Loading...
Logo TinLit
Read Story - Moira
MENU
About Us  

.

.

.

Sesekali, tolong pikirkan aku juga

.

.

.

Sehabis ‘pertengkaran’ kami berdua, aku meminta Nara untuk kembali ke tempatnya dan istirahat. Padahal malam masih panjang, jam tidurku juga masih lama, tapi rasanya aku capek sekali. Mungkin karena aku habis bertengkar dengan Lucas, mungkin juga karena tadi pagi otakku banyak dipakai, entah yang mana penyebabnya, tapi malam ini aku ingin tidur yang berkualitas.

Sepertinya keinginan untuk bisa tidur berkualitas itu tidak mudah diwujudkan. Semakin aku mengingat tentang musim panas tahun ini, semakin aku terjaga dan banyak berpikir tentang kemungkinan peristiwa di dalam novel akan terjadi, dan korbannya adalah Lucas. Baiklah, Lucas memang punya daya tahan tubuh yang jauh di atas Diana. Kejadian kereta yang jatuh ke jurang mungkin tidak membuat Lucas sampai pingsan seperti yang dialami Diana, tapi dia tidak bisa bergerak, secara harfiah, selama seminggu juga. Tetap saja mereka mengalami hal yang sama, meski dalam konteks yang berbeda.

Aku memang tidak menyukai Lucas karena sifatnya, bukan berarti aku tidak menyukai Lucas sampai tidak peduli jika laki-laki itu akan celaka. Aku hanya, entah bagaimana, tidak pernah terpikirkan bagaimana jadinya jika Lucas menghilang dari dunia ini. Aku tidak tahu akan seperti apa jadinya jika hal itu benar-benar terjadi.

 

**

 

Selagi sekarang minggu terakhir musim semi, aku ingin menikmati sedikit lagi suasana sejuk di pinggir danau. Sekarang aku memastikan Cecilia tidak berusaha membunuhku untuk kali kedua. Aku juga sedang kabur dari Nara, aku butuh kesendirian belakangan ini. Rasanya ketika kau merasa khawatir akan masa depan, yang kau butuhkan hanya kesendirian. Sebelah kakiku digerakkan ke depan dan ke belakang di atas dermaga kecil ini. Suara serangga di dalam hutan, juga sesekali angin musim semi yang memainkan rambut Diana, kondisi seperti ini mungkin bisa sedikit menenangkan pikiranku.

Mata kami berpapasan lagi dan lagi. Pakaiannya yang sedikit berbeda dari yang kutahu menyita perhatianku. Celana hitam panjang, juga kemeja putih sederhana mengingatkan aku pada orang-orang yang baru bekerja sebagai pakaian paling formal dan umum untuk dipakai. Sedang apa si brengsek ini!

“Yang Mulia! Yang Mulia!”

Tak jauh dari tempat kami, kudengar suara seorang ksatria yang sepertinya mencari Lucas. Aku berjalan menghampirinya untuk memberi tahu ksatria itu jika Lucas ada di sini.

“Luc— mmph— mmphhhhh—“

Lucas membekap mulutku dan menyeretku masuk ke dalam hutan di pinggir danau. Jauh lebih dalam sehingga ksatria tadi tidak lagi terdengar suaranya olehku. Aku memukul-mukul tangannya yang menutup mulutku, tapi dia tidak bergeming.

Hingga kami sampai di depan rumah kayu berukuran kecil yang menyatu dengan sebuah pohon beringin di dalam hutan yang dingin ini. Barulah Lucas melepas tangannya. Aku memukulnya begitu ada kesempatan.

“Apa-apaan sih kau ini? Mau menculikku?!” protesku.

“Kau menganggu saja,” katanya.

Siapa yang menganggu siapa, hei! Si brengsek ini!

Aku hendak beranjak dari tempatku, tapi lagi-lagi Lucas menangkap lenganku. Ia melemparkan jubah berwarna hitam padaku, lalu memakai jubah yang sama denganku tanpa berkata apa-apa.

“Kau mengajakku untuk memata-matai musuh?” tanyaku sarkas.

“Cepat pakai saja.”

“Kalau aku tidak mau?”

Tentu saja si brengsek ini memaksaku memakai jubah itu lalu menutupi kepalaku dengan tudung di jubah ini.

Ia menggenggam tanganku lalu membawaku menyusuri hutan ini. Tentu saja sepanjang jalan aku berusaha kabur tapi dia tidak bergeming sama sekali. Bahkan ocehanku sampai tidak digubris olehnya.

Hingga kami keluar hutan dan sampai ke sisi sebuah ladang milik penduduk sekitar. Tunggu, tunggu, kita keluar dari kompleks istana.

