Malam seperti terlalu panjang, lalu pagi yang menakutkan dan menggigil membuat kesadaranku kembali utuh. Semalam aku tidak benar-benar terlelap tidur, bagaimana bisa dalam situasi begini. Hatiku ketakutan, tapi sikap dingin dan berani itu harus tetap dipertahankan. Aku tidak bisa bela diri, tapi sekadar memukul seseorang sampai lebam mungkin aku bisa. Lalu bagaimana perempuan-perempuan di belakangku ini? Jika terjadi sesuatu pada mereka, aku tidak bisa melakukan apa-apa.
Pintu kembali terbuka, kali ini hanya Franz yang membawa beberapa potong roti dan melepaskan satu per satu tali yang mengikat kami sambil menggoda perempuan-perempuan yang terlihat ketakutan itu. Sampai tiba giliranku, ia masih memandangiku yang mengelus pergelangan tanganku yang memerah dan kebas. Ia menyentuh daguku dan mengelusnya lalu mendekatkan wajahnya ke arahku. Dengan cepat aku menamparnya hingga ia tersungkur, lalu ia kembali membalas tamparanku dan aku memuntahkan seteguk darah dari sudut bibirku. Si brengsek ini!
“Aku lupa masih ada urusan lain! Tapi kau harus ingat itu, begitu kau kembali ke istana, aku yang pertama kali akan melihatmu di ranjang.”
“ANJ—“
Tapi pintu sudah ditutup kembali. Aku menarik nafasku dan mataku masih menatap nyalang pintu yang rapuh itu. Franz benar-benar mencari kematiannya sendiri.
Pandanganku mengarah pada perempuan-perempuan di belakangku, sejak kemarin aku tidak berbicara dengan mereka, aku juga tidak dalam suasana ingin berbicara. Tapi bagaimana pun aku ratu di tempat ini, sudah tugasku untuk melindungi mereka.
“Makanlah,” kataku menggeser keranjang berisi roti.
“Yang Mulia bagaimana?” tanya salah satu dari mereka. Mereka masih enggan menyentuh roti hangat itu dengan tangan yang sudah tertutup debu dan luka lebam di beberapa bagian. Aku semakin mengerutkan keningku.
“Aku baik-baik saja. Pulihkan tenaga kalian, mungkin tidak lama lagi ada seseorang yang akan menyelamatkan kita.” Aku berharap penuh akan hal itu. Aku tidak bisa melindungi perempuan-perempuan ini sendirian.
Mereka saling berbagi roti yang tidak seberapa itu.
“Sudah berapa lama kalian di sini?” tanyaku.
Mereka berasal dari kota-kota pinggiran, beberapa sengaja diculik, dan beberapa dibawa sebagai hukuman karena tidak bisa membayar pajak. Bukankah ada aturan tentang pajak ini, lagipula tidak semua orang wajib membayar pajak. Orang-orang yang tidak mampu, memiliki ‘aturan khusus’ mengenai pajak itu sendiri, tapi tidak sampai menjadikan seorang gadis sebagai bayarannya. Mereka dibawa sudah cukup lama sampai tidak ingat seberapa lama itu. Tentu saja mereka dipaksa tinggal di rumah bordil.
Hingga esok hari, tidak ada tanda-tanda dari Lucas ataupun para ksatria. Musim dingin yang membuat tulang sampai membeku ini bisa membuatku mati kedinginan seandainya amarah dan ketakutan tidak mengusik pikiranku. Bagaimana jika rencana Tuan Daniel berjalan lancar? Bagaimana jika kali ini kejadian di dalam novel itu tepat sasaran? Punggungku seperti menyengat dan kedinginan, bukan karena cuacanya, tapi kekhawatiran yang menggila.
Tuan Daniel muncul dengan dua orang laki-laki berbadan kekar dan menghampiriku.
