.
.
.
“…”
.
.
.
Kereta yang biasa dipakai Diana melaju seperti biasanya ketika kami melewati jalan kecil di mana di sisi kiri dan kanannya terdapat lembah yang lumayan dalam. Setelah menjenguk Keluarga Levada dan makam Nyonya Besar, aku belum menemukan keanehan di sepanjang perjalanan kami. Aku sempat membicarakan tentang tindakan Franz yang sedang mencari tahu soal Keluarga Levada pada Ayah Diana, mungkin beliau bisa sedikit mengeratkan pertahanannya, aku khawatir Keluarga Levada akan diserang oleh suruhan Tuan Daniel.
Dari luar aku mendengar suara yang sangat keras. Kereta yang kutumpangi pun mendadak berhenti. Aku bersiap dengan memegang pedang yang tersamping sejak tadi. Kemudian suara teriakan dan pedang yang saling beradu terdengar jelas olehku. Tak lama pintu kereta itu dibuka dengan kasarnya dan dengan mudahnya aku mengarahkan pedangku hingga menembus tubuh seseorang yang wajahnya tertutup jubah dari Kerajaan Onyx.
Apa maksudnya ini semua?
Aku keluar dari kereta, Alpha dan ksatria yang lain sedang berhadapan dengan penyerang misterius itu. Aku yakin mereka bukan dari Kerajaan Onyx. Memangnya kerajaan kecil itu mau daratannya habis terbakar olehku? Mereka tidak sebodoh itu juga.
Penyerang itu berjumlah belasan, walaupun jumlah orangku tidak seimbang, tapi kemampuan berpedang para penyerang itu masih kalah jauh dengan para ksatria istana. Beberapa kali aku terkena tebasan dari pedang mereka, tapi aku sudah terbiasa dengan luka yang seperti itu.
Salah seorang penyerang yang mengayunkan pedangnya sampai menebas tubuhku terkulai lemas di atas tanah tepat sebelum aku menghunuska pedangku ke arah jantungnya. Tak lama ia menjerit kesakitan dan darah menyembur keluar dari tubuhnya mengenai sebagian tubuh dan wajahku.
“Sialan!” ucapku sambil mengusap bekas darah di wajahku. Sudah mati pun masih bisa mengotoriku, hah!
**
Aku menahan darah yang terus mengalir ditubuhku dengan menekan lukanya. Ternyata tebasan pedang penyerang itu cukup dalam sampai darahku mengotori kereta lain yang baru saja dibawa salah seorang ksatria. Kabar tentangku yang diserang saat perjalanan pulang pasti sudah sampai ke istana. Aku menghela napasku dalam-dalam, mencoba menenangkan jantungku yang berdegup tidak biasanya. Pandanganku mulai kabur, sepertinya aku mulai kehabisan darah.
Rasa perih ini samar-samar seperti pernah kurasakan. Iya, saat Diana mengobati luka Alpha karena Cecilia mengamuk. Aku mengamati bagaimana kedua orang itu dari luar kamar Diana. Diana tidak pernah mendapatkan pelajaran tentang kesehatan, tapi ia mahir membalut luka di leher Alpha. Saat Diana memandang nanar lebam di wajah Alpha setelah kami berlatih pagi itu, tatapannya seperti mengasihani Alpha. Sisi baru seorang Diana yang tidak pernah lagi aku rasakan.
Apa ini sebuah karma karena selama ini aku telah menjauhinya? Seberapa besarkah dosaku karena tidak memperhatikan Diana dengan benar? Ahh… perasaanku yang selalu bisa kututupi dengan baik, selalu saja meledak jika di dekat Diana. Selalu saja, semua hal-hal acak itu keluar dari tempatnya, dan Diana selalu menjadi alasan teratas.
Mungkin aku kesepian, atau justru aku telah kehilangan Sang Ratu. Mungkin aku…
“Yang Mulia, kita telah sampai di istana.”
Seorang ksatria memanggilku lalu membuka pintu kereta yang kutumpangi. Rasanya berat sekali untuk menyanggah tubuh ini selagi aku menekan luka yang semakin melebar dan melelehkan darah segar dan kental dari tubuhku. Sudah sekian lama aku kembali ke istana dengan keadaan seperti ini. Sudah lama sekali sejak para pelayan menungguku di depan istana seperti ini.
