Read More >>"> NAURA (5 : Acara Ulang Tahun) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - NAURA
MENU
About Us  

Naura menatap kosong layar ponselnya. Sejak kemarin, Bayu tidak membuka pesan yang dikirimnya. Naura menghela napas panjang sesaat. Tampaknya, Bayu terlalu sibuk mengurus acara keluarganya sampai-sampai tidak sempat memegang ponselnya. Pintu kamar Naura terbuka dan menampilkan wajah Daniar dari balik pintu.

“Mama boleh masuk?” Tanya Daniar yang tentu saja dijawab anggukan oleh Naura. Daniar kemudian masuk, dan duduk ditepi ranjang bersisian dengan Naura.

Daniar dapat melihat kesedihan terpancar dari wajah putrinya. Tangannya tergerak mengusap surai hitam Naura dengan lembut, tak lupa dengan senyum keibuannya.

“Ada apa, sayang? Kok muka kamu sedih gitu? Kamu ada masalah? Coba cerita sama Mama.” Ujar Daniar kemudian Naura menghela napas lagi. Naura kemudian menatap Daniar dengan sedih.

‘Dari kemarin, Bayu enggak bales pesan yang Naura kirim.’
Ungkap Naura dengan bahasa isyaratnya. Daniar yang melihatnya tersenyum, kemudian menarik putrinya itu kedalam dekapannya.

“Mungkin pacar kamu itu sibuk sampai-sampai nggak bisa bales pesan kamu. Ditunggu aja. Paling nggak lama lagi Bayu bakalan bales pesan kamu.” Ujar Daniar memberi masukan. Daniar kemudian melepas pelukannya, lalu tangannya memegang kedua tangan mungil putrinya.

“Mama nggak pernah nyangka Bayu bisa jatuh cinta sama kamu,” Daniar terkekeh pelan, “Yah, kita sama-sama tahu. Laki-laki diluar sana pasti nggak mau nerima anak yang disabilitas. Pasti dianggap kayak hinaan dikeluarga mereka.” Ujar Daniar membuat Naura tersenyum mendengarnya.

“Kapan-kapan, ajak dia ke rumah ya. Mama pengen ketemu Bayu. Mama juga mau lihat dia itu bener-bener sayang sama kamu, atau cuma iseng-iseng aja.” Ujar Daniar yang dijawab anggukan oleh Naura.

“Sarapan udah siap. Yuk sarapan bareng.” Ajak Daniar yang dijawab anggukan oleh Naura. Naura meraih tasnya lalu turun kebawah bersama-sama dengan Daniar.

-ooo-

Naura melangkahkan kakinya masuk kedalam gedung sekolah. Hari ini adalah hari kedua tanpa Bayu yang akan menemani hari-harinya. Naura lagi-lagi merasakan keresahan hati.

Naura kemudian memasuki ruang kelasnya. Langkah kakinya terhenti kala melihat Ayunita kembali duduk ditempatnya. Tepatnya disebelahnya. Wanita itu bersikap seperti biasa. Mendengarkan musik dengan earphone yang terpasang dikedua lubang telinganya. Naura perlahan melangkah mendekati Ayunita.

“Duduk aja. Jangan ganggu kesibukan gue.” Ujar Ayunita tiba-tiba saat tangan Naura hendak menyentuh pundaknya. Naura kemudian menarik tangannya kembali. Mata Ayunita yang tadinya terpejam, langsung terbuka. Ayunita melepaskan sebelah earphone-nya.

“Jadi gimana? Lo pergi sendiri atau ikut gue?” Tanya Ayunita membuat Naura menepuk jidatnya. Astaga, ia bahkan lupa mengatakan perihal undangan itu pada Mamanya. Ini akibat Bayu yang terus memenuhi pikirannya.

‘Aku pergi bareng kamu.’
Ungkap Naura dengan bahasa isyaratnya. Ayunita mengangguk. 

“Jam 7 malam. Jangan telat, jangan lama.” Ujar Ayunita seolah seperti sebuah perintah bagi Naura. Naura mengangguk, lalu duduk disebelah Ayunita. Ayunita kembali memasang earphone-nya dan kembali pada dunianya.

Naura hanya bisa tersenyum kali ini. Walau Ayunita masih bersikap tak acuh padanya, setidaknya Ayunita masih ingin berbicara dengannya. Dan itu sudah cukup untuknya.

