Read More >>"> Moira (#45) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Moira
MENU
About Us  

Kakiku seperti punya kendali sendiri. Kekuatan misterius itu lagi-lagi menggerakkan seluruh tubuhku dan berlari dengan pasti ke ujung tebing lalu melompat ke bawah deru ombak yang seperti menari-nari mengepung tubuh seseorang dan menenggelamkannya.

Hanya sepersekian detik bumi seakan berputar sebagai aku porosnya. Aku mencari Lucas kemana-mana. Air laut yang dingin tidak menghalangi ketakutan akan sosok itu. Tapi yang kutemukan hanya keadaan air laut yang tenang dan mengombang-ambing.

Seseorang menarikku dan aku berbalik hampir memuntahkan udara di dalam mulutku. Lucas memberi isyarat lewat tangannya untuk mengikutinya berenang. Dengan mudah aku bisa mengikutinya.

Setelah pasokan udaraku menipis, akhirnya kami keluar dari dalam air. Aku menghirup udara seperti orang kelaparan. Lucas berada di sampingku dengan tangan yang memegangku di bawah air. Ia melihat ke segala arah dan menunjuk pantai yang tersembunyi tak jauh dari tempat kami.

“Kita berenang ke sana.”

Dengan sisa-sisa tenagaku, aku berenang hingga ke tepi pantai. Begitu aku bisa menginjak butiran pasir itu, aku berbaring di atasnya. Menstabilkan nafasku yang terengah-engah. Sangat kelelahan.

“Harusnya aku lebih serius waktu pelajaran olahraga dulu.” Aku jadi ingat pelajaran paling menyiksa fisik itu.

“Hm?”

“Oh! Bukan apa-apa, jangan dipikirkan.”

Aku melihat Lucas yang sedang duduk di sampingku. Pandanganku mengarah pada pakaiannya yang bernoda darah. Perasaanku menjadi rumit. Akhirnya aku merobek kain bajuku dan meminta Lucas melepaskan pakaiannya.

“Hentikan dulu pendarahan di perutmu,” kataku.

Jika saja Lucas tidak segera membuat api unggun, aku sudah membeku karena kedinginan, apalagi pakaianku tinggal selutut begini. Aku meringkuk seperti perempuan-perempuan yang disekap bersamaku. Meminta kehangatan lebih dari percikap api yang nyalanya tak begitu besar, tapi cukup menenangkan dingin di sekitar kami. Melihat Lucas yang duduk di sampingku, dengan bagian depan tubuhnya yang mengintip keluar, bagaimana bisa ada laki-laki yang masih hidup setelah benda tajam menusuknya berulang kali?

“Pakai saja pakaianku untuk sementara, kau kedinginan.” Lucas hendak membuka pakaiannya, tapi aku segera menolak.

“Harusnya kau lihat keadaanmu sendiri, Lucas. Aku baik-baik saja.”

“Kenapa sejak tadi kau melihatku terus?”

“Hanya… apa kau baik-baik saja?”

“Tidak masalah.”

“Seberapa sering kau ditusuk pedang seumur hidupmu?”

“Tidak terlalu banyak, aku sudah terbiasa Diana. Bukan masalah besar.”

“Tapi kau bisa mati karena kehabisan darah. Kenapa kau nekad sekali sih?”

“Aku sudah bilang, aku tidak bisa menunggumu lagi.”

Keinginan yang sempat terpendam dulu, ketakutan akan fakta yang mungkin akan lebih menyakitiku, kembali menguar ke permukaan seperti lapisan es di atas danau. Mereka rapuh, tapi aku tetap ingin menginjaknya hingga pecah. Aku ingin menghancurkan rasa penasaran yang menusuk ini, tapi apakah aku masih sanggup menatap matanya lagi?

