Read More >>"> Moira (#20) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Moira
MENU
About Us  

.

.

.

Maafkan aku, aku tidak bermaksud begitu

.

.

.

“APA?!”

Pasokan kesabaranku tiba-tiba menipis padahal hari masih pagi sekali. Selesai menggulung rambut Diana yang sudah panjang ini, Nara memberi tahuku jika para bangsawan dan komandan setiap pasukan akan berkumpul di istana membahas penyerangan yang terjadi pada Lucas. Pasti Tuan Daniel yang mengompori.

“Nara, aku harus ganti baju lagi.”

Ini baru lima hari dari insiden yang menimpa Lucas. Lukanya belum benar-benar sembuh seratus persen, dan yang membuat aku kesal, rapat ini ada di dalam novel. Setelah Diana meninggal, ada rapat mendadak yang melibatkan petinggi-petinggi itu. Di dalam novel mereka membahas posisi ratu yang kosong juga membahas lebih lanjut tentang kematian Diana. Tentu saja di dalam novel, Cecilia yang akan menggantikan posisi Diana, walaupun mereka belum sampai menikah karena Lucas meninggal terlebih dulu, dan posisi raja yang kosong secara otomatis diambil Tuan Daniel.

Pertemuan ini seharusnya terjadi setelah Diana meninggal, tapi justru terjadi setelah beberapa hari insiden yang terjadi pada Lucas. Aku tidak yakin apa yang direncanakan Tuan Daniel sekarang? Apa dia mulai bergerak dengan beringas untuk menyingkirkan Lucas, ya? Apa dia menganggap lebih mudah merebut tahta dariku? Dia tidak tahu ya kalau di dalam sini itu Tiara. Dia memang tidak tahu di dalam sini adalah aku.

Aku berjalan secepat mungkin menuju ruang rapat itu, tentu saja gaun ‘formal’ ini mengganggu langkahku. Aku tidak suka gaun dengan bawahan yang menggelembung seperti ini, lebih nyaman pakai gaun yang tipis seperti model-model gaun musim panas. Begitu aku sampai di depan pintu ruangan, aku membukanya dengan mudah kedua pintu itu. Semua orang melihat ke arahku, begitu juga Ayah Diana dan Lucas. Aku lupa Ayah Diana juga hadir di sini. Waduh!

Lucas melihatku tanpa ekspresi yang bisa kubaca, ia masih berdiri dan terus saja memandangiku seolah meminta jawaban atas tindakan yang kulakukan. Memang Diana yang ini agak sedikit kurang ajar dan terlalu mengambil risiko besar, tapi aku melakukannya untuk keselamatan Lucas juga.

“Apa masih ada tempat untukku?” tanyaku dengan nada yang kubuat seserius mungkin.

“Selalu,” jawabnya singkat.

Untung dia tidak mengusirku.

Aku duduk di dekat Lucas, tepat di hadapan Ayah Diana yang tersenyum melihatku, di samping Ayah Diana ada Tuan Daniel dan empat orang lain memakai seragam yang sama dengannya. Sementara di sampingku, berjejer beberapa orang yang sama sekali tidak kukenali dan kuperkirakan mereka ini para kepala bangsawan seperti Ayah Diana.

 

**

 

Kurang lebih, pertemuan ini membahas ‘balas dendam’ pada Kerajaan Onyx karena sudah berani menyerang Lucas. Ternyata Tuan Daniel secara terus terang melakukan rencana diam-diamnya ini, dugaanku benar rupanya. Tuan Daniel dan dua orang yang memakai seragam komandan pasukan itu terus saja membujuk Lucas untuk memikirkan rencana mereka, Tuan Licht dan Tuan Sharon. Mereka berdua komandan pasukan perbatasan selatan dan utara, yang sepertinya satu komplotan dengan Tuan Daniel.

“Pikirkan ini Yang Mulia, mereka sudah berani menyerang Anda secara terang-terangan, pasti akan ada penyerangan lainnya. Kita harus menghentikan Kerajaan Onyx sebelum ada korban di kerajaan kita,” kata Tuan Daniel.

“Benar Yang Mulia, melihat Kerajaan Onyx sangat tertutup tetapi mereka memiliki ksatria yang tidak main-main, kita harus menyerang mereka duluan,” tambah Tuan Licht.