“Tunggu dulu! Kenapa kita ada di luar istana? Kau mau kemana sih? Bagaimana jika orang-orang mencarimu?”

“Kita akan pergi ke kota.”

“Untuk?”

“Melihat puncak pesta lampion.”

“Kenapa harus mengajakku?”

“Aku tidak yakin kau akan membiarkanku kabur seperti tadi.”

“Memangnya aku mau pergi bersamamu?”

“Kau tidak punya pilihan untuk menolaknya.” Lucas kembali menarik lenganku agar mengikutinya.

“Hei! Aku tidak mau!” protesku.

 

**

 

Kondisi di kota sangat ramai sekali. Jika kau pernah menonton film-film dengan latar belakang Eropa era delapan puluhan, itulah yang akan kau temukan di kota ini. Kiri kanan berjejer bangunan seperti London dengan lantai dasarnya dibuat sebagai kios. Mungkin karena sedang pesta lampion, kebanyakan toko-toko itu menjajakan makanan manis atau mainan-mainan lucu khas pesta rakyat.

Banyak juga orang yang berlalu lalang, termasuk kami berdua. Anak-anak berlarian sambil membawa kincir angin, ada juga yang meniup gelembung sabun, ada juga yang tantrum karena tidak diberikan mainan oleh ibunya. Lucas membawaku masuk ke dalam kedai yang menjual bir. Hei, hei, aku tidak minum begituan.

Kedai yang punya dekorasi bergaya Texas dan didominasi unsur kayu, ditambah penerangan yang redup, mirip seperti kedai bir yang ada di film-film. Tanpa diduga Lucas membuka tudungnya, aku sedikit terkesiap kalau-kalau orang-orang ribut karena kehadirannya.

Tapi, di dalam kedai ini hanya ada kami berdua, dan seorang ‘bartender’ yang berdiri menyambut kami dari belakang meja bir.

“Yang Mulia,” katanya memberi hormat.

Lucas duduk di salah satu kursi di depan meja bir, dan aku di sampingnya sambil membuka tudungku juga.

Bartender itu mengganti tanda buka di kedainya menjadi tutup. Sebenarnya ini kedai bir biasa, atau agen intelejen Kerajaan Xavier?

“Yang Mulia Ratu, selamat datang di kedai kecil saya. Ini pertama kalinya saya melihat Anda,” katanya begitu kembali dan melihat kehadiranku.

Aku hanya bisa tersenyum canggung, aku tidak pernah terbiasa disapa sesopan itu oleh seseorang.

“Yang Mulia ingin pesan apa?” tawar bartender itu.

Aku lihat-lihat kue yang dipajang di dalam etalase kaca di bawah meja yang kami gunakan. Kue coklat itu enak, kue dengan stroberi di atasnya juga enak, aku tidak bisa tahan dengan makanan manis di tempat ini. Mereka luar biasa.

“Bisa rekomendasikan untukku?” tanyaku.

“Tentu saja, Pangeran sendiri?”

Aku menatap bartender tadi karena memanggil Lucas dengan sebutan Pangeran. Dia kan sudah menjadi Raja sekarang.

“Jangan bercanda, Liam. Berikan yang biasa saja,” jawab Lucas, dingin, tentu saja.

Bartender tadi pergi menyiapkan pesanan kami. Sepertinya Lucas sering datang ke tempat ini, bagiku sih ini pertama kalinya. Sekalinya aku keluar istana juga tidak jauh dari rumah orang tuanya Diana, atau waktu itu ke Daerah Perbatasan karena ada pekerjaan. Selebihnya, hanya pedagang di pinggir jalan waktu dulu aku membelikan buah tangan untuk mendiang Nenek Diana yang tengah sakit.

Hidupku yang biasanya dihabiskan di luar rumah, kini bertolak belakang dengan kondisiku sebagai seorang ratu. Tapi menurutku apapun pekerjaannya, tidak ada yang benar-benar disebut mudah.

Tak berapa lama, bartender yang dipanggil Liam itu menyajikan pesanan kami. Seopotong kue coklat dengan hiasan macaroon berwarna hijau muda di atasnya, juga secangkir teh melati untukku, dan secangkir kopi untuk Lucas. Tanpa melihatnya, aku sudah tahu pesanan Lucas dari aromanya, jangan lupa, aku juga bekerja di kafe dulu.

Lucas menyeruput kopinya, sementara aku memotong kueku sampai cukup kecil untuk bisa kunikmati dengan elegan. Kemudian Liam memberikan sebuah benda yang tidak bisa kudeteksi, dan memberikannya pada Lucas.

“Mereka bukan ksatria dari Kerajaan Onyx,” katanya.

Perhatianku teralihkan pada mereka berdua. Lucas mengambil barang yang diberikan Liam tadi, dan ternyata sepotong kain yang sudah tidak jelas bentukannya.