Seingatku, sebagai Tiara dulu, aku tidak memiliki banyak ketakutan dan keresahan dalam hidupku. Kehidupanku hanya sebatas mencari uang dan memberi perut yang lapar ini sepiring makanan. Tak lebih dari itu, tidak ada keresahan yang kentara akan masa depan. Seolah kehidupanku yang dianggap stabil adalah ruang paling nyaman yang akan sulit untuk mengangkat kaki darinya. Selama menjadi Tiara, aku tidak takut kehilangan sesuatu, karena pada dasarnya aku memang tidak memiliki siapa-siapa. Setelah laki-laki yang selalu mempertaruhkan darahnya hanya untuk seseorang sepertiku, bagaimana mungkin aku tidak menumbuhkan bunga-bunga ketakutan yang bermekaran di hati dan pikiranku? Bagaimana bisa laki-laki ini tega pada dirinya sendiri untuk terluka? Apakah aku bisa baik-baik saja dengan semua itu?

Lucas memainkan bara api dengan ranting yang ia pegang dari tadi. Pelupuk mataku mulai memanas, tenggorokanku tiba-tiba serak tapi aku masih ingin bertanya sesuatu padanya.

“Lalu apa yang akan terjadi dengan istana?” tanyaku menahan suaraku yang mulai parau.

“Tenang saja.”

Aku memandangi laki-laki itu, kenapa sesederhana itu baginya? “Kenapa mudah sekali bagimu untuk tenang, bagaimana jika Tuan Daniel mengambil alih posisimu? Apa yang akan terjadi pada semua pelayan di istana? Akan seberapa kacau Kerajaan Xavier nantinya?” Istana dan kerajaan, bukannya itu hal terakhir yang ditinggalkan kedua orang tuanya.

“Diana, aku benar-benar akan pingsan jika kau terus mengkhawatirkan hal lain selain dirimu sendiri.” Tanpa melihat keadaanku, Lucas menjadikan pahaku sebagai bantalannya, ia menutup mata dengan ketenangan seperti biasanya.

“Biarkan aku beristirahat sebentar, kita akan baik-baik saja.”

Aku melihat sosok anak kecil yang memakan bubur di hadapanku beberapa pagi yang lalu. Tanganku mengelus kepalanya. Aku tidak tahu rasanya kehilangan orang tua, tapi aku tahu bagaimana rasanya hidup sendirian. Berjuang dan bertahan sendirian, itu tidak menyenangkan sebenarnya. Bagaimana bisa aku menaruh cinta dan kasihku, berikut ketakutan dan kekhawatiran padanya? Ia sudah meresap terlalu jauh seolah tulang dan dagingnya sudah menyatu dengan milikku.

Aku hampir kehilangan separuh diriku, lalu aku berhasil menemukannya, tapi sisa-sisa ketakutan itu masih menempel di dinding hatiku. Tidak adil jika hanya aku yang ketakutan, bagaimana denganmu? Adakah sedikit saja kau ketakutan atas dirimu sendiri?

Belum sempat aku menghapus kesedihan di wajahku. Mataku menangkap matanya yang terbuka. Seberkas kekhawatiran akhirnya kembali muncul di wajahnya, ia bangkit dan mengelus wajahku.

“Diana,” katanya khawatir.

“Apa?” kataku marah.

“Semua akan baik-baik saja, percaya padaku.”

Aku hanya bisa terus melihatnya.

“Diana?”

“Apalagi?!”

“Kau tidak menjawab.”

“Aku menjawab.”

Bendungan yang sudah kususun rapi dan kuat, tidak bisa lagi menahan segala hal yang menyeruak dan mendobrak hati dan air mataku. Lucas memelukku, ia mencium kepalaku dan mengelusnya.

“Kau ketakutan, maafkan aku tidak bisa melindungimu kemarin.”

“Aku takut kehilanganmu… hikh… aku takut gara-gara melindungiku kau kehilangan semua yang ditinggalkan orang tuamu… hikh… aku takut menjadi beban bagimu… aku takut…”

Aku takut melihatmu kuat begini, takut ada darah lain merembes dari tubuhmu dan aku kehilanganmu. Aku takut… setelah kelelahan dan kerumitan selama ini akan berlalu sia-sia dan kita akan saling kehilangan lagi.

“Maaf, kau tidak pernah salah apa-apa, Diana. Tidak apa-apa.”

Lama aku dipelukkan Lucas sampai mataku perih. Lucas masih mengelus kepalaku. Aku mendongak melihatnya, ia menyeka sisa-sisa air mataku.

“Berhenti menangis, aku tidak pernah menyalahkanmu, kumohon,” katanya dengan nada paling lembut yang bisa kutangkap.