Lagipula, kalaupun kerajaan ini menjajah Kerajaan Onyx yang kecil, apa yang akan kita dapatkan? Secara ekonomi dan wilayah, Kerajaan Onyx jauh dari angka sejahtera. Mereka cuma punya ksatria yang ‘katanya’ kuat itu.

“Yang Mulia—“

“Dari dulu hal yang paling aku benci itu peperangan. Bukan cuma kehilangan nyawa para ksatria, tapi hal itu juga akan berpengaruh pada perekonomian, keadaan sosial, penduduk, dan juga hubungan dengan kerajaan lain,” kataku memotong ucapan Tuan Daniel.

“Yang Mulia Ratu, Kerajaan Onyx bukanlah kerajaan yang bisa dianggap remeh,” kata Tuan Daniel sengit dan menatapku cukup tajam. Ini pertama kalinya, aku melihat sosok Tuan Daniel yang sesungguhnya.

“Kerajaan Onyx memiliki banyak kelemahan, hubungan mereka dengan kerajaan lain saja tidak cukup baik dibandingkan dengan kita. Kalau memang mereka berencana menyerang Kerajaan Xavier, hal bodoh apa sampai mereka mau menyerang kita?”

Dibanding dengan Kerajaan Onyx, Kerajaan Xavier punya banyak keuntungan dan kekuatan. Hubungan baik dengan kerajaan lain, ksatria kita pun tidak bisa dianggap remeh. Jika kita yang memulai peperangan, kita akan mendapat keuntungan apa memangnya? Rencana mereka punya celah besar untuk kutemukan.

“Yang Mulia Ratu sepertinya senang memberikan asumsi tanpa memikirkan konsekuensi disekitarnya, seperti kebijakan penimbunan—”

“Kenapa aku harus setuju soal penimbunan bahan pokok oleh para bangsawan?” tanyaku pada seorang bangsawan yang tiba-tiba membuka suaranya. Juga membicarakan soal penimbunan bahan pokok yang pernah aku baca dari laporannya Lucas.

“Lalu membiarkan penduduk biasa kesulitan karena harganya selangit? Itu yang disebut tanpa memikirkan konsekuensi disekitarnya? Urusan bahan pokok, memang sudah seharusnya ditangani oleh istana,” kataku kemudian. Untung saja aku sempat membaca laporan-laporan Lucas.

“Lagipula, apa yang dikerjakan orang-orang diperbatasan?” Aku kembali membahas soal penyerangan kepada Kerajaan Onyx, masalah ini lebih penting dari penimbunan bahan pokok, dasar om-om serakah itu. “Membiarkan beberapa kelompok asing masuk ke dalam kerajaan dan menyerang raja? Coba pikirkan, satu-satunya akses yang bisa dilalui para penyerang itu adalah hutan di belakang istana, jika aku menjadi salah satu penyerang itu, seharusnya tempat yang pertama kali aku ubrak-abrik adalah istana, bukan menghadang di tengah jalan, aneh bukan? Kenapa para penyerang itu bisa langsung tahu soal lokasi raja?”

Mataku menatap Tuan Daniel sehingga membuatnya tak bisa berkata-kata. Mungkin ekspresiku terlihat mencurigainya, sampai-sampai Tuan Daniel dan kedua komplotannya itu tak bergeming sama sekali. Kalau mengingat bagaimana jahatnya Tuan Daniel, kadang detik ini juga aku ingin melemparkan vas bunga di belakangku ke arahnya, supaya Tuan Daniel tidak bergerak karena ambisi jahatnya itu.

Tapi bisa-bisa aku dicap sadis seperti yang terjadi pada Lucas!

“Yang Mulia—”

“Cukup!” Om-om, maksudku bangsawan yang tadi membahas soal penimbunan bahan pokok itu kembali membuka suara, tapi mulutnya seperti tercekat sesuatu hingga ia mengurungkan ucapannya. Dan Lucaslah yang menjadi ‘sesuatu’ itu.

“Aku tidak akan meminta Kerajaan Onyx bertanggung jawab atas insiden ini, peperangan dengan kerajaan kecil itu tidak akan menguntungkan apapun. Sudah jelas?! Jangan sampai aku mendengar masalah ini untuk ke depannya.” Ucapan Lucas menyelesaikan rapat hari itu.

Wah! Wah! Daritadi aku berdebat sampai berbusa tapi orang-orang itu tidak pantang menyerah. Giliran Lucas, semuanya menunduk dan membungkam suara! Si brengsek ini, bukannya daritadi kek buka suara! Aku hampir mati karena takut tidak bisa membalas ucapan mereka semua.

