“Nanti kamu dijemput Mang Ujang ya, nak. Mama nggak bisa jemput kamu hari ini. Mama ada urusan di Butik.” Ujar Daniar yang dijawab anggukan oleh Naura. Naura melepas seatbelt-nya, lalu mengecup singkat kedua pipi Daniar. Naura keluar dari mobil, lalu melambai kearah Daniar sebelum mobil hitam itu melesat pergi dari hadapannya.
Naura berbalik dan menatap sekolahnya untuk kedua kalinya. Hari ini adalah hari keduanya bersekolah ditempat ini. Naura menarik napas dalam-dalam, kemudian berucap dalam hati bahwa ia bisa menjadi normal seperti yang lainnya.
Naura melangkah masuk kedalam gedung sekolahnya. Naura melangkah santai dengan raut wajah tenang walau ia samar-samar mendengar bisikan tak sedap tentang dirinya. Ada yang mengatakan bahwa dirinya tak pantas bersekolah disini, ada yang mengatakan bahwa anak cacat sepertinya seharusnya bersekolah di sekolah berkebutuhan khusus, bahkan lebih parahnya ada yang mengatakan bahwa dirinya itu anak cacat yang beruntung bisa bersekolah di tempat ini.
Naura menghela napas pelan. Ia tak mau ambil pusing omongan orang-orang disekitarnya. Toh, yang menjalani hidup adalah dirinya, bukan orang-orang yang barusaja menghinanya. Bukankah begitu?
Naura memasuki kelasnya dan mendapati Ayunita tengah sibuk dengan earphone yang terpasang pada kedua lubang telinganya. Naura tersenyum hangat, kemudian melangkah mendekati gadis yang sibuk dengan dunianya sendiri itu.
Naura kemudian duduk disebelahnya, menatap Ayunita yang tampak menggerakkan kepalanya mengikuti alunan lagu yang tengah didengar oleh gadis itu. Ayunita sepertinya tidak sadar dengan kehadiran Naura. Naura kemudian menepuk pundak Ayunita agar gadis itu kembali pada dunia sekitarnya. Ayunita tampak kaget, kemudian mendengus kesal saat tahu Naura-lah yang menepuknya. Ayunita melepas earphone yang terpasang ditelinganya.
“Kenapa?” Tanya Ayunita yang dijawab gelengan oleh Naura. Naura kemudian menulis sesuatu pada notebook yang menggantung dilehernya. Lalu membalikkannya menghadap Ayunita.
‘Kamu kelihatan asik banget sama dunia kamu.’
“Daripada gue tidur dikelas, mending dengerin musik.” Sahut Ayunita santai, kemudian mencabut earphone yang tersambung pada ponselnya dan menyimpannya pada kantong roknya. Naura menuliskan sesuatu pada notebook-nya, kemudian membalikkannya menghadap Ayunita.
‘Kamu mau nggak, ngajak aku keliling sekolah? Aku masih nggak gitu paham sama sekolah ini.’
“Oke. Ntar istirahat bareng gue.” Ujar Ayunita membuat Naura tersenyum senang, kemudian menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
Bel masuk berbunyi membuat mereka harus menghentikan percakapan mereka. Guru pun masuk menandakan kegiatan belajar akan dimulai.
-ooo-
Bel Istirahat berbunyi. Seluruh murid SMA DharmaWangsa segera keluar dari kelas mereka. Ayunita dan Naura kini tampak berjalan beriringan mengitari sekolah. Sesuai janjinya, Ayunita mengajak Naura untuk berkeliling sekolah.
“Ini ruang laboratorium. Ada lab Kimia, lab Komputer, yang lain sebagainya.” Ujar Ayunita membuat Naura termangut-mangut mengerti. Mereka kemudian melanjutkan langkah mereka. Kemudian berhenti pada satu ruangan yang membuat Naura tampak antusias.
“Kayak yang lo liat, ini ruang Perpustakaan. Tempat bagi anak kutu buku kayak mereka.” Ujar Ayunita membuat satu anak SMA berkacamata menoleh kearahnya. Ayunita tampak tak peduli, kemudian mengajak Naura kembali berkeliling.
Kali ini mereka berhenti tepat di Kantin. Naura tampak menghela napas pelan saat melihat kantin begitu ramai. harus diakui, Naura benci dengan yang namanya Kantin. Karena dulu ia pernah di-bully tepat di Kantin sekolah. Dan itu tampaknya membuat rasa takut menetap di hatinya.
