersenyum tipis.

Tragis sekali…

Orang sepertinya sebenarnya bisa menjadi orang yang tidak semurung itu. Sifatnya yang menarik itu bisa membuatnya terkenal. Akan tetapi, rupanya dia menutup dirinya. Sepulang sekolah, dia tidak bermain ataupun berbicara kepada temannya. Aku tidak tahu apakah dia masuk ke klub. Dia hanya duduk disini sendirian, menunggu.

Dalam satu sisi, dia mirip sepertiku. Namun…

Aku tidak tahu apa yang sudah dilaluinya selama ini, tetapi jiwa-jiwa disekitar kami berdua meresonansikan emosi Agnes. Walaupun aku tidak melihat jiwa-jiwa itu sekarang, tapi aku dapat merasakannya. Emosi yang keluar dari Agnes dan diresonansikan oleh jiwa-jiwa yang telah meninggal, adalah emosi kesedihan.

***

“Oi, Carter!”

Hari sudah berlalu. Pertemuanku dengan Agnes tidak lah romantic sama sekali. Sama sekali tidak meninggalkan bekas yang hangat. Seakan-akan pertemuanku dengan Agnes hanyalah pertemuan bisnis.

Aku menemukan Carter sedang berbaring di rerumputan bawah pohon yang berada di dekat lapangan. Di saat waktu istirahat, jika Carter tidak ada di ruangan guru, maka dia akan bermalas-malasan disini.

“Diamlah, Erno. Aku sedang sedih.” Ucapnya dengan raut muka yang paling malas sedunia. Aku tidak bisa memikirkan satu manusia yang dapat membuat ekspresi sepertinyayang ingin kupukul dengan keras.

Selain kupukul, aku juga ingin menginjak Carter. Jika dia mengeluh “sedih” di lingkungan sekolah, maka dia rindu dengan rokoknya. Merokok di lingkungan sekolah itu dilarang. Dia pernah mencoba untuk merokok diam-diam, tetapi masih saja ketahuan.

“Sekarang kamu sedang berbaring dan sangat terbuka. Aku bisa menginjak testismu sampai pecah.” Ucapku sambil tersenyum menyeringai.

“Bagus, bagus. Sekarang kamu bisa berbicara se-agresif itu. Maka, didikanku tidaklah sia-sia.”

Dia benar-benar adalah musuh terbesarku. Aku tidak akan pernah bisa mengancam ataupun mengoloknya.

Akan tetapi, aku akan mengakuinya. Tempat teduh yang dia pilih ini cukup nyaman. Mengingatkanku pada bangku taman dekat rumah.

“Jadi, bagaimana?” tanya Carter yang sambil bangun dan duduk menyandar pada batang pohon.

Jujur saja, pertemuanku dengan Agnes kemarin rasanya tidak ada gunanya sama sekali. Namun, akan kuceritakan apa adanya saja, lalu aku akan menagih penjelasan kepadanya.

Aku ikut bersandar juga, lalu mulai bercerita. Dimulai dari keraguanku untuk membuka pintu, lalu ikut bermain game yang sama dan suasanya menjadi hening hingga setengah jam, yang kemudian Agnes memecahkan keheningan tersebut dengan memastikan kalau namaku adalah Erno. Kuceritakan juga bagian dimana dia berusaha mengusirku, tetapi kutolak yang akhirnya dia mengalah.

“Dia juga mengatakan kalau dia akan buka mulut kalau kamu ikut ke dalam pembicaraan.” Jelasku.

Carter tidak bereaksi sama sekali setelah mendengar semua ceritaku. Kami tidak menatap satu sama lain, jadi aku tidak tahu apakah dia mendengarkannya atau tidak. Tanpa memperdulikan itu, aku melanjutkan ke bagian dimana dia berusaha melawan boss “Theo” berkali-kali, yang dimana boss itu sangat mudah.

Aku juga menceritakan tentang pergantian karakter yang digunakan Agnes tanpa memaksimalkan level karakter. Aku mulai menceritakan hal-hal yang tidak penting seperti itutetapi yang juga dipahami oleh Carter, yaitu tentang game Cursed Mage—agar menarik perhatiannya. Namun, anehnya dia tidak bereaksi sama sekali.

Aku mencoba diam sejenak, lalu suasanya menjadi hening. Aku mencoba diam lebih lama lagi,  berharap Carter memecah keheningannya, tetapi tidak. Keheningan diantara kami menjadi canggung. Aku menoleh ke arah Carter yang berada di sebelahku, dan dia hanya menatap ke arah lain hingga aku tidak bisa melihat matanya.

Aku bangun, lalu berjalan ke arah Carter menoleh.

“Oi, Car—”

Aku terpatung. Aku benar-benar terkejut melihat wajah Carter. Mataku terbelalak, dan benar-benar tidak bisa mengatakan apa-apa. Ini bukanlah wajah Carter yang aku tahu selama ini.

Dia…menangis.

Air matanya mengalir deras, tetapi dia tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Matanya terbuka lebar dan air matanya hingga menetes ke rerumputan.

Ini bukanlah guyonan dari Carter. Dia tidak akan sejauh ini untuk bergurau. Tangisannya itu sungguh-sungguh, bukan gurauan.