 

**

 

Setelah rapat tadi, petinggi-petinggi itu pun pergi, terkecuali Ayah Diana. Aku berbicara dengannya, sepertinya Ayah Diana sudah terlihat baik-baik saja setelah kepergian Nenek Diana.

“Ayah dengar kau membantu Yang Mulia Raja sekarang?”

“Iya, sekarang aku jadi asistennya.”

“Pasti kau banyak belajar darinya, bukan? Ayah tidak mengira kau bisa membantu Yang Mulia Raja.”

Enak saja! Aku belajar sendiri, loh!

Tak berapa lama Lucas kembali ke ruang rapat tadi. Dia memberi hormat layaknya menantu idaman. Cih!

“Maaf karena pertemuan mendadak ini, Tuan,” kata Lucas. Sopan sekali dia.

“Tidak masalah, Yang Mulia,” jawab Ayah Diana.

“Panggil saya biasa saja, Tuan. Mereka semua juga sudah pergi.”

“Hahaha… Aku terbiasa bertemu denganmu dalam pertemuan formal, maaf ya, Lucas.” Eh! Kenapa rasanya mereka berdua sangat dekat begini. “Pasti sulit bagimu menangani orang-orang keras kepala itu.”

“Iya, beruntung saya sudah mendengar rencana ini dari Tuan. Jika Tuan punya waktu kosong, bisakah kita makan siang bersama?”

Eh?!!!

 

**

 

Aku sudah lama tidak masuk ke ruang makan utama ini lagi. Aku sampai lupa kapan terakhir kali orang-orang di istana makan bersama, walaupun ujung-ujungnya memojokkanku sih. Sekarang hanya ada kami bertiga, aku, Lucas, dan Ayah Diana. Keadaan paling asing yang bisa aku bayangkan. Juga seperti Diana biasanya, aku berpura-pura perhatian pada Lucas agar Ayah Diana tidak curiga.

Acara makan siang itu berlangsung hangat, Ayah Diana banyak bercerita tentang kabarnya akhir-akhir ini, juga keadaan Ibu Diana. Semuanya terdengar baik-baik saja.

“Istana ini banyak berubah ya,” kata Ayah Diana. “Terakhir kali Ayah kemari saat pernikahanmu.”

Aku cuma bisa tersenyum, aku tidak tahu memangnya seperti apa penampakkan istana saat Lucas dan Diana menikah.

“Terima kasih ya, Lucas. Kau selalu menjaga Diana.”

Menjaga apanya? Justru aku yang sedang menjaga dia, Paman! Hmm… sopan tidak sih aku memanggilnya Paman? Atau harusnya Tuan Levada saja ya?

“Saya tidak begitu menjaganya,” jawab Lucas. Benar, benar, kau harus jujur, Lucas.

“Tidak, tidak. Istana ini lebih aman dari sebelumnya, juga perintahmu untuk meliburkan Kerajaan Xavier selama masa berkabung Nenek Diana, itu sudah sangat luar biasa untukku. Kau menepati janjimu untuk menjaganya.”

Aku tidak bisa berkata-kata. Ucapan Ayah Diana membungkam semua kalimat yang mungkin bisa aku lempar ke arah Lucas, tapi tidak kulakukan. Padahal ini pertama kalinya aku mendengar cerita itu, tentang Lucas yang menghentikan kegiatan di seluruh kerajaan saat Nenek Diana meninggal, aku baru tahu itu. Ia pernah melakukannya sekali, saat pertama kali menjadi raja dan meliburkan Kerajaan Xavier untuk mengenang kedua orang tuanya.

Kenapa?

Setelahnya, pikiranku seperti tidak berada di tempat yang sama dengan fisikku. Sepertinya ia terbang tak tentu arah dan seolah aku sedang sendirian di tempat asing. Ada kejutan-kejutan kecil yang menyerang dadaku.

“Diana?” panggilan Ayah Diana seakan menarikku kembali pada kesadaran.

“Iya?”

“Bisakah kau meninggalkan Ayah berdua dengan Lucas? Ada hal yang ingin Ayah bicarakan.”

“Tentu saja, aku akan kembali ke kamar—“ Bukan, bukan kamarku. “Kamar kami.”