“Yah, ini namanya kantin.” Ujar Ayunita kemudian menarik Naura untuk duduk disalah satu kursi Kantin.
“Lo mau pesen apa? Biar gue pesenin.” Ujar Ayunita membuat Naura menggeleng. Naura kemudian menulis sesuatu pada notebook-nya, lalu membalikkan arahnya menghadap Ayunita.
‘Aku udah bawa bekal dari rumah.’
Ayunita mengangguk paham saat matanya menangkap kotak makan yang dipegang Naura. “Yaudah, lo tunggu disini. Gue mau pesen makanan.” Ujar Ayunita yang dijawab anggukan oleh Naura. Ayunita perlahan pergi dari hadapannya.
Naura menatap orang-orang yang tampak begitu akrab berbicara dengan temannya. Ada yang berteriak, ada yang tampak kesal diganggu oleh temannya dan ada juga yang tertawa senang. Naura menghela napas pelan. Ia ingin sekali merasakan kehangatan dalam perkumpulan teman.
Namun, tampaknya yang mampu menerima dirinya saat ini hanyalah Ayunita. Gadis itu walau masih bersikap cuek, setidaknya tidak mengacuhkannya dikala ia membutuhkan. Seperti tadi, saat ia kesulitan menjawab pertanyaan. Ayunita dengan senang hati membantunya menjawab pertanyaan itu. Dan Naura perlu mensyukuri hal itu.
Naura menghela napas sesaat, kemudian memulai kegiatan makannya. Ia membuka kotak bekal makannya, lalu meraih sendok dari dalam kotak bekal makannya. Sajian didalam kotak bekal makannya hanya nasi goreng dengan telur mata sapi diatas nasinya.
Naura menyedokkan sesuap nasi kedalam mulutnya. Saat sendok itu hendak masuk kedalam mulutnya, tiba-tiba seseorang dari belakang menyenggol tangannya dengan kasar. Alhasil, sendok itu jatuh ke lantai dengan berbulir-bulir nasi goreng yang berantakan di lantai. Naura menoleh kebelakang demi mencaritahu siapa orang yang dengan sengaja mengganggu kegiatan makannya. Ternyata orang itu adalah Vanessa dan kawan-kawannya.
“Ups, sorry. Gue sengaja.” Ujar Vanessa membuat ketiga temannya tertawa. Naura yang merasa tak terima bangkit berdiri menghadap Vanessa, dan mendorong tubuh Vanessa supaya menjauh darinya. Vanessa terhuyung kebelakang dan untungnya Farrel menangkap tubuh Vanessa. Vanessa menatap jengkel kearah Naura.
“Maksud lo apaan dorong-dorong gue kayak gitu?” Tanya Vanessa tak senang, melangkah mendekati Naura. Kini, keberisikan di Kantin mendadak senyap. Mereka menonton adegan Naura dan Vanessa.
Naura menulis sesuatu pada notebook-nya. Belum siap ia menulis, Vanessa menarik notebook itu dengan kasar. Naura berusaha menepis tangan Vanessa yang menarik notebook-nya. Naura berusaha berucap tanpa suara agar Vanessa melepasnya. Vanessa tersenyum miring.
“Lo ngomong apaan? Mana suara lo, hah?” Ujar Vanessa kemudian mendorong Naura hingga jatuh terjerembab di lantai yang kotor.
Vanessa kemudian mengkode Lolita untuk maju kedepan. Lolita menyerahkan sebotol air mineral kepada Vanessa. Vanessa kemudian berjalan menghampiri Naura yang kini sedang membersihkan tangannya yang kotor.
“Tangan lo kotor ‘kan? Nih, gue bantu bersihin.” Bukannya Vanessa dengan kejamnya menuangkan isi dari botol itu hingga membasahi tubuh Naura.
Seluruh penjuru kantin tampak menonton adegan itu sambil berbisik-bisik pelan. Mereka menatap iba Naura yang kini menjadi sasaran bully-an Vanessa. Ayunita yang barusaja balik dari kelas karena lupa membawa dompet, terkejut saat melihat Naura di-bully oleh Vanessa.
“Vanessa!” Seru Ayunita kencang. Dengan segera, Ayunita menghampiri Vanessa yang tengah membuang botol kosong itu ke sembarang arah.