“Saya tidak akan melukai Yang Mulia,” katanya. Aku diminta ikut dengannya, namun kedua laki-laki kekar ini berjalan di sampingku. Wajahku terlihat tidak setuju, dan Tuan Daniel meregangkan pengawalannya. Lagipula apa yang membuatku berani kabur dari mereka? Aku juga memikirkan perempuan-perempuan yang disekap bersamaku.
Kakiku yang sejak awal tidak memakai alas apapun sedikit perih ketika dipakai berjalan. Aku sudah tidak tahu bagaimana keadaanku, atau bagian-bagian mana tubuhku yang lecet dan darah yang mengering, Tuan Daniel bahkan tidak memedulikan hal itu, tentu saja.
Tempatku disekap selama ini berada di dalam hutan. Itu sebuah gubuk tua yang cukup besar, berdiri di tengah hutan yang membeku. Tuan Daniel membawaku keluar hutan mendekati suara deru ombak laut yang semakin kencang.
“Kau bermain dengan perempuan-perempuan itu dengan cara seperti ini?”
“Yang Mulia terlalu pintar.”
“Memikat para bangsawan agar berada dipihakmu dengan memberikan perempuan itu pada mereka? Untuk memuaskan dahaga sialan mereka?”
“Benar sekali, Yang Mulia sangat cermat. Tapi akan kupastikan Yang Mulia hanya melayani orang-orang terbaik saat bergabung dengan mereka nantinya.”
“Kau sedang membawaku ke kandang buaya?”
“Ada hal yang harus Yang Mulia lakukan terlebih dahulu.”
Aku teringat istilah harta, tahta, wanita. Bisnis prostitusi bukanlah bisnis yang baik dan menguntungkan di tempat ini, bahkan dianggap ilegal dan hukumannya sangat berat bagi orang-orang yang berada di dalam bisnis itu. Tapi untuk apa Tuan Daniel dan Franz sampai susah payah menculik perempuan-perempuan itu? Laki-laki brengsek, selain haus akan uang dan kedudukan, mereka tidak akan menyia-nyiakan perempuan-perempuan yang ‘datang’ pada mereka. Tentu saja, ‘datang’ yang kumaksud bukan keinginan sendiri, tapi paksaan atas sesuatu. Membujuk bangsawan-bangsawan lain dengan cara seperti itu adalah ide paling efektif untuk berada di pihak mereka.
Aku tidak pernah mentolerir keadaan seperti itu. Dan keinginan untuk menguliti kepala mereka semakin mendominasi pikiranku.
Kami akhirnya berhenti di sebuah tebing curam dengan deru ombak di bawahnya. Tak jauh dari tempatku sekelompok orang sedang menyodorkan pedangnya pada tempat yang sama. Apa yang dilakukan Tuan Daniel sekarang?
“Franz, lepaskan dia,” titah Tuan Daniel.
Dia?
Franz meminta orang-orang yang menggunakan jubah yang menutupi kepalanya itu menyingkir. Pedang mereka masih mengarah pada seseorang yang sudah terkapar dengan ujung pedang sebagai penyangga tubuhnya.
“Lucas!!!”
Aku hendak berlari ke arahnya, tapi salah satu dari dua laki-laki kekar itu menghunuskan pedangnya ke depan leherku. Pedangnya pelan-pelan mendekat ke arah leherku, dan pelan-pelan aku mundur kembali.
“Diana.” Suaranya lemah dan parau. Saat kepalanya terangkat, keadaan Lucas sudah cukup mengenaskan. Beberapa lebam terlihat jelas di area wajah dan lehernya. Kedua tangannya sudah berwarna merah darah yang segar.
“Jangan sakiti dia!” Kali ini suaranya lebih tegas dan mengancam. Dengan susah payah Lucas berdiri. Kakinya sedikit bergetar ketika mempertahankan keseimbangan tubuhnya. Pedangnya juga sudah berlumuran darah.
Hatiku sakit melihatnya.
“Jangan sakiti Diana. Cepat katakan apa sebenarnya maumu.”