Semua sama saja seperti dulu…
Tubuhku hampir kehilangan keseimbangannya sesaat setelah seseorang menabrak tubuhku dan menangis di dadaku.
“Lucas!!! Lucas! Aku mohon! Aku mohon bertahanlah! Jangan pergi… Kumohon…”
Diana.
Aku membalas pelukannya, wangi khas Diana yang menenangkan ini perlahan membuat semua rasa kesepian dan perih ditubuhku ikut menghilang. Kami baru saja bertengkar hebat, kupikir Diana tidak akan menampakkan dirinya lagi di hadapanku. Kukira semuanya akan berjalan sama saja persis sebelum aku bertemu dengannya. Ternyata pelukan hangat dan menenangkan ini bisa menjadi bagian paling berbeda dari seluruh hidupku yang terlanjur kelam dan menyakitkan.
Aku ingin kau berada di sisiku, Sang Ratu. Membayangkan sosokku sudah menghilang dari hidupmu saja membuatku kerepotan setengah mati. Apa jadinya jika aku yang kehilangan sosokmu untuk selamanya? Aku bisa benar-benar mati.
**
Diana masih menjagaku setelah aku kembali dengan luka tebasan di tubuhku. Benar saja Diana memang pandai mengobati, setahuku tidak ada pelajaran tentang kesehatan di Akademi Putri, darimana Diana bisa tahu semua ini?
Tapi, melihat Diana berada di sampingku selama ini sedikit menenangkanku. Kata-kata yang pernah diucapkan oleh Tuan Hades mulai memberiku keyakinan jika Diana memang sosok hebat yang bisa membantuku. Mungkinkah hubungan kami bisa semakin baik setelah ini? Aku ingin memperbaiki semuanya dari awal.
“Hei, Lucas.” Diana memanggilku sambil tetap mengganti perban di tubuhku. Matanya yang melelehkan air mata waktu itu membuatku ingin tertawa tapi di satu sisi aku ingin menyekanya. Apa yang kau pikirkan sampai-sampai kau ketakutan jika aku pergi?
“Sakit ya?” tanyanya.
“Hm.”
Aku merasakan sentuhan jari Diana yang menyusuri luka di lenganku yang belum juga kering. Lagi-lagi matanya itu menampakkan tatapan paling menyedihkan yang bisa tergambarkan olehnya. Kenapa lagi? Apalagi yang membuatmu bersedih seperti itu, Sang Ratu? Aku tidak suka melihat tatapanmu yang seperti itu. Rasanya…
“Luka ini, sakit ya?” tanyanya begitu sampai di ujung luka tebasan lengan kananku.
Bukan. Bukan hal semacam ini yang terasa sakit. Rongga dadaku bereaksi ketika aku melihatmu berbinar menatap orang selain aku, tatapanmu yang menyiratkan kesedihan yang kentara itulah yang bisa membuatku begitu sakit. Semakin melihatmu menjauh, rasa sakitnya semakin terasa. Seperti itulah sakit yang aku tahu, Diana.
“Sakit.”
Diana akhirnya menatap ke arahku, mata kami bersinggungan. Tidak seperti tatapannya yang biasa memperlihatkan rasa kesalnya padaku, tapi tatapan yang sama seperti saat ia melihat foto kedua orang tuaku dan ketika Nyonya Besar pergi. Tatapan yang hanya aku seorang yang tahu.
“Sakit sekali, Diana.”
**
Malam-malam sekali aku mendapat kabar dari Tuan Levada jika besok para bangsawan dan komandan pasukan akan datang ke istana untuk pertemuan mendadak. Para bangsawan itu mengira jika penyeranganku waktu itu karena Kerajaan Onyx sedang mencoba memulai peperangan dengan Kerajaan Xavier. Padahal orang bodoh pun tahu, menyerang Kerajaan Xavier sama saja dengan bunuh diri. Lagipula orang itu juga masih berada di sini.
“Kau sudah memberikan potongan jubah penyerang itu padanya?” tanyaku.
“Sudah Yang Mulia. Sepertinya ia juga berpikir Tuan Daniel telah memikirkan rencana lain jika ia gagal mencelakai Yang Mulia Ratu. Itulah mengapa para penyerang memakai jubah Kerajaan Onyx, ditambah Tuan Daniel sekarang berada di perbatasan dekat dengan kerajaan tersebut,” terang Alpha.