Ayunita menolong Naura untuk duduk diatas kursi. Ayunita mendesis geram saat melihat Naura tampak basah. Ayunita melepas jaket yang dikenakannya, kemudian memakaikannya pada tubuh Naura. Setelah memakaikannya, Ayunita kembali menghadap Vanessa yang tengah melipat kedua tangannya di depan dada.
“Keterlaluan banget lo ya!” Seru Ayunita marah.
“Oh, ini nih si pahlawan di siang bolong,” Ujar Vanessa kemudian tersenyum miring, “atau lebih tepatnya pengkhianat kali ya?” Ujar Vanessa membuat ketiga temannya tertawa. Ayunita menatap dingin kearah mereka.
“Lo nggak puas nge-bully gue makanya jadiin Naura sasaran lo juga?” Tanya Ayunita kemudian.
“Oh, jadi anak cacat itu namanya Naura. Baru tau gue.” Ujar Vanessa menatap kearah Naura yang tampak gemetar.
“Jaga ucapan lo, Van.” Ujar Ayunita memperingati.
Vanessa menaikkan satu alisnya, “Kenapa? Kenapa gue harus jaga ucapan gue? Emang nyatanya dia itu cacat ‘kan?” Ujar Vanessa dengan kejamnya. Naura tampak mengepalkan kedua tangannya. Ia benci dikatakan cacat oleh orang-orang.
“Anak yang nggak bisa ngomong dan nggak bisa denger tanpa alat bantu. Bukannya itu cacat namanya?” Ujar Vanessa membuat Naura bangkit dari duduknya, menatap Vanessa tajam.
‘Saya nggak cacat!’ Ungkapnya dengan bahasa isyarat dengan airmata yang membasahi pipinya. Naura kemudian berlari pergi meninggalkan Kantin. Ayunita menatap kepergian Naura dengan pedih. Ia paham, Naura pasti sangat sedih dikatakan cacat secara berulang-ulang oleh Vanessa. Tetapi bukan Vanessa namanya jika tidak berhasil membuat korban bully-an nya menangis.
“Naura ...” Lirih Ayunita yang masih menatap Naura yang berlari meninggalkan kantin.
-ooo-
Naura berlari tanpa memperdulikan orang-orang yang kini menatap bingung kearahnya. Naura berlari terus, sampai akhirnya menabrak seorang laki-laki dan membuat orang itu jatuh. Naura yang melihatnya, langsung menolong laki-laki itu.
“Lo punya mata nggak sih?! Main nabrak aja!” Seru laki-laki itu bernama Bayu Wahyudi. Melihat Naura yang terdiam, membuat Bayu merasa jengkel.
“Lo nggak punya mulut?” Ujar Bayu lagi.
Naura kemudian menuliskan sesuatu pada notebook-nya, kemudian mengoyakkannya dan menyerahkannya pada Bayu. Bayu menerima kertas dari Naura. Belum sempat laki-laki itu membaca, Naura sudah pergi dari hadapannya membuatnya semakin bingung.
“Apa-apaan sih tuh cewek? Bukannya ngejawab, malah ngasih kertas kayak gini.” Gerutu Bayu lalu membaca isi dari kertas itu.
‘Saya minta maaf. Saya sedang terburu-buru.’
Bayu berbalik menatap punggung Naura yang semakin menjauh. Kemudian kembali menatap kertas yang dipegangnya. Entah mendapat dorongan darimana, Bayu malah balik mengejar sosok gadis yang barusaja menabraknya.
Bayu terus mencari keberadaan gadis itu sampai akhirnya matanya menemukan sesosok gadis yang mirip dengan ciri-ciri gadis yang menabraknya di taman sekolah. Gadis itu bersembunyi di balik pohon besar sambil memeluk kedua lututnya. Bayu mendekati gadis itu secara perlahan, kemudian ia berjongkok didepan gadis itu. Bahu gadis itu tampak bergetar. Bayu berasumsi bahwa gadis itu sekarang sedang menangis.
Bayu kemudian menepuk pundak gadis itu, membuat gadis itu mengangkat kepalanya dan terkejut dengan keberadaan Bayu dihadapannya. Dan ternyata benar, gadis itu adalah gadis yang menabraknya tadi.
“Lo kenapa nangis?” tanya Bayu yang dijawab gelengan oleh Naura. Bayu menghela napas, kemudian duduk disebelah Naura.