Suara sirine dari belakang kami membuyarkan keadaan di sekitar. Beberapa perahu kecil menghampiri kami, aku mengerutkan keningku melihat lambang Kerajaan Onyx dan seseorang yang kukenal melambaikan tangannya ke arah kami.

“Itu kayak Tuan Liam.”

“Memang.”

Benar saja, Tuan Liam turun dari perahunya dan menghampiri kami.

“Maaf aku terlambat, sulit sekali menemukanmu.”

“Hmm… tidak masalah. Bagaimana keadaannya?”

“Sudah kutangani. Alpha sudah menangkapnya.”

Apa yang mereka bicarakan?

Melihatku yang terlihat bingung, Tuan Liam memberi salam, namun tiba-tiba Lucas membuka pakaiannya dan lengan kemeja itu ia ikat di sekitar pinggangku.

“Kau sudah kedinginan,” katanya. Tuan Liam tertawa melihatnya. Apa sih?

“Aku sudah membawa kain yang lebih hangat di perahu. Ayo!”

Lucas menangkap tanganku, belum sampai dua langkah, kepalaku terasa berputar.

“Diana!”

Beruntung Lucas sigap menangkapku, dan kemudian aku limbung diikuti suara perutku meminta makanan. Bagaimana pun pas-pasannya hidupku dulu, tiga hari tidak makan tetap membuatku pingsan kelaparan.

 

**

 

Tuan Liam adalah pangeran mahkota Kerajaan Onyx yang sempat kabur ke Kerajaan Xavier. Lucas menyelamatkannya dan Tuan Liam berhutang nyawa padanya. Begitulah yang terjadi dulu. Intinya, mereka berdua diam-diam sudah saling bekerja sama.

Aku tidak tahu apa yang terjadi setelahnya, tapi begitu aku membuka mata, aku sudah di dalam kereta dan akan sampai di istana sebentar lagi. Keadaan kerajaan dan istana tidak berbeda dari tiga hari yang lalu. Rencana Tuan Daniel sudah digagalkan bahkan sebelum mereka sampai di ibu kota, beberapa buronan lain pun sudah ditangkap. Kata-kata Lucas ternyata memang benar, semua baik-baik saja.

“Harusnya kau bilang yang sebenarnya! Aku sampai nangis segala!”

Sia-sia air mataku ini.

Kami pun mendapatkan perawatan. Aku sudah mengisi perutku yang kosong, luka-luka di beberapa bagian tubuhku juga sudah diobati. Bekas luka tusuk waktu itu untungnya tidak mengalami infeksi atau apapun. Malam itu aku masih memandangi Lucas yang membaca beberapa laporan entah apa itu. Luka tusuknya juga sudah diobati.

“Kau tega sekali membuatku khawatir? Kukira kita sudah tidak bisa menyelamatkan kerajaan.”

Lucas menyimpan kertas-kertas itu di atas nakas dan menyeringai, “Jarang sekali melihat sisi lemahmu seperti tadi.”

Aku memukul lengannya, “Kau benar-benar ya! Gimana kalau aku mati jantungan?!”

Lucas justru menarikku dalam dekapannya.

“Hei! Lepaskan aku! Walau aku ini istrimu, tapi tidak ada sentuhan fisik seperti ini! Cepat lepaskan!”

“Kau pasti ketakutan kemarin, maafkan aku,” katanya sambil membelai sudut bibirku yang sempat terluka. “Sekarang kau benar-benar akan baik-baik saja.”

Karena suara Lucas menjadi lebih tenang dan dalam, aku berhenti memberontak ketika dekapannya semakin dalam, aku takut tubuhku menekan lukanya, tapi tidak ada respon dari laki-laki ini.

“Perempuan-perempuan yang ikut disekap bersamaku, mereka pasti mengalami keadaan yang lebih buruk lagi.”

“Iya. Kau menyelamatkan mereka, mereka pasti baik-baik saja setelah dirawat dokter kerajaan.”

“Jangan melompat lagi dari tebing.”

“Kau yang melompat dari tebing.”

“Itu karena kakiku otomatis melompat!”

“Iya.”

“Jangan tertusuk apapun lagi.”