Aku menyandarkan tubuhku, tumpukan laporan yang sudah dikerjakan Diana sama sekali tidak ada yang kuubah, semuanya sudah kusetujui.
“Tuan Levada mencurigai hal yang sama pula. Ditambah besok para bangsawan dan komandan perbatasan akan mengadakan rapat mendadak untuk melakukan pembalasan pada Kerajaan Onyx, juga mengenai bahan pokok yang ditimbun para bangsawan itu, sepertinya mereka akan protes.”
“Mencoba mengadu domba.”
“Tepat.”
“Mungkin dengan rapat itu kita bisa tahu siapa yang berada dipihak Tuan Daniel atau pihak kita.”
Aku melirik Alpha yang berdiri di hadapanku.
“Kau benar, mungkin bisa menjadi kesempatan untuk kita juga. Lalu bagaimana dengan Sang Ratu, ia mencurigai sesuatu?”
“Yang Mulia Ratu bertanya tentang penyerangan itu, sesuai yang Anda minta, saya hanya mengatakan jika Kerajaan Onyx mungkin saja sedang memulai peperangan dengan kerajaan kita.”
“Lebih baik Diana tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Biar ini semua menjadi urusanku. Persiapkan saja ruangan untuk rapat besok.”
“Dilaksanakan, Yang Mulia.”
**
Pertemuan tadi pagi mengejutkan semua orang. Diana tiba-tiba muncul dan ikut ke dalam rapat itu. Tentu hal itu mengejutkanku juga, aku sadar Diana memang jauh berbeda dari sebelumnya, tapi melawan para petinggi itu, siapa yang bisa memprediksi perilaku Diana yang penuh kejutan.
“Tuan, maaf jika saya melibatkan Diana dalam rapat tadi.” Aku juga tidak bisa mengabaikan Tuan Levada yang mungkin saja mengkhawatirkan anak perempuannya sampai terlibat dalam masalah kami.
“Aku justru terkejut karena Diana bisa membantumu. Sejak dulu aku tidak pernah memintanya untuk menjadi penerus Keluarga Levada. Aku ingin Diana bisa hidup sesuai dengan keinginannya. Saat ia meneyetujui pernikahan kalian, aku khawatir karena Diana mungkin tidak cukup untuk membantumu sebagai seorang ratu, tapi sekarang ia terlihat lebih dewasa dari sebelumnya. Terima kasih ya, Lucas. Kau menjaga putriku satu-satunya itu,” terang Ayah Diana.
Aku meneguk tehku. “Diana memang sudah hebat sejak dulu.” Mungkin Diana memang hebat sejak awal, hanya saja ia tidak pernah menunjukkannya, tidak seperti sekarang.
“Ke depannya mungkin kau akan menghadapi masalah yang lebih besar dari ini. Tuan Barton sudah melangkah terlalu jauh untuk melawanmu. Kuharap kalian berdua bisa menghadapi semua ini.”
“Terima kasih, Tuan. Saya harap juga semua ini segera berlalu dengan tenang.”
Setelah mengantar Ayah Diana hingga beliau menaiki keretanya, aku meminta Diana untuk datang ke ruang kerjaku. Aku hanya penasaran dengan keadaannya. Memasuki kamar perempuan itu hanya menimbulkan pikiran-pikiran liar di otakku. Kenapa pula Diana menghias kamarnya dengan banyak bunga-bunga seperti itu?
Ketika Diana sudah datang ke ruanganku, wajahnya terlihat gugup. Ada apa dengan raut wajahnya yang manis itu?
“Kenapa kau membantuku barusan?” tanyaku untuk menggodanya.
“Hanya… karena lukamu belum sembuh, dan kau tidak boleh banyak pikiran, makanya aku membantumu,” jawabnya gugup.
Tidak seperti biasanya, ada sesuatu yang ia sembunyikan, ya?
“Hanya itu?”
“Memangnya kau ingin apa lagi?”
“Apa kau mengira aku tidak bisa menangani masalah itu sendirian?”
“Kenapa pikiranmu justru ke arah sana?”