“Kalo lo lagi ada masalah, ceritain aja. Siapa tau dengan cara lo ceritain ke gue, beban di hati lo bisa berkurang sedikit.” Ujar Bayu kemudian ikut memeluk kedua lututnya. Naura kemudian menatap Bayu yang kini menatap lurus kedepan.
Naura kemudian menulis sesuatu pada notebook-nya, mengoyakkannya dan menyerahkannya pada Bayu. Bayu tampak mengernyit bingung dengan tindakan Naura yang sedaritadi mengoyakkan kertas saat ingin membalas ucapannya. Bayu menerima kertas itu kemudian membacanya.
‘Kamu cowok yang tadi ‘kan? Ngapain ada disini?’
“Gue nggak suka orang yang nggak ngomong maaf secara langsung. Jadi, gue kesini buat denger kata maaf lo secara langsung.” Ujar Bayu membuat Naura menghela napas panjang.
Naura kembali menulis pada notebook-nya, mengoyakkannya dan memberikannya pada Bayu. Bayu mendengus sebal, kemudian menerima kertas itu lagi.
“Lo keras kepala banget. Gue udah bilang, gue maunya lo ngomong, bukan kayak–”
Ucapan Bayu terhenti kala membaca tulisan didalam kertas itu.
‘Aku juga mau ngomong langsung, cuma aku nggak bisa. Aku anak disabilitas.’
Mata Bayu kemudian tergerak menatap Naura yang kini tampak sedih. Bayu menghela napas sesaat.
“Gue minta maaf. Gue nggak tau lo anak disabilitas.” Ujar Bayu dengan penuh penyesalan. Naura menggeleng, kemudian tersenyum tipis.
“Nama lo siapa?” Tanya Bayu kepada Naura. Naura hendak menuliskan sesuatu pada notebook-nya, namun Bayu dengan segera menahan Naura. Naura menatap Bayu dengan bingung.
“Sayang kertasnya. Tiap kali lo mau balas omongan gue, lo ngoyakin mulu.” Ujar Bayu kemudian mengambil pena Naura. Bayu menatap mata Naura yang kini menyorot bingung.
“Gunain bahasa isyarat lo. Gue ngerti bahasa isyarat.” Lanjutnya membuat Naura mengangguk.
‘Nama aku Naura Adipati. Anak kelas Xi.1 MIPA. Kalau kamu?’
“Gue Bayu Wahyudi. Anak kelas Xii.1 MIPA. Lebih tepatnya gue kakak kelas lo. Tapi jangan panggil gue kakak. Panggil nama gue aja.” Ujar Bayu memperkenalkan dirinya. Naura mengangguk paham, lalu menyunggingkan senyum ramahnya.
“Jadi karena kita udah saling kenal, lo nggak usah ragu nyeritain masalah lo sama gue. Gue orangnya bisa dipercaya, kok.” Ujar Bayu membuat Naura menghela napas pelan.
“Jadi sekarang coba lo ceritain sama gue, kenapa lo nangis?” Tanya Bayu mengulang.
Naura kemudian menceritakan kejadian yang baru menimpanya di Kantin tadi. Bayu terus menatapnya secara seksama, sesekali mengangguk seolah mengatakan ia paham dengan apa yang diucapkan Naura lewat gerakan tangannya.
“Bener-bener tuh orang,” Ujar Bayu lalu menghela napas, “Gue tau siapa tuh cewek. Namanya Vanessa. Dia itu anak orang kaya yang suka nge-bully anak-anak lainnya.”
Bayu kemudian menatap Naura lekat, “Dia nggak bakalan berhenti nge-bully lo sebelum lo angkat kaki dari sekolah ini.” Lanjut Bayu membuat Naura menghela napas panjang.
‘Sekeras apapun mereka berusaha ngusir aku dari sekolah ini, aku nggak akan pernah nyerah. Aku akan pertahanin diri aku di sekolah ini sampai kapanpun.’ Ungkap Naura dengan bahasa isyarat.
Bayu menatap Naura dengan tatapan yang sulit diartikan. Perlahan, senyuman terukir diwajahnya. Entah apa yang membuat senyuman itu muncul diwajahnya.
-ooo-
“Saking nggak ada orang yang mau berteman sama lo, lo jadiin anak cacat itu temen lo? Kasihan banget.” Ujar Vanessa sambil menggelengkan kepalanya berkali-kali.
“Trus gimana cara lo komunikasi sama dia? Acara gerak-gerak tangan? Atau nulis-nulis di kertas?”