“Jadi memang ada seseorang dari sini yang menyerangku,” kata Lucas dengan nada yang serius.

“Saat mencari informasi, mungkin saja ada penyelundup masuk ke Kerajaan, tapi tidak ada satupun yang datang dari Kerajaan Onyx. Bisa jadi memang ada pembelot di Kerajaan ini, Yang Mulia.”

Uhukk… uhukk…

Aku terbatuk mendengar obrolan dua orang ini, “Kalau kalian ingin membicarakan rahasia begini, seharusnya di tempat yang aman. Bagaimana jika ada orang lain yang menguping?” protesku.

“Hanya ada kau yang mendengarkan kami,” kata Lucas.

“Aku tidak ada keinginan untuk tahu hal ini lagi,” kataku.

“Aku tidak suka jika kau bertanya terus pada Alpha tentang ini semua.”

“Aku bilang aku sudah tidak minat dengan ini semua.”

Lucas ini, mudah sekali mencari informasi rahasia dari orang lain di tempat terbuka begini. Bagaimana jika ada orang lain yang menguping di luar sana?

 

**

 

Aku sedikit gengsi sih untuk bertanya pada Lucas tentang orang bernama Liam itu, tapi kalau ditebak dari obrolan mereka, Liam seperti mata-mata bayaran yang dipekerjakan langsung oleh Lucas. Kedai bar itu, mungkin hanya ‘topeng’ untuk menutupi pekerjaan Liam yang sebenarnya. Masa iya, kedai bar menjual kue dan teh yang enak, itu sih namanya kafe biasa kalau di duniaku.

Kami masih berjalan di sekitar alun-alun kota. Aku tidak protes dan hanya mengikuti Lucas pergi.

“Kau tidak tahu tempat tadi?” tanya Lucas tiba-tiba tanpa melihatku dan tanpa menghentikan langkahnya.

“Bagaimana caranya aku bisa tahu?” tanyaku. “Tadi pertama kalinya aku masuk ke kedai aneh itu. Masa sih kedai bir isinya jualan kue? Aneh!”

Lucas tiba-tiba berhenti berjalan dan membuatku menabrak punggungnya. “Kenapa sih?!” protesku.

Walaupun wajah kami tertutupi tudung, tapi aku bisa melihat kilatan mata tajamnya padaku. Kemudian, ia berjalan lagi sambil ‘menyeretku’. Dia kenapa sih?

Kami berjalan-jalan seperti tidak ada tujuan, Lucas tidak berhenti di salah satu kios makanan atau mainan, kami hanya berkeliling tanpa bersuara atau apapun. Aku heran deh dengan manusia di depanku ini? Kemarin-kemarin kami bisa bertengkar hebat seperti anjing dan kucing, tapi besoknya, seakan semua kemarahan itu tidak pernah terjadi, dan aku, entah bagaimana bisa menyeimbangi keanehannya. Mungkin pada dasarnya aku memang hebat.

“Hahhh~”

Lagi-lagi Lucas berhenti mendadak, “Kau lelah?” tanyanya sambil melihat ke arahku.

“Kenapa kau bertanya seperti itu?” tanyaku balik.

Lucas kemudian membawaku ke sebuah kedai penjual es krim, ia membelikanku es krim lalu sebentar kami diam di pinggir jalan sambil menikmati es krim dan lalu lalang orang-orang.

Aku menikmati es krim tersebut. Sambil kepalaku mengawang-awang merapikan semua pemikiran-pemikiran yang muncul selama ini. Salah satunya, kenapa Lucas seperti sosok yang berbeda hari ini? Ucapanku kemarin, apakah berpengaruh pada sikapnya?

Kulihat anak-anak sedang berlalu lalang, aku jadi teringat bocah-bocah di panti asuhanku dulu. Ada seorang anak yang merengek minta dibelikan mainan oleh orang tuanya, seorang anak yang sedang memakan es krimnya yang sudah mencari, juga segerombol anak-anak yang berjalan melewati kami sambil tertawa riang seolah hidup mereka tanpa beban. Anak-anak sih memang tidak punya banyak beban seperti orang dewasa. Aku penasaran, jika panti asuhanku ada di dunia seperti ini, akan jadi apa aku ya? Pastinya perempuan bandel yang selalu menolak memakai sepatu hak tinggi.

Orang-orang kemudian berkerumun di satu toko roti yang baunya tercium sangat pekat. Aku ingat, di dalam novel Alpha sempat ingin membelikan roti isi krim yang katanya enak sebelum Diana jatuh ke jurang. Jangan-jangan toko itu yang dimaksud Alpha.

“Belikan aku roti krim itu,” titahku pada Lucas.

“Kau tahu darimana toko itu?”

