Loading...
Logo TinLit
Read Story - Moira
MENU
About Us  

Kakiku seperti punya kendali sendiri. Kekuatan misterius itu lagi-lagi menggerakkan seluruh tubuhku dan berlari dengan pasti ke ujung tebing lalu melompat ke bawah deru ombak yang seperti menari-nari mengepung tubuh seseorang dan menenggelamkannya.

Hanya sepersekian detik bumi seakan berputar sebagai aku porosnya. Aku mencari Lucas kemana-mana. Air laut yang dingin tidak menghalangi ketakutan akan sosok itu. Tapi yang kutemukan hanya keadaan air laut yang tenang dan mengombang-ambing.

Seseorang menarikku dan aku berbalik hampir memuntahkan udara di dalam mulutku. Lucas memberi isyarat lewat tangannya untuk mengikutinya berenang. Dengan mudah aku bisa mengikutinya.

Setelah pasokan udaraku menipis, akhirnya kami keluar dari dalam air. Aku menghirup udara seperti orang kelaparan. Lucas berada di sampingku dengan tangan yang memegangku di bawah air. Ia melihat ke segala arah dan menunjuk pantai yang tersembunyi tak jauh dari tempat kami.

“Kita berenang ke sana.”

Dengan sisa-sisa tenagaku, aku berenang hingga ke tepi pantai. Begitu aku bisa menginjak butiran pasir itu, aku berbaring di atasnya. Menstabilkan nafasku yang terengah-engah. Sangat kelelahan.

“Harusnya aku lebih serius waktu pelajaran olahraga dulu.” Aku jadi ingat pelajaran paling menyiksa fisik itu.

“Hm?”

“Oh! Bukan apa-apa, jangan dipikirkan.”

Aku melihat Lucas yang sedang duduk di sampingku. Pandanganku mengarah pada pakaiannya yang bernoda darah. Perasaanku menjadi rumit. Akhirnya aku merobek kain bajuku dan meminta Lucas melepaskan pakaiannya.

“Hentikan dulu pendarahan di perutmu,” kataku.

Jika saja Lucas tidak segera membuat api unggun, aku sudah membeku karena kedinginan, apalagi pakaianku tinggal selutut begini. Aku meringkuk seperti perempuan-perempuan yang disekap bersamaku. Meminta kehangatan lebih dari percikap api yang nyalanya tak begitu besar, tapi cukup menenangkan dingin di sekitar kami. Melihat Lucas yang duduk di sampingku, dengan bagian depan tubuhnya yang mengintip keluar, bagaimana bisa ada laki-laki yang masih hidup setelah benda tajam menusuknya berulang kali?

“Pakai saja pakaianku untuk sementara, kau kedinginan.” Lucas hendak membuka pakaiannya, tapi aku segera menolak.

“Harusnya kau lihat keadaanmu sendiri, Lucas. Aku baik-baik saja.”

“Kenapa sejak tadi kau melihatku terus?”

“Hanya… apa kau baik-baik saja?”

“Tidak masalah.”

“Seberapa sering kau ditusuk pedang seumur hidupmu?”

“Tidak terlalu banyak, aku sudah terbiasa Diana. Bukan masalah besar.”

“Tapi kau bisa mati karena kehabisan darah. Kenapa kau nekad sekali sih?”

“Aku sudah bilang, aku tidak bisa menunggumu lagi.”

Keinginan yang sempat terpendam dulu, ketakutan akan fakta yang mungkin akan lebih menyakitiku, kembali menguar ke permukaan seperti lapisan es di atas danau. Mereka rapuh, tapi aku tetap ingin menginjaknya hingga pecah. Aku ingin menghancurkan rasa penasaran yang menusuk ini, tapi apakah aku masih sanggup menatap matanya lagi?

Seingatku, sebagai Tiara dulu, aku tidak memiliki banyak ketakutan dan keresahan dalam hidupku. Kehidupanku hanya sebatas mencari uang dan memberi perut yang lapar ini sepiring makanan. Tak lebih dari itu, tidak ada keresahan yang kentara akan masa depan. Seolah kehidupanku yang dianggap stabil adalah ruang paling nyaman yang akan sulit untuk mengangkat kaki darinya. Selama menjadi Tiara, aku tidak takut kehilangan sesuatu, karena pada dasarnya aku memang tidak memiliki siapa-siapa. Setelah laki-laki yang selalu mempertaruhkan darahnya hanya untuk seseorang sepertiku, bagaimana mungkin aku tidak menumbuhkan bunga-bunga ketakutan yang bermekaran di hati dan pikiranku? Bagaimana bisa laki-laki ini tega pada dirinya sendiri untuk terluka? Apakah aku bisa baik-baik saja dengan semua itu?