Aku lupa jika aku dan Lucas tidak tinggal di kamar yang sama, walaupun kami suami istri. Bahkan kami tinggal di gedung yang berbeda, secara teori.

 

**

 

Tak lama setelah Ayah Diana pamit pulang, aku dipanggil Lucas ke ruang kerjanya. Gawat! Aku lupa tadi pagi membuat kekacauan. Pasti si brengsek itu akan memarahiku lagi.

Begitu aku menutup pintu ruangannya, Lucas berbalik melihatku. Kulihat sekilas tadi ia sedang melihat ke luar jendela. Ruangannya yang berada di lantai dua ini memang bisa langsung melihat bangunan yang disebut laguna itu, juga istana yang sekarang ditempati Keluarga Barton. Dia mau mengomeliku berapa lama ya?

“Kenapa kau membantuku barusan?” tanyanya begitu. Kenapa dia harus mempertanyakan bantuan dari orang lain sih, wajar saja kan.

“Hanya… karena lukamu belum sembuh, dan kau tidak boleh banyak pikiran, makanya aku membantumu,” jawabku asal.

“Hanya itu?”

“Memangnya kau ingin apa lagi?”

“Apa kau mengira aku tidak bisa menangani masalah itu sendirian?”

Hah?!!!

“Kenapa pikiranmu justru ke arah sana?”

“Jawab aku Diana, aku tidak meminta bantuanmu sekarang, kenapa kau membantuku? Kenapa kau kembali ikut campur dengan urusanku?”

Si brengsek ini! Ditolong malah marah-marah!

“Kau sebegitu tidak percayanya padaku?!”

“Karena aku pernah melihatmu menampar Cecilia dan menyalahgunakan kekuasaanmu itu!”

Apa katanya?! Hahaha… ingin sekali aku tertawa keras di depannya.

“Kalau begitu, kenapa kau juga mencampuri urusanku? Memerintahkan semua orang untuk ikut berkabung saat nenekku meninggal.”

“Kenapa kau—“

“Kenapa kau membawakanku sepatu yang tidak kuminta? Kenapa kau membawakan baju-baju untukku? Kenapa kau memberikan sesuatu yang bahkan tidak pernah kuminta? Kenapa kau…“ aku sedikit ragu untuk melanjutkan ucapanku. “…melapisi seluruh istana dengan karpet setelah aku terjatuh dari tangga?”

Tidak ada jawaban dari Lucas, dia bungkam seperti yang terjadi pada om-om serakah di pertemuan pagi tadi.

“Lupakan pertanyaanku tadi,” kataku kemudian melihat tidak ada niatan dari Lucas untuk menjawab pertanyaanku, dia malah mengalihkan pandangannya dariku.

 Lama sekali kami saling membisu, sikap Lucas yang seperti inilah yang aku benci. Dia mungkin ingin menggenggam semua yang sudah dia punya, tapi tidak semua genggaman itu bisa membuat nyaman. Ada saatnya harus dilepas supaya beberapa luka bisa sedikit bernapas. Sikapnya yang begini terhadapku, harus kuartikan seperti apa? Aku bukan Diana, aku tidak punya perasaan suka padanya atau semacam ketertarikan kecil. Bagiku tidak ada yang seperti itu.

“Kau menyukaiku?”

“Apa?”

“Kau menyukaiku, Lucas?”

Lagi-lagi Lucas hanya bisa membungkam, aku menghembuskan napasku sedikit kasar. Aku tidak suka berurusan dengan perasaan seseorang. Pernah begitu sakit ketika Nenek Diana meninggal, membuatku takut untuk bersentuhan lagi dengan perasaan-perasaan asing yang kadang kurasakan itu, apalagi jika Lucas sebagai penyebab semua perasaan-perasaan itu muncul.

“Kalau begitu, kau menyukai Cecilia?”

“Tentu saja, dia keluargaku.”

“Jika tidak denganku, kau berniat menikahiknya, kan?”

“Karena… dia yang memintanya.”

“Kau sendiri?”

“Hm?”

“Apakah kau ingin menikahinya?” Sekarang Lucas kembali diam. Ia menatapku tapi seperti ada keraguan dari tatapannya.

“Tidak,” katanya kemudian.

“Kau pernah melihatnya sebagai seorang perempuan, dan mencintainya?”