-ooo-

Bel istirahat berbunyi membuat seluruh siswa-siswi SMA DharmaWangsa segera keluar dari kelas. Mereka sudah tidak sabar mengisi perut mereka yang keroncongan dengan makanan-makanan yang tersedia di kantin. Sama halnya dengan Naura dan Ayunita saat ini. Mereka berjalan beriringan menuju ke Kantin. Banyak pasang mata yang menatap bingung kearah mereka. Namun, baik Ayunita dan Naura sama-sama bersikap seolah tidak peduli dengan pandangan orang-orang saat ini.

Barusaja mereka tiba di Kantin, Vanessa dan ketiga temannya menyambut mereka dengan ramah. Naura menatap curiga sikap keempat orang itu yang berubah dengan drastisnya. Ayunita bergerak menghampiri Vanessa dan ketiga temannya, sementara Naura memilih untuk duduk di tempat lain. Yang pastinya tidak bersama dengan orang-orang seperti mereka.

“Ngapain lo disitu?” Tanya Ayunita dengan wajah heran. Vanessa juga menatap kearah Naura, lalu menyunggingkan senyum manisnya.

“Iya, ngapain lo disitu? Sini bareng kita aja. Mumpung masih ada tempat.” Ujar Vanessa yang dijawab gelengan oleh Naura. Vanessa mendecak sebal, kemudian bangkit dari duduknya dan menghampiri Naura.

“Gabung aja gih. Yuk.” Ajak Vanessa kemudian menarik Naura untuk duduk disebelah Ayunita. Vanessa pun kembali duduk di tempatnya.

“Sebelumnya, ada yang mau gue omongin sama lo.” Ujar Vanessa lalu meraih tangan Naura, “Gue minta maaf. Gue udah nge-bully lo. Ketiga temen gue juga udah nyesel nge-bully lo.” Mata Vanessa kemudian terarah menatap ketiga temannya, “Ya ‘kan, guys?” Tanya Vanessa sambil mengedipkan sebelah matanya. Mereka tersenyum canggung.

“I-iya.” Jawab mereka serempak dengan canggungnya. Naura masih tak dapat mempercayai kata maaf yang keluar dari mulut mereka.

“Gue tahu, lo pasti nggak nyangka kita bakalan minta maaf sama lo. Tapi gue bener-bener serius minta maaf sama lo. Lo mau maafin gue ‘kan?” Tanya Vanessa kemudian Naura menghela napas panjang. Senyum hangat terbit diwajah cantiknya.

Naura mengangguk sebagai jawaban. Vanessa tersenyum senang, kemudian menatap ketiga temannya. Ketiga temannya tersenyum juga. Entah apa maksud tatapan Vanessa hingga ketiga temannya tersenyum seperti itu.

“Oh iya, jadi lo nanti pergi bareng siapa? Ada yang nganter lo? Kalo nggak ada, biar gue nyuruh supir gue ngejemput lo.” Ujar Vanessa yang langsung dijawab gelengan oleh Naura.

“Dia pergi bareng gue. Nggak usah ngelakuin hal yang ngebuat lo repot sendiri.” Ujar Ayunita datar. Vanessa menjawabnya dengan kata ‘oh’.

Mereka kemudian berbicara santai. Naura merasa mungkin Vanessa dan ketiga temannya benar-benar sudah berubah. Selain itu, berpikiran buruk tentang perubahan sikap oranglain itu tidak baik.

-ooo-

Naura mengambil undangan yang diberikan kepada Vanessa kemarin dari dalam tasnya, kemudian menyerahkannya kepada Daniar yang kini tengah menyetir. Daniar meraih undangan itu dan membacanya.

“Temen kamu ulang tahun?” Ujar Daniar bertanya yang dijawab anggukan oleh Naura.

“Kamu udah nyiapin kado buat temen kamu?” Tanya Daniar lagi. Naura menepuk jidatnya. Astaga, ia bahkan lupa membeli kado untuk Vanessa. Daniar yang melihatnya menggelengkan kepalanya.

“Yaudah. Kita mampir ke Butik Mama dulu.” Ujar Daniar kemudian menggerakkan mobilnya menuju ke Butik. Mobil hitam itu terparkir sempurna di tempat parkir yang tersedia. Butik yang bernama Adipati Butique itu dimasuki oleh Naura dan Daniar.

Naura menatap kagum isi dari Butik itu. Sudah lama rasanya ia tidak memijakkan kakinya ke tempat ini. Berbagai macam busana tampak begitu menawan.

“Gimana kalo kadonya ini aja?” Tanya Daniar sambil menunjukkan gaun merah indah yang pastinya sangat mahal.