“Aku pernah dengar Alpha membicarakan soal roti di toko itu.” Sebenarnya aku tahu di dalam novel.

“Beli sendiri.”

“Uangnya?”

“Kau tidak membawa uang sepeser pun?”

“Aku tidak pernah membawa uang kemana pun.”

“Hartamu itu banyak, Diana.”

“Terus kenapa? Aku tidak pernah menyentuh hartaku. Aku juga jarang belanja sesuatu.” Karena uang itu punya Diana, sebisa mungkin aku tidak menyentuhnya.

Lucas sedikit menghembuskan napas, “Jangan kemana-mana.”

Benar! Harusnya kau yang pergi, aku bisa sampai di sini karena kau menyeretku. Perlakukan aku dengan baik, Lucas! Atau akan kubuat kegaduhan di sini sekarang juga, hahaha…

 

 

Salam Hangat,

SR

ig: @cintikus

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
Similar Tags
Love is Possible
168      155     0     
Romance
Pancaroka Divyan Atmajaya, cowok angkuh, tak taat aturan, suka membangkang. Hobinya membuat Alisya kesal. Cukup untuk menggambarkan sosok yang satu ini. Rayleight Daryan Atmajaya, sosok tampan yang merupakan anak tengah yang paling penurut, pintar, dan sosok kakak yang baik untuk adik kembarnya. Ryansa Alisya Atmajaya, tuan putri satu ini hidupnya sangat sempurna melebihi hidup dua kakaknya. Su...
In Your Own Sweet Way
440      314     2     
Short Story
Jazz. Love. Passion. Those used to be his main purpose in life, until an event turned his life upside down. Can he find his way back from the grief that haunts him daily?
If Only
368      243     9     
Short Story
Radit dan Kyra sudah menjalin hubungan selama lima tahun. Hingga suatu hari mereka bertengkar hebat dan berpisah, hanya karena sebuah salah paham yang disebabkan oleh pihak ketiga, yang ingin menghancurkan hubungan mereka. Masih adakah waktu bagi mereka untuk memperbaiki semuanya? Atau semua sudah terlambat dan hanya bisa bermimpi, "seandainya waktu dapat diputar kembali".
In Her Place
1003      657     21     
Mystery
Rei hanya ingin menyampaikan kebenaran—bahwa Ema, gadis yang wajahnya sangat mirip dengannya, telah dibunuh. Namun, niat baiknya disalahartikan. Keluarga Ema mengira Rei mengalami trauma dan membawanya pulang, yakin bahwa dia adalah Ema yang hilang. Terjebak dalam kesalahpahaman dan godaan kehidupan mewah, Rei memilih untuk tetap diam dan menjalani peran barunya sebagai putri keluarga konglomer...
Kala Senja
35374      4957     8     
Romance
Tasya menyukai Davi, tapi ia selalu memendam semua rasanya sendirian. Banyak alasan yang membuatnya urung untuk mengungkapkan apa yang selama ini ia rasakan. Sehingga, senja ingin mengatur setiap pertemuan Tasya dengan Davi meski hanya sesaat. "Kamu itu ajaib, selalu muncul ketika senja tiba. Kok bisa ya?" "Kamu itu cuma sesaat, tapi selalu buat aku merindu selamanya. Kok bisa ya...
From Ace Heart Soul
590      357     4     
Short Story
Ace sudah memperkirakan hal apa yang akan dikatakan oleh Gilang, sahabat masa kecilnya. Bahkan, ia sampai rela memesan ojek online untuk memenuhi panggilan cowok itu. Namun, ketika Ace semakin tinggi di puncak harapan, kalimat akhir dari Gilang sukses membuatnya terkejut bukan main.
Wait! This's Fifty-Fifty, but...
141      125     0     
Romance
Is he coming? Of course, I'm a good girl and a perfect woman. No, all possibilities have the same opportunity.
KATAK : The Legend of Frog
432      349     2     
Fantasy
Ini adalah kisahku yang penuh drama dan teka-teki. seorang katak yang berubah menjadi manusia seutuhnya, berpetualang menjelajah dunia untuk mencari sebuah kebenaran tentangku dan menyelamatkan dunia di masa mendatang dengan bermodalkan violin tua.
29.02
447      239     1     
Short Story
Kau menghancurkan penantian kita. Penantian yang akhirnya terasa sia-sia Tak peduli sebesar apa harapan yang aku miliki. Akan selalu kunanti dua puluh sembilan Februari
Haruskah Ada Segitiga?
596      411     0     
Short Story
\"Harusnya gue nggak boleh suka sama lo, karena sahabat gue suka sama lo. Bagaimana bisa gue menyukai cewek yang disukai sahabat gue? Gue memang bodoh.” ~Setya~