Ayunita kemudian kembali menatap Vanessa yang tampak tersenyum penuh kemenangan. Ayunita melangkah mendekati Vanessa yang kini melipat kedua tangannya didepan dada.
“Siapapun yang berteman sama gue, itu bukan urusan lo. Dan ya, lo dengerin gue baik-baik,” Ayunita menarik kerah baju Vanessa, “Sekali lagi lo nge-bully Naura, gue nggak segen-segen layangin tangan gue buat nampar muka cantik lo itu.” Ujar Ayunita kemudian melepas cengkeramannya dengan kasar, kemudian menyusul Naura yang pergi entah kemana.
Ayunita berlari kecil dengan mata yang terus menyapu seluruh sekolah. Ayunita terus mencari-cari keberadaan Naura sampai akhirnya matanya menangkap Naura tengah bercanda ria dengan Bayu. Ayunita tampak terkejut. Bukankah Naura hanya anak baru? Bagaimana bisa akrab dengan Bayu yang merupakan anak most wanted di sekolahnya?
Naura yang tadinya tengah bercanda ria dengan Bayu, langsung melambai kearah Ayunita saat melihat keberadaannya yang tidak jauh dibelakang Bayu. Bayu yang melihat Naura melambai, langsung menoleh kebelakang.
“Ayu?” Ujar Bayu membuat Ayunita tersenyum canggung. Naura bangkit dari duduknya, kemudian menarik Ayunita untuk bergabung dengan mereka.
‘Dia temen aku.’ Ungkap Naura dengan bahasa isyarat. Bayu menaikkan satu alisnya menatap Ayunita.
“Bukannya lo salah satu anggota mereka?” Ujar Bayu membuat Naura mengernyit bingung. Sementara Ayunita yang ditanya menggeleng cepat.
“Itu dulu, Kak. Sekarang, gue udah nggak temenan lagi sama mereka.” Jawab Ayunita membuat Bayu mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Untung lo sadar kalo pertemanan lo sama mereka itu nggak waras.” Ujar Bayu yang dibalas senyuman oleh Ayunita.
Suara bel masuk berbunyi membuat Bayu yang tadinya ingin lanjut bertanya, langsung mengurungkannya. Mereka bangkit dari duduknya. Bayu menghadap Naura dan Ayunita, kemudian melemparkan senyuman kearah mereka berdua.
“Gue cabut dulu. Buat lo,” Bayu menatap Ayunita, “jaga temen lo. Jangan sampe mantan temen lo nge-bully dia lagi.” Ujar Bayu memberi pesan. Ayunita menganggukkan kepalanya.
“Buat lo,” Bayu menatap kearah Naura, “Gue siap jadi temen lo. Kapanpun lo ada masalah, ceritain sama gue atau sama Ayunita.” Ujar Bayu kemudian tersenyum penuh arti. Naura tersenyum senang.
“Gue cabut dulu kalo gitu. See you, Naura, Ayunita.” Ujar Bayu kemudian melangkah pergi meninggalkan mereka berdua. Ayunita masih menatap kepergian Bayu. Ia masih tak percaya Bayu mengajaknya bicara.
Naura menatap bingung Ayunita yang tampak senyum-senyum sendiri. Naura kemudian menepuk lengan Ayunita pelan agar gadis itu kembali kealam sadarnya. Ayunita tersentak, kemudian menatap Naura.
‘Kamu kenapa?’ Tanya Naura dengan bahasa isyaratnya. Ayunita bukannya menjawab, ia malah menatap Naura dengan mata menyipit, seolah curiga.
“Gimana bisa lo seakrab itu sama Kak Bayu?” Tanya Ayunita tampak penasaran. Naura menuliskan sesuatu pada notebook-nya.
“Kalian berdua!” Seru seseorang dengan kerasnya, membuat mereka segera menoleh. “Ayo masuk ke kelas. Nggak denger bel udah bunyi?” Ujar Pak Bagas membuat mereka mengangguk, kemudian berlari kecil menuju ke kelas mereka.
Naura mengulum senyum saat mengingat lelaki bernama Bayu itu mengatakan ia ingin menjadi temannya. Berarti Naura sekarang memiliki 2 teman. Bayu dan Ayunita. Dan Naura harus bersyukur kali ini karena Tuhan memberikan seorang teman lagi di kehidupannya.
-ooo-