“Dari undangannya, kayaknya temen kamu itu orang kaya. Jadi, hadiah yang kamu kasih harus sesuai dengan standarnya.” Ujar Daniar sambil menatap gaun merah yang kini dipegangnya. Naura menyentuh gaun itu. Kainnya terasa halus sekali. Naura tak tahu pasti apa yang disukai Vanessa, tetapi gaun ini pasti cocok untuk Vanessa.

Naura mengangguk sebagai jawaban. Daniar kemudian menyuruh salah satu pekerjanya membungkuskan gaun itu dan meletakkannya didalam kotak. Daniar kemudian merangkul bahu Naura.

“Kamu sendiri, udah tau mau pakai pakaian apa?” Tanya Daniar yang dijawab anggukan oleh Naura. Daniar mengangguk paham.

“Yaudah. Yuk kita pulang.” Ajak Daniar sambil membawa kotak yang berisi gaun merah.

-ooo-

Naura menatap dirinya dari pantulan cermin. Matanya tampak berkedip berkali-kali seolah tak percaya dengan dirinya yang tampak sangat cantik. Ia harus berterimakasih pada Daniar karena wanita itu telah membantunya merias diri.

Naura menatap Daniar yang tampak termenung. Entah apa yang dipikirkan oleh Daniar sehingga membuat wanita paruh baya itu termenung seperti itu. Naura menggerakkan tangannya menyentuh tangan Daniar. Daniar tersentak, kemudian tersenyum kearah putrinya.

“Ada apa, sayang? Ada yang kurang?” Tanya Daniar sambil menatap lembut Naura. Naura menggeleng, kemudian memutar tubuhnya menghadap Daniar.

‘Mama kenapa?’
Tanya Naura dengan bahasa isyarat. Daniar menghela napas sejenak, kemudian tersenyum.

“Mama gapapa. Anak Mama kelihatan cantik sekali.” Ujar Daniar kemudian mengusap rambut Naura dengan lembut. Naura yang mendengarnya turut tersenyum.

Daniar melirik kearah jam dinding di kamar Naura, “Ayo, Mama anterin kamu.” Ujar Daniar yang langsung ditahan oleh Naura. Daniar menoleh, menatap heran Naura.

‘Mama nggak perlu repot-repot anterin Naura. Naura pergi bareng Ayunita.’
Ungkap Naura dengan bahasa isyarat. Daniar mengangguk paham.

“Jam berapa Ayunita jemput kamu?” Tanya Daniar membuat Naura melirik kearah jam dinding di kamarnya.

‘Seharusnya jam tujuh. Tapi Ayunita masih belum dateng juga.’
Jawab Naura dengan bahasa isyaratnya.

Tak lama, ponsel yang ada didalam tas hitam mini-nya bergetar singkat. Naura segera mengambilnya, lalu membuka pesan yang dikirimkan oleh Ayunita.

Ayunita
Gue udah didepan rumah lo. 

Naura
Oke, aku keluar dulu.

Naura kemudian menyimpan ponselnya kedalam tas hitam mini-nya, lalu kembali menatap Daniar yang tampak penasaran.

‘Pesan dari Ayunita. Katanya dia udah nunggu didepan.
Ujar Naura dengan bahasa isyarat menjawab rasa penasaran Daniar. Naura kemudian menyalim Daniar, dan segera keluar dari kamar meninggalkan Daniar yang kini menghela napas panjang.

Entah kenapa, Daniar tiba-tiba merasa perasaaanya tidak enak. Entah apa yang membuatnya memiliki perasaan seperti itu. Daniar menatap pintu kamar Naura yang tidak tertutup sempurna itu dengan perasaan cemas.

“Jaga diri kamu, nak.” Gumam Daniar kemudian menghela napas lagi.

-ooo-

Naura memasuki mobil hitam yang terparkir didepan rumahnya. Naura menatap takjub Ayunita yang kini tampak begitu menawan. Dress hitam yang dipakainya benar-benar pas ditubuh Ayunita. Rambutnya digulung keatas sehingga menampilkan leher putih jenjangnya.

“Udah? Nggak ada barang-barang lo yang ketinggalan?” Tanya Ayunita memastikan sebelum melesat pergi. Naura mengangguk mantap. Ayunita kemudian menyuruh supirnya bergerak ke rumah Vanessa.

Selama diperjalanan, baik Naura atau Ayunita sama sekali tidak ingin membuka pembicaraan. Naura ingin sekali memuji tampilan diri Ayunita. Namun, ia mengurungkannya karena Ayunita juga enggan berbicara dengannya.

