Tak terasa sudah sebulan lamanya Naura bersekolah di tempat barunya. Dan selama sebulan itu juga, hubungannya dengan Ayunita dan Bayu semakin erat. Ayunita juga tidak bersikap cuek lagi. Gadis itu berubah menjadi sosok yang sangat cerewet.
Seperti saat ini misalnya. Ketika ia mengatakan lewat bahasa isyarat bahwa dirinya lupa sarapan pagi karena telat bangun. Ayunita kini tengah mengomel panjang padanya. Dan Naura hanya bisa pasrah mendengar omelan panjang Ayunita yang cukup memanaskan telinganya.
“Lo nggak tahu hari ini ada jam olahraga? Kalo lo pingsan karena nggak sarapan gimana?” Ujar Ayunita tampak panik sendiri. Naura hanya tersenyum geli melihatnya. Ayunita yang melihat Naura tersenyum, melotot galak.
“Jangan senyum-senyum! Gue lagi serius, nggak lagi bercanda.” Ujar Ayunita membuat Naura menganggukkan kepalanya.
Ayunita kemudian menarik Naura keluar dari kelas. Naura tampak bingung, kemudian menepuk-nepuk lengan Ayunita agar menghentikan langkahnya. Ayunita menghentikan langkahnya dan menatap kesal Naura.
“Apaan lagi?” Tanya Ayunita.
‘Kita mau kemana?’ Tanya Naura dalam bahasa Isyarat.
Sekarang, Ayunita sudah mulai pandai mengerti arti-arti pergerakan tangan yang ia lakukan. Ayunita mempelajarinya dari Bayu mengingat Bayu yang paham dengan Bahasa Isyarat.
“Bolos sekolah.” Jawab Ayunita asal, membuat mata Naura melotot saat mendengarnya. Naura kemudian melepas tangan ayunita yang memegang tangannya.
‘Aku nggak mau! Kalau kamu mau bolos, bolos aja sendiri.’ Ungkap Naura membuat Ayunita mendengus melihatnya. Tangan Ayunita tergerak menyentil dahi Naura.
“Dasar goblok,” Ayunita berkacak pinggang, “Nggak mungkinlah gue ngajak lo buat bolos sekolah. Bisa-bisa gue diomeli sama nyokap lo.” Ujar Ayunita membuat Naura semakin bingung. Ayunita menghela napas pelan.
“Ke kantinlah, ogeb. Lo ‘kan nggak sarapan pagi. Kalo lo ntar pingsan di lapangan, gue juga yang ribet harus ngangkat lo ke UKS.” Lanjut Ayunita membuat Naura mengangguk paham.
Ayunita kembali menarik Naura menuju ke Kantin. Belum sampai kaki mereka menginjak lantai Kantin, bel masuk berbunyi dan membuat mereka saling bersitatap.
“Mampus dah lo! Mending lo ntar minta izin aja sama Pak Dadang biar nggak ikut ujian praktek.” Ujar Ayunita yang dijawab gelengan oleh Naura.
‘Kamu tenang aja. Aku kuat kok.’ Ungkap Naura dengan bahasa isyaratnya membuat Ayunita mendecih pelan kala melihatnya.
“Awas aja kalo lo ntar pingsan di lapangan. Gue biarin lo tergeletak di lapangan.” Ujar Ayunita membuat Naura hanya tertawa tanpa suara saat mendengarnya. Ia tahu pasti, Ayunita tidak akan setega itu.
-ooo-
“Oke semuanya. Kita lakukan pemanasan dulu. Hitungan dua kali delapan.” Ujar Pak Dadang membuat seluruh siswa lelaki tampak menghela napas panjang.
“Yaelah, Pak. Nggak bisa langsung mulai aja? Nggak perlu pemanasan, badan saya udah hot kok, Pak.” Ujar salah satu siswa membuat teman-temannya tertawa saat mendengarnya. Pak Dadang berkacak pinggang sambil menatap siswa yang barusaja berbicara dengannya.
“Jangan banyak protes! Semakin lama kalian menunda waktu, semakin lama juga saya kasih kalian bermain.” Ujar Pak Dadang membuat mereka menyeru kecewa.
“Dua kali delapan.” Ujar Pak Dadang lalu mereka memulai kegiatan pemanasan mereka. Naura sedaritadi merasa perutnya sakit sekali. Naura hanya bisa menggigit bibir bawahnya demi menahan rasa sakitnya saat ini. Ia hanya bisa menyesali tindakannya yang tidak ingin sarapan pagi tadi.
