One mengangguk memberi tanda, selagi dia kembali ke kursinya. Nine membukakan pintu, “selamat datang tuan Hover, masuk lah,” ucap One dari kursinya.
Rasa curiga dan penasaran terlihat jelas dari tiga orang client. Dari luar terlihat seperti akan memasuki sebuah gedung tak terpakai ditengah hutan pinus, tapi begitu memasukinya semuanya seperti kantor biasa dengan semuanya serba hitam dan angka yang menggantikan pin nama yang ada di dada mereka. makin kecil angka itu, makin kecil pula hawa kehadiran mereka.
Mereka sampai ke ruangan ini pun hanya dengan petunjuk kecil, bukannya penjagaan ketat yang diawal mereka kira. ‘teruslah maju sampai menemukan ruangan dengan angka satu, jika kau menoleh sedikit saja.. aku yakin kepala itu akan lepas dari tubuh mu,’ sepucuk memo yang cukup mengerikan dengan emotikon senyum disekitarnya, juga tulisan yang sepertinya bukan tulisan yang cukup bagus hingga membuatnya semakin mengerikan. Hingga tak perlu ditanya lagi, kenapa banyak sekali keringat dingin di dahi ketiga client ini.
“maaf jika kami sedikit menggangggu mu dengan bertemu secara langsung, tapi ini benar-benar tak bisa dilakukan hanya dengan mengirin pesan ataupun telfon,” ucap tuan Hover. Mengelap pelipisnya dari keringat dingin selama perjalanan.
Salah satu dari mereka yang memiliki rambut keriting sedikit terkejut melihat Nine menyodorkan tangannya seakan meminta sesuatu, “tak boleh ada apapun yang disembunyikan, jadi berikanlah pada ku,” tanpa babibu lagi, dia memberikan kertas yang sudah kusut itu pada Nine. Dahi Nine berkerut kesal, tulisan jelek ini dan emoticon ini, Nine sangat tau siapa yang menulisnya, “keamanan mu sudah terjaga saat kau membayar dengan mahal, harusnya kalian tak perlu takut dengan memo seperti ini…”
Senyuman manis Nine selalu bisa menenangkan hati yang gugup, “memangnya apa itu, Nine?” tanya One membuka berkasnya.
“sebuah keisengan dari Ten,” jawab Nine menyeduh teh.
“heh.. anak itu..” dengus One membuka mapnya, “baiklah.. tuan Hover Fabian, heh.. keturunan belanda yang lahir dan tinggal di Yogyakarta, juga anak semata wayang mu, Michle Fabian, dan..” melirikan matanya pada si rambut kriting, One tersenyum manis, “maaf kami belum menyiapkan data-data tentang mu.. bisa aku tau siapa kau…?”
Menegakkan tubuhnya, dia menjawab, “nama saya Adi Alfiansyah.. saya yang membantu sedikit masalah om Hover,” jelasnya kikuk.
“dia keponakan ku yang orang tuanya baru saja jadi korban,” tambah Hover.
“oh.. sepertinya memang serius,” membuka map setebal tiga puluh centi itu, One menjelaskan, “masalah tentang hak milik garis besar perusahaan Fabian antara Hover septian dan Clavino Jervis, ‘Clavino seorang billioner dermawan yang selalu memberikan batuan pada panti asuhan diseluruh tanah perancis,’ itu kata masyarakat, tapi tidak kata musuh-musuhnya,” One membuka lembaran barunya, “ menurut mereka, dia adalah seseorang yang akan melakukan apapun untuk menjadikan perusahaannya makin besar lagi hingga dia bisa mengendalikan apapun termasuk pemerintahan, seperti menaklukan dunia lewat ekonomi dan pencitraan,” menghentikan bacanya, One melemparkan semua berkas tentang masalah Hover ke mejanya, baginya lebih baik membaca novel daripada membaca map dengan kasus yang membosankan, “jika incaran mu adalah Clavino Jervis, kami bisa membunuhnya sebelum fajar esok,” tambahnya menyesap tehnya.
Menggertakkan giginya, Hover menggebrak meja, “sayangnya tak semudah itu, aku ingin bukan hanya kematiannya tapi juga seluruh rahasia dan kelakuannya dan pengikutnya terpampang dipublik,” ujarnya penuh amarah.
“pengikutnya termasuk kau…?”
“aku bukan pengikutnya.. kau bisa mendapatkan data sebanyak ini tapi tidak dengan apa yang terjadi sebenarnya pada kami,” potong Hover.
Tersenyum miring, One kembali membuka lembar terakhir novel yang tadi dibacanya, “ada Nine yang akan mengatur segalanya untuk mu, kau bisa megatakan rencana mu sepenuhnya padanya.. jangan takut dengan penyusup atau apapun.. Nine itu salah satu dari sepuluh terbaik disini,” jelas One menunjuk Nine tanpa menglihkan perhatiannya dari novel yang sedang dibacanya.
Entah harus senang atau apa, sepertinya bulan ini menjadi yang terbaik untuk Nine karena dia akhirnya bisa keluar untuk melaksanakan tugas. Anggap saja sekalian memuaskan dirinya yang lain, “terimakasih atas tugasnya, One,” dengusnya membereskan semua map yang tadi dilempar One. Bagaimanapun juga, dia harus tau garis besarnya dulu sebelum menyempitkannya, “aku akan ada dirumah mu hari minggu saat tengah hari.. pastikan kalian bertiga ada disana dan tak ada seorangpun selain kalian,” tambahnya dengan senyum mengembang.