“Lo bawa kado apaan?” Tanya Ayunita memecah keheningan. Naura menoleh dan mendapati Ayunita yang tengah menatap dirinya.

‘Gaun merah dari Butik Mama.’
Jawab Naura dengan bahasa isyaratnya. Ayunita mengangguk, kemudian memalingkan wajahnya menatap jalanan kota.

Perjalanan terasa cepat karena lalu lintas kota saat ini tidak begitu ramai. Mobil hitam Ayunita terparkir sempurna ditempat yang tersedia. Ayunita dan Naura kemudian keluar dari mobil.

Ayunita dan Naura berjalan beriringan masuk kedalam rumah Vanessa yang begitu megah. Banyak tatapan mata yang kini tampak terpesona dengan kecantikan mereka berdua. Naura tampak tersipu malu, sementara Ayunita bersikap tidak peduli. Ayunita dan Naura terus melangkah masuk kedalam sampai sapaan sang empunya rumah terdengar ditelinga mereka.

“Eh, lo berdua udah dateng.” Ujar Vanessa dengan balutan gaun merah yang pas ditubuhnya. Bahunya yang terekspos sempurna itu benar-benar menggoda tatapan nakal dari laki-laki.

“Yuk, ikut gue.” Ajak Vanessa yang diikuti oleh Ayunita dan Naura. Vanessa mengajak mereka ke lantai atas rumahnya. Terlihatlah disana ketiga temannya dengan beberapa pria paruh baya disana. Beberapa pria paruh baya itu menatap Naura dengan tatapan nakal. Naura tampak risih ditatap oleh beberapa pria paruh baya itu.

Vanessa kemudian menggandeng Naura, “Mereka itu temen-temen bokap gue. Jadi lo gausah takut.” Vanessa kemudian memperkenalkan Naura pada pria-pria paruh baya itu. Vanessa kemudian menyuruh Naura untuk duduk disebelah salah satu pria-pria paruh baya itu. Naura dengan berat hati, akhirnya duduk disebelahnya.

Sang pelayan masuk dan mengantarkan gelas-gelas yang berisikan minuman. Naura tampak bingung saat melihat warna cairan didalam gelas itu. Ada yang berwarna hitam, ada yang putih seperti kristal, ada yang berwarna merah, dan lain sebagainya.

“Fotoin kita dong.” Perintah Vanessa lalu menyerahkan ponselnya kepada pelayan yang mengantar minuman. Vanessa kemudian melihat ada jarak penghalang antara Naura dengan pria disebelahnya.

Hitungan untuk mengambil gambar dimulai. Naura tersentak kaget saat merasa ada tangan yang merangkul pinggangnya. Naura menoleh cepat dan mendapatkan pria yang duduk disebelahnya tampak begitu dekat dengannya. Disaat Naura tengah menepis tangan laki-laki itu, disaat itu juga gambar itu diambil.

Pelayan itu kemudian menyerahkan ponsel Vanessa kembali, lalu mengundurkan diri pergi dari hadapan mereka. Vanessa meneliti foto itu, kemudian tersenyum miring.Vanessa memberikan segelas minuman pada Naura.

“Ini minuman khusus buat lo. Rata-rata disini minumannya beralkohol semua. Karena gue tau lo bukan anak clubbing, jadi gue nyuruh pelayan gue buatin jus buat lo.” Ujar Vanessa.

Naura mengambil gelas itu, lalu meneguknya perlahan. Rasa jeruk begitu terasa di dalam mulutnya. Naura menaruh kembali gelas itu diatas meja. Naura merasakan kepalanya begitu pusing. Pandangannya terasa kabur. Ia hanya bisa samar-samar mendengar suara Vanessa yang memanggil namanya. Kemudian semuanya gelap.

-ooo-

Daniar berjalan mondar-mandir sambil berusaha menghubungi Naura yang tak kunjung pulang. Sudah jam 10 malam. Gadis itu sama sekali belum menunjukkan tanda-tanda akan pulang. Apakah terjadi sesuatu pada Naura?

Belum sampai pikiran negatifnya berlanjut, suara ketukan pintu membuatnya dengan segera membuka pintu. Daniar menghela napas lega saat melihat putrinya telah pulang, walau dalam kondisi sedang tidak sadarkan diri. Daniar kemudian menatap Ayunita, seolah meminta kejelasan.

“Malam, Tante. Maaf, pulangnya kemaleman.” Ujar Ayunita, kemudian Daniar mengambil alih Naura.