“Pak!” Seru Ayunita mengangkat tangannya. Pak Dadang yang tengah menatap muridnya agar melakukan pemanasan langsung menatap Ayunita.
“Ya. Ada apa, Ayunita?” Tanya Pak Dadang membuat aktivitas pemanasan itu terhenti seketika. Seluruh murid tampak menatap kearahnya.
“Naura lagi nggak enak badan, Pak. Perutnya lagi sakit.” Ujar Ayunita kemudian pandangan Pak Dadang terarah kearah Naura. Naura yang ditatap tampak gugup.
“Benarkah begitu, Naura?” Tanya Pak Dadang, kemudian dijawab anggukan kaku oleh Naura. Pak Dadang kemudian menyuruh Naura untuk duduk saja.
Para murid yang lain tampak protes, namun segera diamankan oleh Pak Dadang dengan mengancam nilai mereka. Mereka kemudian melanjutkan pemanasan mereka.
15 menit berlalu. Akhirnya pemanasan yang cukup membosankan itu berakhir juga. Pak Dadang kemudian memanggil seluruh siswa laki-laki untuk berkumpul di lapangan, sementara siswi perempuan beristirahat terlebih dahulu. Pak Dadang kemudian membagi mereka menjadi dua tim karena permainan yang mereka pilih adalah permainan Sepak Bola.
Merekapun kemudian menuju ke tempat mereka masing-masing. Permainan Sepak Bola pun dimulai. Mereka saling memperebutkan, mengejar bahkan menendang berkali-kali demi mencetak gol.
30 menit berlalu. Akhirnya permainan mereka berakhir dengan skor 3-5. Pihak yang menang memberikan hukuman kepada pihak yang kalah, seperti yang biasa mereka lakukan. Hukuman yang biasa diberikan yaitu push up 15 kali.
Dan inilah saatnya bagi siswi perempuan untuk bermain. Ayunita tampak terkejut saat Naura hendak ikut dalam permainan Basket. Ayunita melotot galak, seolah menyuruh Naura untuk duduk saja. Naura menggeleng, kemudian memberikan senyum menenangkannya. Ayunita yang melihatnya hanya mampu menghela napas.
“Kamu yakin mau ikut?” Tanya Pak Dadang memastikan. Naura mengangguk mantap disertai kedua jempolnya sebagai tanda ia siap. Pak Dadang yang melihatnya mengangguk, kemudian membagi sekumpulan gadis remaja itu menjadi dua tim. Mereka memilih ketua tim masing-masing. Naura satu tim dengan Ayunita yang merupakan ketua tim mereka.
Merekapun memulai kegiatan main basket mereka. Para siswa laki-laki tampak seru melihat permainan mereka. Seru karena melihat tingkah konyol siswi perempuan saat bermain. Ada yang berteriak, ada yang berlari-lari saja seperti tidak ada tujuan, dan bahkan ada yang sesuka hatinya melempar kesembarang arah.
Naura menghentikan larinya ketika rasa sakit kembali menyerang perutnya. Kali ini rasa sakitnya tidak bisa ia tahan sampai-sampai ia tidak mendengar teriakan dari salah satu siswi yang melemparkan bola kearahnya. Ayunita yang menyadarinya segera mungkin berlari untuk menepis bola itu. Tetapi rasanya tidak mungkin. Jaraknya terlalu jauh dengan posisi Naura saat ini.
“Naura, awas!” Seru Ayunita kemudian membuat Naura tersadar. Melihat bola yang semakin dekat kearahnya, membuatnya hanya bisa menutup wajahnya dengan tangannya sebagai pelindung.
Tiba-tiba, seseorang datang menepis bola itu ke sembarang arah. Semua orang di lapangan itu tampak terkejut sekali saat melihat kehadiran orang itu yang tidak pernah terduga. Terlebih dengan Ayunita yang kini menghentikan larinya.
“Kak Bayu?” Ucap Ayunita serasa tak percaya dengan kehadiran Bayu yang tiba-tiba menolong Naura. Bayu menatap tajam gadis yang melempar bola itu kearah Naura tadi.
“Kalo lo nggak bisa main, mending keluar dari lapangan.” Ujar Bayu dengan dinginnya, kemudian menatap Naura yang kini tampak menggigit bibir bawahnya. Tangannya tampak memegang perutnya.