Lucas memainkan bara api dengan ranting yang ia pegang dari tadi. Pelupuk mataku mulai memanas, tenggorokanku tiba-tiba serak tapi aku masih ingin bertanya sesuatu padanya.

“Lalu apa yang akan terjadi dengan istana?” tanyaku menahan suaraku yang mulai parau.

“Tenang saja.”

Aku memandangi laki-laki itu, kenapa sesederhana itu baginya? “Kenapa mudah sekali bagimu untuk tenang, bagaimana jika Tuan Daniel mengambil alih posisimu? Apa yang akan terjadi pada semua pelayan di istana? Akan seberapa kacau Kerajaan Xavier nantinya?” Istana dan kerajaan, bukannya itu hal terakhir yang ditinggalkan kedua orang tuanya.

“Diana, aku benar-benar akan pingsan jika kau terus mengkhawatirkan hal lain selain dirimu sendiri.” Tanpa melihat keadaanku, Lucas menjadikan pahaku sebagai bantalannya, ia menutup mata dengan ketenangan seperti biasanya.

“Biarkan aku beristirahat sebentar, kita akan baik-baik saja.”

Aku melihat sosok anak kecil yang memakan bubur di hadapanku beberapa pagi yang lalu. Tanganku mengelus kepalanya. Aku tidak tahu rasanya kehilangan orang tua, tapi aku tahu bagaimana rasanya hidup sendirian. Berjuang dan bertahan sendirian, itu tidak menyenangkan sebenarnya. Bagaimana bisa aku menaruh cinta dan kasihku, berikut ketakutan dan kekhawatiran padanya? Ia sudah meresap terlalu jauh seolah tulang dan dagingnya sudah menyatu dengan milikku.

Aku hampir kehilangan separuh diriku, lalu aku berhasil menemukannya, tapi sisa-sisa ketakutan itu masih menempel di dinding hatiku. Tidak adil jika hanya aku yang ketakutan, bagaimana denganmu? Adakah sedikit saja kau ketakutan atas dirimu sendiri?

Belum sempat aku menghapus kesedihan di wajahku. Mataku menangkap matanya yang terbuka. Seberkas kekhawatiran akhirnya kembali muncul di wajahnya, ia bangkit dan mengelus wajahku.

“Diana,” katanya khawatir.

“Apa?” kataku marah.

“Semua akan baik-baik saja, percaya padaku.”

Aku hanya bisa terus melihatnya.

“Diana?”

“Apalagi?!”

“Kau tidak menjawab.”

“Aku menjawab.”

Bendungan yang sudah kususun rapi dan kuat, tidak bisa lagi menahan segala hal yang menyeruak dan mendobrak hati dan air mataku. Lucas memelukku, ia mencium kepalaku dan mengelusnya.

“Kau ketakutan, maafkan aku tidak bisa melindungimu kemarin.”

“Aku takut kehilanganmu… hikh… aku takut gara-gara melindungiku kau kehilangan semua yang ditinggalkan orang tuamu… hikh… aku takut menjadi beban bagimu… aku takut…”

Aku takut melihatmu kuat begini, takut ada darah lain merembes dari tubuhmu dan aku kehilanganmu. Aku takut… setelah kelelahan dan kerumitan selama ini akan berlalu sia-sia dan kita akan saling kehilangan lagi.

“Maaf, kau tidak pernah salah apa-apa, Diana. Tidak apa-apa.”

Lama aku dipelukkan Lucas sampai mataku perih. Lucas masih mengelus kepalaku. Aku mendongak melihatnya, ia menyeka sisa-sisa air mataku.

“Berhenti menangis, aku tidak pernah menyalahkanmu, kumohon,” katanya dengan nada paling lembut yang bisa kutangkap.

Suara sirine dari belakang kami membuyarkan keadaan di sekitar. Beberapa perahu kecil menghampiri kami, aku mengerutkan keningku melihat lambang Kerajaan Onyx dan seseorang yang kukenal melambaikan tangannya ke arah kami.

“Itu kayak Tuan Liam.”

“Memang.”

Benar saja, Tuan Liam turun dari perahunya dan menghampiri kami.

“Maaf aku terlambat, sulit sekali menemukanmu.”