“Anak saya kenapa? Kok nggak sadarkan diri gini?” Tanya Daniar dengan tatapan curiga. Ayunita mendeham sejenak.

“Naura ke-ketiduran, Tante.” Jawab Ayunita terbata-bata, membuat Daniar semakin menaruh rasa curiga pada Ayunita.

“Kamu yakin anak saya ketiduran?” Tanya Daniar memastikan. Ayunita mengangguk kaku, “I-iya, Tante.” Jawab Ayunita dengan jantung yang berdegup kencang.

Daniar menghela napas, “Yaudah. Terima kasih udah nganter anak saya pulang.” Ujar Daniar kemudian dibalas dengan senyuman oleh Ayunita.

“Ayu pamit dulu, Tante.” Ujar Ayunita sambil menyalim Daniar. Daniar mengangguk, kemudian Ayunita segera mungkin pergi dari kediaman mereka.

Setelah kepergian Ayunita, Daniar membopong Naura menuju ke kamarnya. Daniar melepas sepatu yang dipakai Naura. Tangannya menarik selimut untuk menutupi tubuh putrinya itu. Tak lupa, kecupan selamat tidur untuknya.

Daniar menarik napas sesaat, “Semoga itu cuma perasaan Mama aja.” Ujar Daniar sambil menatap lekat putrinya yang tampak tertidur begitu pulas.

-ooo-

How do you feel about this chapter?

0 0 2 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Oh, My Psychopaths CEO!
491      354     2     
Romance
Maukah kau bersama seorang pembunuh gila sepertiku?
Slash of Life
7431      1525     2     
Action
Ken si preman insyaf, Dio si skeptis, dan Nadia "princess" terpaksa bergabung dalam satu kelompok karena program keakraban dari wali kelas mereka. Situasi tiba-tiba jadi runyam saat Ken diserang geng sepulang sekolah, kakak Dio pulang ke tanah air walau bukan musim liburan, dan nenek Nadia terjebak dalam insiden percobaan pembunuhan. Kebetulan? Sepertinya tidak.
Phased
5331      1602     8     
Romance
Belva adalah gadis lugu yang mudah jatuh cinta, bukan, bukan karena ia gadis yang bodoh dan baperan. Dia adalah gadis yang menyimpan banyak luka, rahasia, dan tangisan. Dia jatuh cinta bukan juga karena perasaan, tetapi karena ia rindu terhadap sosok Arga, abangnya yang sudah meninggal, hingga berusaha mencari-cari sosok Arga pada laki-laki lain. Obsesi dan trauma telah menutup hatinya, dan mengu...
Cerita Sampah
1411      808     3     
Short Story
Cerita tentang kehidupan sekolah yang tak terungkap. Sebuah cerita sampah dari yang tak dianggap.
Beware of your words
670      435     18     
Short Story
This story was about a girl who tried to fight against bully, but she failed.
Suara Kala
6300      1997     8     
Fantasy
"Kamu akan meninggal 30 hari lagi!" Anggap saja Ardy tipe cowok masokis karena menikmati hidupnya yang buruk. Pembulian secara verbal di sekolah, hidup tanpa afeksi dari orang tua, hingga pertengkaran yang selalu menyeret ketidak bergunaannya sebagai seorang anak. Untunglah ada Kana yang yang masih peduli padanya, meski cewek itu lebih sering marah-marah ketimbang menghibur. Da...
Dendam
459      329     3     
Short Story
Dulu, Helena hidup demi adiknya, Kiara. Setelah Kiara pergi, Helena hidup demi dendamnya.
Bilang Pada Lou, Aku Ingin Dia Mati
892      480     4     
Horror
Lou harus mati. Pokoknya Lou harus mati. Kalo bisa secepatnya!! Aku benci Lou Gara-gara Lou, aku dikucilkan Gara-gara Lou, aku dianggap sampah Gara-gara Lou, aku gagal Gara-gara Lou, aku depression Gara-gara Lou, aku nyaris bunuh diri Semua gara-gara Lou. Dan... Doaku cuma satu: Aku Ingin Lou mati dengan cara mengenaskan; kelindas truk, dibacok orang, terkena peluru nyasar, ketimp...
Metanoia
2644      808     2     
True Story
âťťYou, the one who always have a special place in my heart.âťž
The Black Envelope
2508      874     2     
Mystery
Berawal dari kecelakaan sepuluh tahun silam. Menyeret sembilan orang yang saling berkaitan untuk membayarkan apa yang mereka perbuatan. Nyawa, dendam, air mata, pengorbanan dan kekecewaan harus mereka bayar lunas.