Bayu kemudian menggendong Naura membuat semua tampak syok saat melihatnya. Sama halnya dengan Naura yang kini digendong tampak melotot kaget kearah Bayu yang berwajah datar saat ini. Kaki Ayunita serasa melemas saat melihat adegan romantis yang baru terjadi didepan matanya. Iapun tersungkur di lapangan, menggeleng tak percaya apa yang barusaja dilihatnya.
-ooo-
Bayu meletakkan tubuh Naura diatas ranjang yang ada di Ruang UKS. Bayu kemudian duduk disalah satu kursi yang tersedia, menatap Naura yang kini meringis kesakitan memegang perutnya.
“Kamu kenapa?” Tanya Bayu datar. Naura menoleh menatap Bayu yang kini tampak menyeramkan dimatanya. Naura yang melihatnya menelan salivanya susah payah.
‘Aku baik-baik aja. Cuma sakit perut biasa.’ Jawab Naura dengan bahasa isyaratnya.
Bayu menghela napasnya, “Kalo enggak ada aku tadi disana, kamu udah celaka.” Bayu kemudian memegang tangan Naura. Naura tampak terkejut, “Jangan ceroboh. Jangan bersikap kayak gitu lagi cuma demi nilai praktek. Pentingin kesehatan kamu.” Ujar Bayu lebih lembut. Naura yang mendengarnya entah mengapa hatinya merasa hangat. Naura kemudian tersenyum menenangkan. Tangan mungilnya membalas pegangan tangan Bayu lebih erat.
-ooo-
Ayunita bergegas menuju ke ruangan UKS. Ia begitu mengkhawatirkan teman keras kepalanya itu. Ia juga sudah tidak sabar ingin mengomel lagi.
“Naura, lo–” Ucapan Ayunita seketika terhenti bersamaan dengan langkah kakinya saat melihat tangan Bayu dan Naura saling berpaut.
Melihat kehadiran Ayunita yang tiba-tiba, membuat mereka reflek langsung melepas pegangan tangan mereka. Mereka tampak salah tingkah sekarang. Ayunita kemudian mendeham demi mencairkan suasana yang terasa canggung.
Ayunita kemudian melangkah menghampiri mereka. Mata Ayunita menatap Naura yang kini tampak gugup. Bayu kemudian bangkit dari duduknya, menyuruh Ayunita untuk duduk.
“Kalo gitu, gue pergi dulu.” Pamit Bayu yang dijawab anggukan oleh mereka. Ruang UKS itu kini menyisakan dua orang. Naura yang kini masih salah tingkah dan Ayunita yang kini tak tahu ingin mengatakan apa.
“Kak Bayu tadi,” Ayunita kemudian menatap Naura dengan memicingkan matanya, “Ngapain megang tangan lo?” Tanya Ayunita membuat Naura semakin salah tingkah.
‘Itu nggak seperti yang kamu lihat. Kak Bayu cuma khawatir sama keadaan aku.’ Ungkapnya dengan bahasa isyarat. Walau terbesit rasa curiga dihatinya, Ayunita memilih untuk menganggukkan kepalanya.
“Jadi gimana sekarang? Perut lo udah baikan?” Tanya Ayunita mengganti topik pembicaraan. Naura menganggukkan kepalanya.
Ayunita menghela napas panjang, “Untung aja ada Kak Bayu yang nyelamatin lo. Kalo enggak ada dia, gimana?” Ujar Ayunita membuat Naura hanya tersenyum menanggapinya. Dan selanjutnya, mereka larut dalam pemikiran mereka masing-masing.
-ooo-
Ayunita memasuki kamarnya, kemudian menghempas tubuhnya diatas kasur. Matanya kini menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya tampak berkecambuk sekarang. Kondisi hatinya saat ini juga sedang buruk. Sejak kejadian Bayu yang menolong Naura ditambah dengan pegangan tangan saat di UKS tadi membuat hatinya semakin tak menentu. Ia juga tak paham, apa yang menyebabkan hatinya merasakan hal semacam itu.
Ayunita menghela napas panjang. Ia memang mengagumi sosok Bayu sejak awal ia menginjakkan kakinya di sekolah itu. Tetapi mungkinkah ia memiliki rasa melebihi rasa kagum? Ayunita menggelengkan kepalanya. Itu tidak mungkin. Tidak mungkin jika dirinya memiliki rasa lebih seperti itu.