Kesunyian diantara kami ini, lama-lama bisa menjadi akrab dan menyatu bersama kami. Tapi diam bukanlah jawaban yang bisa dengan mudah kita terjemahkan dalam bahasa manusia. Mereka hanya—

“Tidak.”

Sekarang, giliranku yang membungkam. Lucas adalah sebuah kalimat yang tidak mudah untuk kujelaskan. Semua tentang dirinya, pelan-pelan membuatku bertanya-tanya, harus kuapakan perasaan yang selalu menyertai kehadirannya disekitarku. Kukira dengan membantunya, sedikit saja kami bisa saling bekerja sama dan saling menjaga satu sama lain. Tapi Lucas jauh lebih sulit dari apa yang kuperkirakan.

“Lucas. Jika aku yang dulu mendengar ini, mungkin aku akan sangat senang sekali, setidaknya tidak ada seorang pun di dalam hatimu, tapi aku yang sekarang tidak suka mendengarnya. Aku hanya mencoba menyelematkanmu, itu saja. Tidak ada hal lain yang ingin aku ambil darimu, bahkan hatimu sekalipun. Kalau kau tidak suka dengan tindakanku, maka berhenti juga melakukan sesuatu yang bisa membuatku salah mengerti. Kalau memang kau ingin berpura-pura sebagai pasangan yang perhatian, katakan terlebih dulu padaku. Aku tidak suka membuat asumsi tertentu atas tindakanmu itu, jangan membuatku salah paham.”

 

 

Salam Hangat,

SR

ig: @cintikus

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
Similar Tags
Aranka
3546      1240     6     
Inspirational
Aranka lebih dari sebuah nama. Nama yang membuat iri siapa pun yang mendengarnya. Aland Aranka terlahir dengan nama tersebut, nama dari keluarga konglomerat yang sangat berkuasa. Namun siapa sangka, di balik kemasyhuran nama tersebut, tersimpan berbagai rahasia gelap...
Gray Paper
490      264     2     
Short Story
Cinta pertama, cinta manis yang tak terlupakan. Tapi apa yang akan kamu lakukan jika cinta itu berlabuh pada orang yang tidak seharusnya? Akankah cinta itu kau simpan hingga ke liang lahat?
In the Name of Love
630      374     1     
Short Story
Kita saling mencintai dan kita terjebak akan lingkaran cinta menyakitkan. Semua yang kita lakukan tentu saja atas nama cinta
Dramatisasi Kata Kembali
634      312     0     
Short Story
Alvin menemukan dirinya masuk dalam sebuah permainan penuh pertanyaan. Seorang wanita yang tak pernah ia kenal menemuinya di sebuah pagi dingin yang menjemukan. \"Ada dalang di balik permainan ini,\" pikirnya.
A D I E U
1781      652     4     
Romance
Kehilangan. Aku selalu saja terjebak masa lalu yang memuakkan. Perpisahan. Aku selalu saja menjadi korban dari permainan cinta. Hingga akhirnya selamat tinggal menjadi kata tersisa. Aku memutuskan untuk mematikan rasa.
Sweetest Thing
1582      859     0     
Romance
Adinda Anandari Hanindito "Dinda, kamu seperti es krim. Manis tapi dingin" R-
Mawar Putih
1372      711     3     
Short Story
Dia seseorang yang ku kenal. Yang membuatku mengerti arti cinta. Dia yang membuat detak jantung ini terus berdebar ketika bersama dia. Dia adalah pangeran masa kecil ku.
Mimpi Membawaku Kembali Bersamamu
556      386     4     
Short Story
Aku akan menceritakan tentang kisahku yang bertemu dengan seorang lelaki melalui mimpi dan lelaki itu membuatku jatuh cinta padanya. Kuharap cerita ini tidak membosankan.
When I\'m With You (I Have Fun)
586      327     0     
Short Story
They said first impression is the key of a success relationship, but maybe sometimes it\'s not. That\'s what Miles felt upon discovering a hidden cafe far from her city, along with a grumpy man she met there.
When You Reach Me
6156      1739     3     
Romance
"is it possible to be in love with someone you've never met?" alternatively; in which a boy and a girl connect through a series of letters. [] Dengan sifatnya yang kelewat pemarah dan emosional, Giana tidak pernah memiliki banyak teman seumur hidupnya--dengan segelintir anak laki-laki di sekolahnya sebagai pengecualian, Giana selalu dikucilkan dan ditakuti oleh teman-teman seba...