“Jawab aku Diana, aku tidak meminta bantuanmu sekarang, kenapa kau membantuku? Kenapa kau kembali ikut campur dengan urusanku?”
Sekarang raut wajahnya menekuk akan mengeluarkan amarahnya seperti biasa.
“Kau sebegitu tidak percayanya padaku?!”
“Karena aku pernah melihatmu menampar Cecilia dan menyalahgunakan kekuasaanmu itu!”
Ah! Aku melewati batas lagi.
“Kalau begitu, kenapa kau juga mencampuri urusanku? Memerintahkan semua orang untuk ikut berkabung saat nenekku meninggal.”
Tunggu!
“Kenapa kau—“
“Kenapa kau membawakanku sepatu yang tidak kuminta? Kenapa kau membawakan baju-baju itu untukku? Kenapa kau memberikan sesuatu yang bahkan tidak pernah kuminta? Kenapa kau… melapisi seluruh istana dengan karpet setelah aku terjatuh dari tangga?”
Kenapa selalu ada kata ‘kenapa’ ketika aku mencoba memperhatikannya? Bukankah itu hal yang sangat wajar bagi hubungan kami? Selalu saja Diana meragukan semua hal tentangku, tentang hubungan kami. Apa dia benar-benar telah kehilangan segalanya tentangku? Apa sosokku begitu terasa asing untuknya sampai Diana tidak memahami maksudku yang sebenarnya?
“Lupakan pertanyaanku tadi. Kau menyukaiku?”
“Apa?”
“Kau menyukaiku, Lucas?”
Menyukaimu? Bahkan jika ada kata yang lebih pantas dari itu, akan kugunakan untuk mendeskripsikan semuanya tentang dirimu, Diana. Tentang bagaimana aku melihatmu sekarang.
“Kalau begitu, kau menyukai Cecilia?”
Kenapa sekarang menyebut nama orang itu? Apa yang sebenarnya ingin kau dengar? Aku tidak suka nama Keluarga Barton keluar dari mulutmu, “Tentu saja, dia keluargaku,” jawabku asal penuh dengan emosi yang ikut keluar.
“Jika tidak denganku, kau berniat menikahinya, kan?”
Darimana kau tahu rencana itu?
“Karena… dia yang memintanya.”
“Kau sendiri?”
“Hm?”
“Apakah kau ingin menikahinya?”
“Tidak.”
“Kau pernah melihatnya sebagai seorang perempuan, dan mencintainya?”
Bagaimana bisa kau bertanya soal itu? Hubunganku dengannya bukan sesuatu yang perlu kau pertanyakan. Apa mungkin selama ini kau cemburu pada perempuan itu?
“Tidak.”
Mungkin jika aku bisa mengembalikan waktu, aku akan tetap menikahimu Diana. Atau bahkan jika menikahimu aku harus melepaskan segalanya, akan kulepaskan apapun itu selama aku bisa bersamamu seperti sekarang. Selama kita terikat, kupikir dunia ini sudah lebih dari cukup.
“Lucas. Jika aku yang dulu mendengar ini, mungkin aku akan sangat senang sekali, setidaknya tidak ada seorang pun di dalam hatimu, tapi aku yang sekarang tidak suka mendengarnya. Aku hanya mencoba menyelematkanmu, itu saja. Tidak ada hal lain yang ingin aku ambil darimu, bahkan hatimu sekalipun. Kalau kau tidak suka dengan tindakanku, maka berhenti juga melakukan sesuatu yang bisa membuatku salah mengerti. Kalau memang kau ingin berpura-pura sebagai pasangan yang perhatian, katakan terlebih dulu padaku. Aku tidak suka membuat asumsi tertentu atas tindakanmu itu, jangan membuatku salah paham.”
Maafkan aku, aku tidak bermaksud begitu. Sepertinya selama ini aku membuatmu salah mengerti. Aku mencintaimu Diana, sampai kau tidak membayangkan seberapa banyak hal itu. Aku ingin memberikan segalanya untukmu. Tolong tunggu sebentar, aku ingin menyelesaikan semuanya dan akan kukatakan apa yang selama ini terjadi.
Maaf jika aku terlalu dungu untuk memberitahu perasaanku padamu.
Salam Hangat,
SR
ig: @cintikus
@sylviayenny thank youuuu :)
Comment on chapter #1