“ARGH!” Teriak Ayunita sambil mengacak-acak rambutnya. Pintu kamarnya tiba-tiba dibuka. Terlihatlah Mbok Ina masuk kedalam dengan tergopoh-gopoh. Wajah tuanya tampak khawatir.
“Ada apa, neng? Kok teriak-teriak? Mbok sampe kaget dengernya.” Ujar Mbok Ina membuat Ayunita menghela napas panjang.
“Mbok,” Panggil Ayunita kemudian menarik Mbok Ina untuk duduk didekatnya, “Pas disekolah tadi, Ayu lihat Kak Bayu pegangan tangan sama Naura. Perasaan Ayu jadi aneh. Nggak enak gitu.” Ujar Ayunita bercerita. Mbok Ina menggerakkan tangannya mengusap rambut panjang Ayunita.
“Itu artinya neng Ayu cemburu.” Tutur Mbok Ina membuat Ayunita terpaku mendengarnya.
Mata Ayunita berkedip beberapa kali, “Itu nggak mungkin, Mbok. Ayu Cuma kagum aja kok sama Kak Bayu.” Ujar Ayunita berusaha menyangkal. Mbok Ina tersenyum penuh arti.
“Neng, ada keadaan dimana ketika semua terjadi nggak pernah kita duga. Seperti halnya jatuh cinta. Neng nggak tahu kapan rasa itu tumbuh di hati neng Ayu.” Ujar Mbok Ina kemudian pamit keluar meninggalkan Ayunita yang tampak tertegun memikirkan kalimat yang diucapkan Mbok Ina barusan.
Sementara itu, Naura juga tampak tersenyum ketika mengingat kejadian yang dialaminya tadi. Bayu, sosok lelaki itu sudah 2 kali menjadi orang yang menolongnya. Lelaki yang tanpa sadar membuat dirinya merasakan perasaan yang berbeda. Perasaan yang melebihi perasaan seorang teman.
“Hei,” Panggil Daniar saat melihat putri semata wayangnya tampak tersenyum-senyum sendiri, “Kamu kenapa?” Tanya Daniar membuat Naura menggeleng cepat.
Daniar menaikkan satu alisnya, merasa curiga dengan gelagat putrinya yang aneh. “Kamu yakin? Mama lihat, kamu senyum-senyum sendiri. Ada apa?” Tanya Daniar semakin menyudutkan. Naura tampak salah tingkah, kemudian menjawab dengan gelengan.
“Oh iya, cowok yang tadi berdiri disebelah kamu siapa?” Tanya Daniar tampak penasaran dengan sosok remaja tampan yang tampak dekat dengan putrinya. Naura semakin salah tingkah saat Ibunya menanyakan hal itu.
‘Namanya Bayu. Temen Naura.’ Ungkap Naura dengan bahasa Isyarat walau tangannya tampak gemetar saat mengungkapkannya. Daniar terdiam sesaat. Meneliti wajah putrinya yang tampak memerah sekarang. Daniar kemudian tersenyum penuh arti.
“Pacar kamu ya?” Ujar Daniar membuat Naura melotot kaget saat mendengarnya. Kepalanya tergerak cepat untuk menggeleng sekuat mungkin. Daniar yang melihat reaksi berlebihan Naura hanya bisa tertawa. Tampaknya, putrinya kini tengah jatuh cinta.
“Kapan-kapan, ajak dia ke rumah ya. Mama mau kenal lebih dekat sama dia.” Ujar Daniar membuat Naura menggigit bibir bawahnya gugup. Naura kemudian bangkit dari duduknya, meninggalkan Daniar yang kini tampak tersenyum simpul.
-ooo-
Naura mendecak pelan saat mengingat tingkahnya didepan Daniar tadi. Tetapi, bukan salah dirinya. Salah Daniar yang tiba-tiba membahas Bayu padanya. Terlebih lagi Daniar bertanya hal yang cukup membuat jantungnya berdetak dua kali lebih cepat.
Ponsel Naura berdering singkat, menandakan sebuah pesan masuk. Naura dengan cepat meraihnya dan melotot kaget saat melihat nama Bayu yang tertera di layar ponselnya. Perlahan, ibu jarinya tergerak memencet pesan yang barusaja diterimanya.
Bayu
Gimana keadaan kamu? Udah baikan?
Naura
Udah mendingan.