“Hmm… tidak masalah. Bagaimana keadaannya?”

“Sudah kutangani. Alpha sudah menangkapnya.”

Apa yang mereka bicarakan?

Melihatku yang terlihat bingung, Tuan Liam memberi salam, namun tiba-tiba Lucas membuka pakaiannya dan lengan kemeja itu ia ikat di sekitar pinggangku.

“Kau sudah kedinginan,” katanya. Tuan Liam tertawa melihatnya. Apa sih?

“Aku sudah membawa kain yang lebih hangat di perahu. Ayo!”

Lucas menangkap tanganku, belum sampai dua langkah, kepalaku terasa berputar.

“Diana!”

Beruntung Lucas sigap menangkapku, dan kemudian aku limbung diikuti suara perutku meminta makanan. Bagaimana pun pas-pasannya hidupku dulu, tiga hari tidak makan tetap membuatku pingsan kelaparan.

 

**

 

Tuan Liam adalah pangeran mahkota Kerajaan Onyx yang sempat kabur ke Kerajaan Xavier. Lucas menyelamatkannya dan Tuan Liam berhutang nyawa padanya. Begitulah yang terjadi dulu. Intinya, mereka berdua diam-diam sudah saling bekerja sama.

Aku tidak tahu apa yang terjadi setelahnya, tapi begitu aku membuka mata, aku sudah di dalam kereta dan akan sampai di istana sebentar lagi. Keadaan kerajaan dan istana tidak berbeda dari tiga hari yang lalu. Rencana Tuan Daniel sudah digagalkan bahkan sebelum mereka sampai di ibu kota, beberapa buronan lain pun sudah ditangkap. Kata-kata Lucas ternyata memang benar, semua baik-baik saja.

“Harusnya kau bilang yang sebenarnya! Aku sampai nangis segala!”

Sia-sia air mataku ini.

Kami pun mendapatkan perawatan. Aku sudah mengisi perutku yang kosong, luka-luka di beberapa bagian tubuhku juga sudah diobati. Bekas luka tusuk waktu itu untungnya tidak mengalami infeksi atau apapun. Malam itu aku masih memandangi Lucas yang membaca beberapa laporan entah apa itu. Luka tusuknya juga sudah diobati.

“Kau tega sekali membuatku khawatir? Kukira kita sudah tidak bisa menyelamatkan kerajaan.”

Lucas menyimpan kertas-kertas itu di atas nakas dan menyeringai, “Jarang sekali melihat sisi lemahmu seperti tadi.”

Aku memukul lengannya, “Kau benar-benar ya! Gimana kalau aku mati jantungan?!”

Lucas justru menarikku dalam dekapannya.

“Hei! Lepaskan aku! Walau aku ini istrimu, tapi tidak ada sentuhan fisik seperti ini! Cepat lepaskan!”

“Kau pasti ketakutan kemarin, maafkan aku,” katanya sambil membelai sudut bibirku yang sempat terluka. “Sekarang kau benar-benar akan baik-baik saja.”

Karena suara Lucas menjadi lebih tenang dan dalam, aku berhenti memberontak ketika dekapannya semakin dalam, aku takut tubuhku menekan lukanya, tapi tidak ada respon dari laki-laki ini.

“Perempuan-perempuan yang ikut disekap bersamaku, mereka pasti mengalami keadaan yang lebih buruk lagi.”

“Iya. Kau menyelamatkan mereka, mereka pasti baik-baik saja setelah dirawat dokter kerajaan.”

“Jangan melompat lagi dari tebing.”

“Kau yang melompat dari tebing.”

“Itu karena kakiku otomatis melompat!”

“Iya.”

“Jangan tertusuk apapun lagi.”

“Mengerti.”

“Jangan menghilang lagi.”

Tapi Lucas tidak menjawab. Aku menengadah dan menemukan Lucas yang sedang memandangiku seperti penuh harap, “Mulai sekarang aku akan berada di depan matamu.”

Selama ini kau ada dimana memangnya?

“Lucas?”

“Hm?”

Tapi aku takut menanyakannya, bagaimana jika semua ini…

“Tidak jadi, tidak usah dipikirkan, cepat tidur… hei! Kau akan tidur dengan posisi begini?”

“Kau ingin aku di atasmu?”

“Hei! Mesum! Cepat tidur!!!”