Aku mengamatinya, dan dari yang kulihat, tangisannya itu adalah sebuah tangisan karena merasa lega. Dia merasa semua beban hidupnya telah terlepas dari dirinya. Dia merasa dia telah menyelesaikan tujuan hidupnya. Dia merasa…bahwa penyesalannya akhirnya telah hilang.

Memangnya…apa yang telah kuperbuat?

***

Author's note :

Yep, bab kali ini lebih pendek dari sebelumnya, dan kedepannya bakal update dengan jumlah kata yg kurang lebih segini, atau bahkan kurang.

Untuk sekitar 4-5 minggu ke depan, cerita ini bakal aku update mingguan. Setelah itu, bakal update mungkin sekitar 2 minggu. Kalau aku ada waktu kosong, akan kucoba kurang dari 2 minggu.

Komentar, kritik, saran, surat cinta, dan umpatan sangat dihargai dan diharapkan!

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
KAU, SUAMI TERSAYANG
674      462     3     
Short Story
Kaulah malaikat tertampan dan sangat memerhatikanku. Aku takut suatu saat nanti tidak melihatku berjuang menjadi perempuan yang sangat sempurna didunia yaitu, melahirkan seorang anak dari dunia ini. Akankah kamu ada disampingku wahai suamiku?
Last Hour of Spring
1535      811     56     
Romance
Kim Hae-Jin, pemuda introvert yang memiliki trauma masa lalu dengan keluarganya tidak sengaja bertemu dengan Song Yoo-Jung, gadis jenius yang berkepribadian sama sepertinya. Tapi ada yang aneh dengan gadis itu. Gadis itu mengidap penyakit yang tak biasa, ALS. Anehnya lagi, ia bertindak seperti orang sehat lainnya. Bahkan gadis itu tidak seperti orang sakit dan memiliki daya juang yang tinggi.
Lantunan Ayat Cinta Azra
997      613     3     
Romance
Perjalanan hidup seorang hafidzah yang dilema dalam menentukan pilihan hatinya. Lamaran dari dua insan terbaik dari Allah membuatnya begitu bingung. Antara Azmi Seorang hafidz yang sukses dalam berbisnis dan Zakky sepupunya yang juga merupakan seorang hafidz pemilik pesantren yang terkenal. Siapakah diantara mereka yang akan Azra pilih? Azmi atau Zakky? Mungkinkah Azra menerima Zakky sepupunya s...
Goresan Luka Pemberi Makna
1994      1481     0     
Short Story
langkah kaki kedepan siapa yang tau. begitu pula dengan persahabatan, tak semua berjalan mulus.. Hanya kepercayaan yang bisa mengutuhkan sebuah hubungan.
Behind the Camera
1891      724     3     
Romance
Aritha Ravenza, siswi baru yang tertarik dunia fotografi. Di sekolah barunya, ia ingin sekali bergabung dengan FORSA, namun ternyata ekskul tersebut menyimpan sejumlah fakta yang tak terduga. Ia ingin menghindar, namun ternyata orang yang ia kagumi secara diam-diam menjadi bagian dari mereka.
November Night
388      278     3     
Fantasy
Aku ingin hidup seperti manusia biasa. Aku sudah berjuang sampai di titik ini. Aku bahkan menjauh darimu, dan semua yang kusayangi, hanya demi mencapai impianku yang sangat tidak mungkin ini. Tapi, mengapa? Sepertinya tuhan tidak mengijinkanku untuk hidup seperti ini.
Monoton
567      395     0     
Short Story
Percayakah kalian bila kukatakan ada seseorang yang menjalani kehidupannya serara monoton? Ya, Setiap hari yang ia lakukan adalah hal yang sama, dan tak pernah berubah. Mungkin kalian tak paham, tapi sungguh, itulah yang dilakukan gadis itu, Alisha Nazaha Mahveen.
Hello Goodbye, Mr. Tsundere
1290      839     2     
Romance
Ulya tak pernah menyangka akan bertemu lagi dengan Natan di kampus. Natan adalah panggilan kesayangan Ulya untuk seorang cowok cool, jenius, dan anti sosial Hide Nataneo. Ketika para siswa di SMU Hibaraki memanggilnya, Hide, Ulya malah lain sendiri. Ulya yakin si cowok misterius dan Tsundere ini punya sisi lain yang menakjubkan. Hingga suatu hari, seorang wanita paruh baya bertopi fedora beludru...
Cinta untuk Yasmine
2393      1020     17     
Romance
Yasmine sama sekali tidak menyangka kehidupannya akan jungkir balik dalam waktu setengah jam. Ia yang seharusnya menjadi saksi pernikahan sang kakak justru berakhir menjadi mempelai perempuan. Itu semua terjadi karena Elea memilih untuk kabur di hari bahagianya bersama Adam. Impian membangun rumah tangga penuh cinta pun harus kandas. Laki-laki yang seharusnya menjadi kakak ipar, kini telah sah...
Old day
580      425     3     
Short Story
Ini adalah hari ketika Keenan merindukan seorang Rindu. Dan Rindu tak mampu membalasnya. Rindu hanya terdiam, sementara Keenan tak henti memanggil nama Rindu. Rindu membungkam, sementara Keenan terus memaksa Rindu menjawabnya. Ini bukan kemarin, ini hari baru. Dan ini bukan,Dulu.