Naura kemudian meletakkan begitu saja ponselnya diatas meja. Selang beberapa detik, ponselnya kembali berdering singkat. Naura meraih kembali ponselnya, kemudian dahinya berkerut saat membaca isi pesan dari Bayu.
Bayu
Besok, kamu bisa temuin aku di taman sekolah pas pulang sekolah?
Aku mau ngomong sesuatu, dan itu penting.
Naura tampak berpikir keras tentang apa yang akan dibicarakan Bayu besok padanya. Pikirannya kini dipenuhi dengan berbagai macam pertanyaan. Naura menarik napas panjang, kemudian memantapkan hatinya untuk membalas pesan itu.
Naura
Oke.
Naura menghembuskan napas kasar setelah membalas pesan itu. Ia tidak ingin memikirkan hal lain lagi yang membuat kepalanya pusing. Sudah cukup. Naura kemudian menghempaskan tubuhnya diatas ranjangnya. Mencoba mengistirahatkan fisiknya yang terasa cukup lelah. Masalah Bayu yang ingin mengatakan apa besok, biarlah. Yang terpenting, ia harus kembali sehat agar ia bisa bersekolah seperti biasa.
-ooo-
Pagi menjelang. Mentari kini bersinar dengan cerah membuat burung-burung kini berkicau seolah menyapa sang mentari pagi. Naura saat ini tengah melangkahkan kakinya menuju kemana kelasnya berada. Langkah kakinya tiba-tiba terhenti disaat melihat Vanessa dan ketiga temannya sedang melangkah dari arah depan. Naura ingin sekali memutar tubuhnya, tetapi tidak ada jalan lain selain jalan itu menuju ke kelasnya. Mau tak mau, ia harus berhadapan dengan Vanessa, setelah sekian lama gadis itu tidak mengusik hidupnya.
“Van,” Panggil Lolita sambil menunjuk kearah Naura dengan dagunya.
Vanessa yang melihatnya tersenyum miring. Sebuah hiburan dipagi hari tampaknya tidak buruk. Vanessa kemudian menggerakkan kakinya menuju ke arah Naura. Vanessa kemudian mengarahkan tubuhnya menghadap Naura. Vanessa tampak menghalangi jalan Naura yang kini tak juga mendongakkan kepalanya.
Tangan Vanessa tergerak ingin mengambil tas yang kini dipakai Naura. Belum sampai Vanessa meraihnya, sebuah tangan menepisnya dengan kasar, membuatnya terkejut. Matanya lebih terkejut saat melihat siapa orang yang menepis tangannya sekasar itu.
“Kak .. Bayu?” Ujar Vanessa serasa tak percaya. Bayu menyorot tajam kearah Vanessa, kemudian berdiri ditengah-tengah mereka. Posisi Bayu dan Vanessa tampak dekat sekali. Vanessa yang merasakan aura tak enak, menelan salivanya susah payah.
“Bisa nggak lo sekali aja enggak ngeganggu hidup Naura?” Tanya Bayu dengan nada dingin. Vanessa terdiam, enggan menjawab ucapan Bayu. Ketiga temannya yang kini berdiri diseberang tampak menatap Vanessa khawatir.
“Dari dulu sampe sekarang, lo nggak berubah, ya.” Bayu kemudian menghela napas panjang, “Mau sampe kapan lo hidup dengan cara mem-bully orang?” Ujar Bayu kemudian menggenggam tangan Naura, membuat Vanessa yang melihatnya terkejut, seolah tak percaya. Kemudian Bayu menghadap kearah seluruh siswa yang tampak berbisik-bisik.
“Mulai sekarang, siapapun yang berniat ngeganggu hidup Naura, berurusan sama gue.” Bayu kemudian menatap Vanessa yang masih syok sekarang, “Terkhusus buat lo. Sedikit aja lo berani nyentuh Naura, gue nggak segen-segen permaluin lo didepan umum. Nggak peduli lo sekaya apa dan seberkuasa apa disekolah ini.” Ujar Bayu tampak memperingati, kemudian menarik Naura pergi dari hadapan Vanessa.
Ketiga temannya langsung menghampiri Vanessa yang tampak terdiam. Terlebih mereka tahu, Vanessa begitu mengincar sosok Bayu sejak dirinya menginjakkan kaki di sekolah itu. Vanessa pasti merasakan sakit hati atas penuturan Bayu yang membela Naura ketimbang dirinya.