“Lepaskan pedangmu, juga semua pisau di tubuhmu.”
Lucas melempar pedangnya. Bahkan jubahnya ikut ia lepaskan. mulai dari lengan kiri dan kanannya, suara denting pisau-pisau kecil terlempar ke depan Franz. Bahkan bagian pinggang dan kedua kakinya, seberapa banyak pisau yang ia sembunyikan selama ini?
“Terkejut kekasihmu seperti ini? Apa kau masih tidak sadar siapa orang yang menjadi suamimu ini? Dia iblis, binatang paling berbahaya.” Franz menghina. Aku tidak menghiraukannya walaupun telingaku masih berfungsi dengan baik.
“Jangan dengarkan mereka, Lucas! Kau sedang dijebak,” kataku dengan nada kekhawatiran paling kentara. Jantungku memompa lebih gila dari sebelumnya. Jika saja kekuatan asing tidak muncul, tubuhku benar-benar limbung dengan keadaan kami sekarang. Aku benar-benar ketakutan.
“Kita memang sudah terjebak,” katanya mengusahakan nadanya untuk tetap tenang.
“Belum.”
“Diana dengarkan aku, kau akan baik-baik saja sekarang. Tunggu sebentar.”
“Kau babak belur bagaiman bisa aku baik-baik saja!”
Tiba-tiba saja Franz menendang tubuh Lucas hingga ia limbung, aku menyingkirkan lengan laki-laki yang menghalangiku dan berlari menangkap tubuh Lucas sebelum jatuh ke atas tanah yang dingin. Aku memeluknya dengan sekujur tubuhku yang gemetar. Ada sedikit air mata juga kehangatan terakhir yang bisa kuhadirkan.
“Kau akan baik-baik saja,” kataku mencoba menenangkan. Entah menenangkan siapa.
“Itu ucapanku,” katanya sambil terkekeh dan mengusap kepalaku.
“Jangan bercanda sekarang, dimana Alpha dan ksatria lain?”
“Aku mengejarmu semenjak kau menghilang dari istana. Kau pasti kesulitan karenaku.”
“Kenapa kau mengejarku sendiri?! Harusnya kau jangan gegabah dan tunggu yang lain—“
“Untukmu… bagaimana bisa aku menunggu? Aku sudah lama menunggumu sampai-sampai aku mati tersiksa.”
Aku bungkam karena ucapannya yang terdengar ambigu. Aku tidak bisa melihat ekspresi wajahnya, pelukan kami tidak pernah nyaman jika terlepas, bahkan dalam situasi seperti ini. Lucas…
“Sekarang kau baik-baik saja.”
Belum sampai aku mengatakan sesuatu padanya, Franz menarik tubuh Lucas dan meninggalkanku dengan pelukan yang kosong.
“Lepaskan Lucas, brengsek!!!
“Lepaskan Diana sekarang, Franz. Sebelum aku—“
“Tentu saja aku tidak akan melepaskan Yang Mulia Ratu dari istana, banyak orang yang pasti akan tertarik pada tubuhnya.” Tuan Daniel menarikku dan memberikan jarak semakin jauh dengannya.
Wajah Lucas menggelap, tapi sebelum dia benar-benar menegakkan tubuhnya, Franz menusuk tubuh Lucas dengan pisau dan menendang tubuh laki-laki itu hingga Lucas kehilangan pijakan dan terjatuh dari ujung tebing.
Indra pendengaranku tiba-tiba berdengung. Suara deru ombak tidak lagi bisa kudengar, sorak-sorai orang-orang ini membuat sekujur tubuhku menggigil, hawa dingin bahkan tidak segila itu untuk menempatkanku pada keadaan paling sakit.
Aku tidak bisa.
Aku tidak akan menerimanya.
Aku tidak tahu harus seperti apa aku hidup jika ia tidak ada lagi di bumi.
Aku tidak mau.
@sylviayenny thank youuuu :)
Comment on chapter #1