Aku merasa ada sesuatu di masa lalunya yang dibawa oleh Lucas, satu sisi aku ingin memastikan, di sisi lain aku juga tidak ingin tahu. Aku hanya takut, aku tidak pernah bergantung pada seseorang, atau ada seseorang yang begitu menginginkanku sampai segila ini dan rela menderita sepanjang hidupnya, nanti respon apa yang harus kuberikan. Apa aku masih bisa memandang matanya? Atau harus bagaimana aku membalasnya? Seberapa berat luka yang ditanggungnya? Aku masih takut menanyakannya, aku hanya ingin dengan egois bersama orang yang memelukku mulai sekarang.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
Similar Tags
Million Stars Belong to You
502      270     2     
Romance
Aku bukan bintang. Aku tidak bisa menyala diantara ribuan bintang yang lainnya. Aku hanyalah pengamatnya. Namun, ada satu bintang yang ingin kumiliki. Renata.
Konspirasi Asa
2844      987     3     
Romance
"Ketika aku ingin mengubah dunia." Abaya Elaksi Lakhsya. Seorang gadis yang memiliki sorot mata tajam ini memiliki tujuan untuk mengubah dunia, yang diawali dengan mengubah orang terdekat. Ia selalu melakukan analisa terhadap orang-orang yang di ada sekitarnya. Mencoba untuk membuat peradaban baru dan menegakkan keadilan dengan sahabatnya, Minara Rajita. Tetapi, dalam mencapai ambisinya itu...
Apartemen No 22
489      339     5     
Short Story
Takdir. Tak ada yang tahu kemana takdir akan menuntun kita. Kita sebagai manusia, hanya bisa berjalan mengikuti arus takdir yang sudah ditentukan.
An Angel of Death
372      242     1     
Short Story
Apa kau pernah merasa terjebak dalam mimpi? Aku pernah. Dan jika kau membaca ini, itu artinya kau ikut terjebak bersamaku.
(L)OVERTONE
2421      854     1     
Romance
Sang Dewa Gitar--Arga--tidak mau lagi memainkan ritme indah serta alunan melodi gitarnya yang terkenal membuat setiap pendengarnya melayang-layang. Ia menganggap alunan melodinya sebagai nada kutukan yang telah menyebabkan orang yang dicintainya meregang nyawa. Sampai suatu ketika, Melani hadir untuk mengembalikan feel pada permainan gitar Arga. Dapatkah Melani meluluhkan hati Arga sampai lela...
Hei, Mr. Cold!
416      333     0     
Romance
"Kau harus menikah denganku karena aku sudah menidurimu!" Dalam semalam dunia Karra berubah! Wanita yang terkenal di dunia bisnis karena kesuksesannya itu tak percaya dengan apa yang dilakukannya dalam semalam. Alexanderrusli Dulton, pimpinan mafia yang terkenal dengan bisnis gelap dan juga beberapa perusahaan ternama itu jelas-jelas menjebaknya! Lelaki yang semalam menerima penolakan ata...
Old day
578      424     3     
Short Story
Ini adalah hari ketika Keenan merindukan seorang Rindu. Dan Rindu tak mampu membalasnya. Rindu hanya terdiam, sementara Keenan tak henti memanggil nama Rindu. Rindu membungkam, sementara Keenan terus memaksa Rindu menjawabnya. Ini bukan kemarin, ini hari baru. Dan ini bukan,Dulu.
Musyaffa
144      126     0     
Romance
Ya, nama pemuda itu bernama Argya Musyaffa. Semenjak kecil, ia memiliki cita-cita ingin menjadi seorang manga artist profesional dan ingin mewujudkannya walau profesi yang ditekuninya itu terbilang sangat susah, terbilang dari kata cukup. Ia bekerja paruh waktu menjadi penjaga warnet di sebuah warnet di kotanya. Acap kali diejek oleh keluarganya sendiri namun diam-diam mencoba melamar pekerjaan s...
Bulan
748      446     5     
Short Story
Ketika Bulan mengejar Bintangnya kembali
Monologue
617      428     1     
Romance
Anka dibuat kesal, hingga nyaris menyesal. Editor genre misteri-thriller dengan pengalaman lebih dari tiga tahun itu, tiba-tiba dipaksa menyunting genre yang paling ia hindari: romance remaja. Bukan hanya genre yang menjijikkan baginya, tapi juga kabar hilangnya editor sebelumnya. Tanpa alasan. Tanpa jejak. Lalu datanglah naskah dari genre menjijikkan itu, dengan nama penulis yang bahkan...