“Van, lo gapapa ‘kan?” Tanya Farrel memastikan. Vanessa tak menjawab, ia malah memutar tubuhnya menatap punggung kedua insan yang mulai menjauh itu. Kemudian pandangannya jatuh pada kedua tangan mereka yang saling tertaut. Tangannya mengepal erat.
“Gue nggak terima hal ini,” Ujar Vanessa kemudian menatap ketiga temannya yang kini juga menatapnya, “Kita harus bermain lebih serius. Kak Bayu milik gue. Nggak ada satupun orang disini yang bisa ngerebut dia dari gue. Terlebih untuk anak cacat yang nggak tau diri itu.” Lanjutnya dengan mata menyorot tajam.
-ooo-
Naura berusaha melepas genggaman tangan Bayu yang cukup erat memegang tangan mungilnya. Bayu yang merasa Naura ingin melepaskan tangannya, mendengus pelan, kemudian melepaskan tangan Naura. Bayu kemudian menatap Naura yang kini menyorot bingung kearahnya.
“Kamu kenapa diam gitu aja pas mau di-bully sama dia?” Tanya Bayu mengeluarkan unek-unek didalam hatinya. Naura menghela napas panjang, kemudian tersenyum.
‘Nggak ada gunanya ngelawan orang kayak mereka. Yang ada, mereka bakalan ngeganggu aku lebih sering. Aku cuma nggak mau cari masalah di sini. Tujuan aku itu belajar, bukan cari masalah sama orang yang nggak penting kayak mereka.’ Ungkap Naura dengan bahasa isyaratnya. Bayu yang melihatnya menarik napas dalam-dalam, kemudian tangan besarnya tergerak menepuk puncak kepala Naura sambil tersenyum manis.
“Gimana bisa Tuhan ciptain manusia kayak kamu di muka bumi ini?” Ujar Bayu kemudian meninggalkan Naura yang tampak mematung dengan wajah memerah. Bayu melambai singkat, membuat Naura tanpa sadar tersenyum kecil.
“Terima kasih, Bayu.” Ujar Naura didalam hatinya, kemudian melangkah masuk kedalam kelasnya.
-ooo-
Naura menatap bingung Ayunita yang tampak lebih diam. Sejak kedatangannya ke sekolah, wajah gadis itu sama sekali tidak berubah. Tampak cemberut dan tidak ada seulas senyumpun tercetak di wajahnya. Naura yang tidak tahan didiamkan, menepuk pundak Ayunita. Ayunita menoleh sedikit, tampak enggan menatap Naura.
‘Kamu kenapa?’ Tanya Naura dengan bahasa isyaratnya. Ayunita menggeleng sebagai jawaban, kemudian melanjutkan kegiatan makannya. Naura tak ada pilihan lain, selain menulis panjang pada notebook-nya. Setelah Naura rasa cukup, Naura kemudian mengoyakkannya dan menyerahkannya pada Ayunita. Ayunita melirik kearah selembar kertas yang terarah didepannya. Kemudian membaca tulisan yang ada didalam kertas itu.
‘Kalo kamu ada masalah, ceritain sama aku. Manatahu, dengan cara kamu bercerita, masalah yang kamu hadapi bisa selesai.’
Ayunita kemudian meletakkan sendoknya, lalu menatap Naura yang kini tersenyum padanya. Ayunita menghela napas panjang. Bersiap menyampaikan apa yang sudah begitu terpendam didalam hatinya.
“Sebenernya gue–”
Suara bel masuk kelas berbunyi membuat Ayunita mendengus kesal. Tampaknya, ini sebuah pertanda bahwa dirinya tidak perlu mengatakan yang sejujurnya pada Naura. Ia harus memendamnya sendiri. Naura masih menatapnya penasaran dengan apa yang akan disampaikannya.
“Gapapa. Lupain aja.” Ujar Ayunita lalu bangkit dari duduknya, melangkah pergi meninggalkan Naura dalam kebingungannya.
-ooo-
Suara bel pulang sekolah berbunyi, membuat seluruh murid berseru girang. Mereka sudah lama menanti suara bel ini untuk berbunyi. Begitu juga dengan Bayu yang kini tampak tersenyum simpul saat mengingat apa yang akan dilakukannya sehabis pulang sekolah hari ini. Bayu mengeluarkan ponselnya dari saku celananya. Kedua ibu jarinya tampak lihai bergerak diatas keypad ponselnya. Setelah siap dengan urusan ponsel, Bayu kemudian bergegas menuju ke Taman.