“Mengerti.”

“Jangan menghilang lagi.”

Tapi Lucas tidak menjawab. Aku menengadah dan menemukan Lucas yang sedang memandangiku seperti penuh harap, “Mulai sekarang aku akan berada di depan matamu.”

Selama ini kau ada dimana memangnya?

“Lucas?”

“Hm?”

Tapi aku takut menanyakannya, bagaimana jika semua ini…

“Tidak jadi, tidak usah dipikirkan, cepat tidur… hei! Kau akan tidur dengan posisi begini?”

“Kau ingin aku di atasmu?”

“Hei! Mesum! Cepat tidur!!!”

Aku merasa ada sesuatu di masa lalunya yang dibawa oleh Lucas, satu sisi aku ingin memastikan, di sisi lain aku juga tidak ingin tahu. Aku hanya takut, aku tidak pernah bergantung pada seseorang, atau ada seseorang yang begitu menginginkanku sampai segila ini dan rela menderita sepanjang hidupnya, nanti respon apa yang harus kuberikan. Apa aku masih bisa memandang matanya? Atau harus bagaimana aku membalasnya? Seberapa berat luka yang ditanggungnya? Aku masih takut menanyakannya, aku hanya ingin dengan egois bersama orang yang memelukku mulai sekarang.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
Similar Tags
Aranka
3546      1240     6     
Inspirational
Aranka lebih dari sebuah nama. Nama yang membuat iri siapa pun yang mendengarnya. Aland Aranka terlahir dengan nama tersebut, nama dari keluarga konglomerat yang sangat berkuasa. Namun siapa sangka, di balik kemasyhuran nama tersebut, tersimpan berbagai rahasia gelap...
Gray Paper
490      264     2     
Short Story
Cinta pertama, cinta manis yang tak terlupakan. Tapi apa yang akan kamu lakukan jika cinta itu berlabuh pada orang yang tidak seharusnya? Akankah cinta itu kau simpan hingga ke liang lahat?
In the Name of Love
630      374     1     
Short Story
Kita saling mencintai dan kita terjebak akan lingkaran cinta menyakitkan. Semua yang kita lakukan tentu saja atas nama cinta
Dramatisasi Kata Kembali
634      312     0     
Short Story
Alvin menemukan dirinya masuk dalam sebuah permainan penuh pertanyaan. Seorang wanita yang tak pernah ia kenal menemuinya di sebuah pagi dingin yang menjemukan. \"Ada dalang di balik permainan ini,\" pikirnya.
A D I E U
1781      652     4     
Romance
Kehilangan. Aku selalu saja terjebak masa lalu yang memuakkan. Perpisahan. Aku selalu saja menjadi korban dari permainan cinta. Hingga akhirnya selamat tinggal menjadi kata tersisa. Aku memutuskan untuk mematikan rasa.
Sweetest Thing
1581      858     0     
Romance
Adinda Anandari Hanindito "Dinda, kamu seperti es krim. Manis tapi dingin" R-
Mawar Putih
1372      711     3     
Short Story
Dia seseorang yang ku kenal. Yang membuatku mengerti arti cinta. Dia yang membuat detak jantung ini terus berdebar ketika bersama dia. Dia adalah pangeran masa kecil ku.
Mimpi Membawaku Kembali Bersamamu
556      386     4     
Short Story
Aku akan menceritakan tentang kisahku yang bertemu dengan seorang lelaki melalui mimpi dan lelaki itu membuatku jatuh cinta padanya. Kuharap cerita ini tidak membosankan.
When I\'m With You (I Have Fun)
586      327     0     
Short Story
They said first impression is the key of a success relationship, but maybe sometimes it\'s not. That\'s what Miles felt upon discovering a hidden cafe far from her city, along with a grumpy man she met there.
When You Reach Me
6156      1739     3     
Romance
"is it possible to be in love with someone you've never met?" alternatively; in which a boy and a girl connect through a series of letters. [] Dengan sifatnya yang kelewat pemarah dan emosional, Giana tidak pernah memiliki banyak teman seumur hidupnya--dengan segelintir anak laki-laki di sekolahnya sebagai pengecualian, Giana selalu dikucilkan dan ditakuti oleh teman-teman seba...