Walaupun masih bingung, tuan Hover hanya menganggukkan kepalanya dan melangkah pergi diikuti anak dan keponakannya. Karena sudah tau tentang memo iseng itu, mereka sedikit berani berbicara dalam perjalanan keluar.
“nampaknya kau akan ke Yogyakarta.. bawakan aku sovenir dari sana, ya?” ucapan dengan nada menggoda dari One menghancurkan senyum Nine.
“kalau aku ingat,” balas Nine singkat, akan membuka pintu.
“ciuman perpisahan untuk papa dimana…?”
“minta saja sama Six!” Nine tak perduli kalau dobrakan pintunya tadi menghancurkan guci antik milik One yang ada dibalik pintu.
One tanpa beban memanyunkan bibirnya, “aku tak mau dari Six, aku maunya dari my baby girl,” kembali mengangkat novelnya, One tak bisa konsentrasi karena kembali kemasa lalu dimana Nine masih berusia dua belas tahun akan ngambek selama seminggu karena dia menggodanya dengan tak membiarkannya makan kue mangkuk.
Pagi menyinari sela-sela jendela buram. Walau begitu, cahayanya masih bisa membangunkan Nine yang terlelap sejak kembali dari misi kemarin. Merenggangkan tubuhnya tanpa bangun terlebih dahulu, Nine memandang kosong plafon kamarnya. Hari ini dia akan mengunjungi rumah client yang ada di Yogyakarta, dan bukannya bersiap untuk misinya, dia malah menyiapkan bagpack dan mencari segala hal tentang Yogyakarta termasuk tempat dimana membeli oleh-oleh khas Yogyakarta.
Kesal rasanya kalau dia pergi kesana untuk misi, tapi setidaknya ketika dia selesai dia bisa jalan-jalan ke sekitar Borobudur dan Malioboro dulu. Nine sangat ingin melihat penampilan angklung secara langsung setelah melihat vidionya dari internet, sangat menakjubkan.
Nine melempar selimutnya, memikirkan dia bisa berlibur setelah misi ini selesai membuatnya bersemangat memulai hari.. untungnya isi bagpack yang tak sengaja dia siapkan tadi malam tak kembali kedalam lemari, dia bisa mengirimnya ke hotel terlebih dahulu selagi dia diluar, lagipula ini hanya akan menjadi misi seperti biasanya, bukan?
Seusai membersihkan diri, Nine langsung memasukan keperluannya kedalam jaket Eight, karena tak banyak yang harus dibawa hanya untuk satu misi. Eight sedang dalam misi di rusia, jadi dia akan kembali dalam seminggu lagi dan selama itu pula, Nine akan menyelesaikan misinya dengan cepat dan pulang sebelum Eight.
Membuka pintu kamarnya dengan penuh semangat, Nine membeku melihat seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun sedang menatapnya penuh tanya, “aku tau kau akan pergi ke Yogyakarta untuk misi, tapi kenapa kau harus membawa tas sebesar itu?” tanyanya melirik bagpack di punggung Nine.
Menggigit bibirnya, Nine hanya bisa mengalihkan perhatian dari tatapan itu. Ten memang yang paling muda karena usianya yang masih anak-anak, tapi dia sudah bisa menyelesaikan tugas-tugas sulit seakan itu hanyalah permainan pazel susu. Lagipula.. mata penuh tipudayanya itu tak bisa ditolak oleh siapapun, bahkan One sekalipun.
Terperangah, Ten sepertinya menyadari sesuatu, “kau mau berlibur sehabis menyelesaikan misi?! Kenapa tidak ajak aku?” tanyanya langsung berlari, “One! One! Aku mau ikut Nine pergi ke Yogyakarta!”
Anak-anak tetaplah anak-anak. Selagi Ten berlari ke ruangan pribadi One, Nine berlari menuju naito berada. Satu kebiasaan Nine dari kecil yang sulit dihilangkan adalah kebiasaannya menamai setiap barang kesukaannya, bahkan dulu Nine mengoleksi kelereng dan menamai semuanya dengan lebel nama. Naito yang dimaksud tadi adalah sebuah motor gede hitam yang dibuat khusus oleh four sebagai alat transportasi para agent. Karena Nine sering menggunakan motor gede itu, akhirnya One memberikan kuncinya pada Nine. Dan tentu saja langsung dinamai naito.
Turun hingga ke bawah tanah, Nine langsung menghampiri naito yang disinari cahaya lampu, “kita berangkat lagi, naito..” menaruh bagpacknya di bagasi motor, Nine langsung menyalakannya dan memastikan kalau bahan bakarnya terisi penuh.
Terowongan khusus keluar masuk untuk para agent, berbeda dengan para client yang dialihkan ke pintu utama the lodge maribaya baru akan diantar oleh agent kecil yang mempunyai tugas khusus dengan menyamar menjadi pegawai disana. Ujung terowongan berada langsung ke jalan tol terdekat, baru melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan.
Dari bandung menuju Yogyakarta tak memerlukan waktu yang lama dengan menggunakan motor. melewati jalur sempit tentunya, kalau lewat jalan tol dengan menggunakan motor bisa-bisa dikejar polisi.
Untungnya saat sampai di Yogyakarta, hotel sangat mudah ditemukan. Dengan bantuan silver card tanpa limitnya, sangat mudah memesan kamar yang akan dihuni oleh bagpacknya saja. Kembali berkendara ke rumah Hover, Nine kembali fokus pada tujuan awalnya membantu client menyelesaikan masalahnya.