Naura saat ini tengah menyusun peralatan belajarnya kemudian memasukkannya kedalam tasnya. Begitu juga dengan Ayunita. Naura dapat merasakan ponselnya bergetar didalam tasnya, membuatnya meraih cepat ponselnya. Matanya menyipit kala membaca nama Bayu yang tertera dilayar ponselnya. Dengan segera, ibu jarinya memencet pesan yang dikirim oleh Bayu itu.
Bayu
Aku cuma mau ingetin aja. Manatahu kamu lupa kalo kita ada janjian ketemuan di Taman sekolah.
“Dari siapa?” Suara Ayunita tiba-tiba terdengar membuatnya terjengit kaget. Naura tampak gugup, kemudian menjawabnya dengan bahasa isyarat.
‘Dari Mama. Katanya Mama jemput aku agak telat.’ Ungkap Naura membuat Ayunita menganggukkan kepalanya, walau terbesit rasa curiga.
“Yaudah, yuk pulang.” Ajak Ayunita yang dijawab anggukan oleh Naura. Mereka kemudian keluar dari kelas. Ayunita dibuat bingung saat melihat Naura berbelok kekanan, dan bukan ke kiri.
“Naura?” Panggil Ayunita membuat Naura memutar tubuhnya menatap Ayunita. Naura menaikkan alisnya, seolah menjawab 'ada apa'.
Ayunita kemudian menunjuk kearah jalan yang ada dihadapannya, “Arah pulang kesana, bukan kesitu.” Ujar Ayunita membuat Naura semakin gugup.
‘Aku mau ke toilet bentar. Jadi lewat sini.’ Ungkapnya berusaha mencari alasan yang pas. Ayunita mengernyit heran dengan tingkah laku Naura yang terlihat aneh.
“Yaudah, gue temenin kalo gitu.” Ujar Ayunita yang dijawab gelengan cepat oleh Naura. Wajah Naura tampak panik membuat Ayunita dibuat bingung.
Ayunita mengernyit bingung, “Lo kenapa sih? Sikap lo aneh banget.” Tanya Ayunita yang sudah dibuat bingung oleh Naura. Naura menggeleng, seolah mengatakan ia tidak apa-apa.
“Yakin nih nggak mau ditemenin?” Tanya Ayunita memastikan. Naura mengangguk, kemudian Ayunita menghela napas pelan.
“Yaudah, gue cabut duluan. Jaga diri lo.” Ujar Ayunita lalu berjalan meninggalkan Naura yang kini bergerak cepat menuju ke tempat yang dijanjikan Bayu padanya.
Bayu tersenyum senang saat melihat Naura dari kejauhan menuju ke arahnya. Perlahan tapi pasti, Naura sudah berdiri berhadapan dengan Bayu. Bayu tertawa kecil ketika melihat rambut Naura berantakan. Tangan besarnya tergerak merapikan rambut Naura yang berantakan.
“Yaampun. Abis ngapain sih? Kok berantakan gini rambutnya?” Tanya Bayu masih dengan kegiatannya merapikan rambut Naura. Naura menjawab dengan bahasa isyarat.
‘Aku tadi lari-lari biar bisa ketemu sama kamu disini.’
Bayu tertawa saat melihat jawaban yang diberikan Naura. Kemudian mengajak Naura untuk duduk bersisian dengannya di bangku taman.
“Ada hal yang ingin aku bicarain sama kamu.” Ujar Bayu kemudian meraih tangan Naura, “Naura, aku nggak tau gimana cara nyampaikannya, tapi aku akan berusaha keras biar nggak terlihat malu-maluin didepan kamu.” Ujar Bayu membuat Naura semakin bingung.
“Aku suka sama kamu, Ra.” Ujar Bayu dengan senyum yang melekat diwajah tampannya. Naura yang mendengarnya terkejut, kemudian menarik tangannya segera. Bayu bahkan dibuat terkejut juga dengan sikap Naura yang tiba-tiba menarik tangannya.
‘Jangan bercanda. Aku nggak suka.’ Ungkap Naura dengan bahasa isyarat. Bayu yang melihatnya menghela napas pelan.
“Aku nggak pernah main-main kalo tentang perasaan. Aku beneran suka sama kamu.” Ujar Bayu membuat Naura menggeleng saat mendengarnya.
‘Kita berbeda. Kamu terlalu sempurna untuk seorang anak disabilitas kayak aku.’ Ungkap Naura membuat Bayu tersenyum penuh arti.
“Didunia ini, nggak ada yang sempurna, Ra. Aku nggak masalah pacaran sama kamu. Karena aku nggak mandang kamu dari kekurangan dan kelebihan kamu, tetapi dari ketulusan hati kamu.” Ujar Bayu kemudian menangkup kedua pipi Naura menatap lamat-lamat mata Naura yang kini tampak sendu.
“Aku janji, aku nggak bakalan ninggalin kamu. Aku janji, akan selalu ada disaat kamu lagi ada masalah. Aku janji, akan menjadi orang yang pertama dan terakhir buat kamu.” Lanjutnya, kemudian Naura tersenyum mendengarnya.
“Jadi gimana? Kamu mau jadi pacar aku?” Tanya Bayu yang dijawab anggukan oleh Naura. Bayu yang melihatnya tersenyum bahagia, kemudian menarik Naura kedalam dekapannya. Naura awalnya terkejut, kemudian membalas pelukan Bayu. Merasakan kehangatan diantara mereka.
Tanpa mereka sadari, sepasang mata tampak menyaksikan mereka sedaritadi. Kedua mata itu tampak berair. Perlahan mata itu tertutup, hingga airmata membasahi kedua pipinya.
-ooo-
The Black Envelope
2509
875
2
Mystery
Berawal dari kecelakaan sepuluh tahun silam. Menyeret sembilan orang yang saling berkaitan untuk membayarkan apa yang mereka perbuatan.
Nyawa, dendam, air mata, pengorbanan dan kekecewaan harus mereka bayar lunas.
How Precious You're in My Life
11906
2007
2
Romance
[Based on true story Author 6 tahun]
"Ini bukanlah kisah cinta remaja pada umumnya." - Bu Ratu, guru BK.
"Gak pernah nemuin yang kayak gini." -Friends.
"Gua gak ngerti kenapa lu kayak gini sama gua." -Him.
"I don't even know how can I be like this cause I don't care at all. Just run it such the God's plan." -Me.
Suara Kala
6301
1998
8
Fantasy
"Kamu akan meninggal 30 hari lagi!"
Anggap saja Ardy tipe cowok masokis karena menikmati hidupnya yang buruk. Pembulian secara verbal di sekolah, hidup tanpa afeksi dari orang tua, hingga pertengkaran yang selalu menyeret ketidak bergunaannya sebagai seorang anak.
Untunglah ada Kana yang yang masih peduli padanya, meski cewek itu lebih sering marah-marah ketimbang menghibur.
Da...
Bullying
533
322
4
Inspirational
Bullying ... kata ini bukan lagi sesuatu yang asing di telinga kita. Setiap orang berusaha menghindari kata-kata ini. Tapi tahukah kalian, hampir seluruh anak pernah mengalami bullying, bahkan lebih miris itu dilakukan oleh orang tuanya sendiri.
Aurel Ferdiansyah, adalah seorang gadis yang cantik dan pintar. Itu yang tampak diluaran. Namun, di dalamnya ia adalah gadis rapuh yang terhempas angi...
The Eternal Witch
20067
2723
6
Fantasy
[Dunia Alternative]
Perjalanan seorang pengembara dan petualang melawan dan memburu entitas Penyihir Abadi. Erno Orkney awalnya hanyalah pemuda biasa: tak berbakat sihir namun memiliki otak yang cerdas. Setelah menyaksikan sendiri bagaimana tragedi yang menimpa keluarganya, ia memiliki banyak pertanyaan-pertanyaan di benaknya.
Dimulai dari mengapa ia menerima tragedi demi tragedi, identitasnya...
Black Envelope
324
219
1
Mystery
Berawal dari kecelakaan sepuluh tahun silam. Menyeret sembilan orang yang saling berkaitan untuk membayarkan apa yang mereka perbuatan.
Nyawa, dendam, air mata, pengorbanan dan kekecewaan harus mereka bayar lunas.
Mystique war
381
251
6
Short Story
The world is in total destruction, what will the powerful sorcerers do?
Partial
349
240
2
Short Story
Tentang balas dendam yang biasa saja. Tentang niat membunuh seekor babi dengan kebenciannya.
3.12am
582
328
2
Short Story
the story of a girl that has been experiencing weird things in her house and around her. she tried fixing the situation, she fixed it. but can she end it?