.
.
.
Bisakah kau berhenti membuatku khawatir?
.
.
.
Kudengar beruang itu tidak mati karena suntikan gajah yang ditembakkan oleh Lucas. Ia dipindahkan ke kebun binatang kerajaan, satu tempat yang baru aku tahu sekarang. Ternyata di dunia ini ada kebun binatang juga toh.
Musim semi sudah menunjukkan tanda-tandanya. Beberapa pelayan laki-laki sudah membenahi halaman belakang istana, termasuk halaman di samping kamar Diana. Aku tidak diperbolehkan untuk mengurusinya sendirian, karena pekerjaanku sebagai asisten Lucas sudah memakan banyak waktu, belum termasuk mengurusi istana yang tidak ada hentinya itu. Ini sama saja mempunyai dua profesi sekaligus, perempuan kantoran dan ibu rumah tangga. Mirip-mirip seperti itulah.
Jembatan di Daerah Perbatasan pun sudah rampung. Masalah-masalah yang terjadi beberapa hari lalu sudah dibenahi. Orang-orang di Daerah Perbatasan pun sudah bisa beraktivitas keluar masuk perkotaan. Tapi…
“Kenapa aku juga harus ikut?” tanyaku pada Lucas yang sedang duduk di hadapanku. Kereta ini membawa kami berjalan perlahan menuju Daerah Perbatasan.
“Kau kira pekerjaanmu selesai begitu saja? Aku belum memercayaimu sepenuhnya. Siapa tahu kau melakukan sesuatu yang mencurigakan di belakangku,” jawabnya tanpa melihat ke arahku.
Ingin rasanya aku merebut kertas yang sedang dibacanya lalu membuangnya keluar jendela. Omongannya itu loh, tidak pernah membuatku nyaman. Sebenarnya ada gangguan apa sih sama kepribadian orang ini? Sehari dia bisa memelukku, besoknya kembali dingin. Horor banget!
**
Aku memandangi rumah dua lantai yang berdiri tak jauh dari kaki bukit. Rumah ini seperti mansion Keluarga Levada, bedanya hanya lebih kecil sedikit. Dindingnya dibangun dari tumpukan batu dan semen, ada tanaman merambat di beberapa sisi dindingnya. Juga cerobong asap yang sedang mengeluarkan asap dari tungku api di dalamnya. Intinya, rumah ini akan menjadi tempatku dan Lucas menetap di Daerah Perbatasan untuk beberapa hari ke depan. Sayangnya, meskipun rumah ini terbilang besar, tapi Nara, Alpha, dan beberapa orang istana tidak akan menginap di tempat yang sama denganku.
Yang artinya, aku akan tinggal berdua dengan laki-laki gila dan brengsek ini.
“Terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk berkunjung kemari, Yang Mulia.” Tuan Edmund juga beberapa penduduk menyambut kedatangan kami.
“Aku akan melihat-lihat bagaimana kondisi daerah ini setelah bencana kemarin,” ucap Lucas dingin, penuh wibawa, dan sedikit angkuh.
“Saya akan menemani Yang Mulia selama di sini,” ucap Tuan Edmund lagi.
Aku hanya tersenyum kaku. Bagaimana ya? Ini pertama kalinya aku bersanding dengan Lucas sebagai Raja dan Ratu Kerajaan Xavier di depan banyak orang. Aku juga harus menjaga sikapku demi Diana.
Belum sempat aku istirahat setelah sampai tempat ini, Lucas sudah meminta Tuan Edmund untuk melihat bagaimana kondisi Daerah Perbatasan. Ia juga ingin melihat peternakkan dan ladang di tempat ini yang bisa jadi potensi untuk dikembangkan dan menambah pemasukkan kerajaan. Mungkin semacam program untuk mengimpor barang, dan menambah devisa negara.
Sebenarnya aku yang cuma lulusan SMA ini tidak tertarik sama sekali dengan ekonomi atau semacamnya. Mungkin kelakukanku sedikit aneh, tapi dulu aku masuk jurusan IPA karena aku bodoh dalam hapalan, juga entah kenapa aku tidak pernah paham soal ekonomi atau sejarah. Mungkin itu sebuah kutukan untukku. Jadi, menemani Lucas dengan perbincangannya soal impor barang di tempat ini membuatku bosan dan ingin berteriak saja.
Aku memerhatikan beberapa warga sedang memancing di sebuah anak sungai yang sepertinya mengarah ke sungai besar yang tadi kami lewati untuk sampai ke sini. Selagi melirik Lucas yang sedang melihat-lihat ladang bersama Tuan Edmund, aku berjalan menghampiri sungai kecil tersebut.
“Halo,” sapaku.
“Yang Mulia.” Orang-orang itu sedikit menunduk memberi hormat padaku.
“Ada yang bisa kami bantu?” tanya salah seorang warga.
“Kalian sedang apa?” tanyaku.
“Kami sedang memancing ikan Yang Mulia. Di awal musim semi biasanya ikan di sini terasa segar dan manis.”
“Wahhh, sepertinya seru.”
“Yang Mulia mau mencoba?”
“Mau!”
Aku mengambil pancingan yang terbuat dari dahan pohon kering yang ujungnya dipasang semacam tali. Sungai kecil yang lebarnya kurang dari satu meter itu mengalir cukup tenang dengan airnya yang jernih. Beberapa kali aku melihat ikan berenang melewati kail pancinganku.
Sepuluh menit. Dua puluh menit. Tiga puluh menit. Satupun dari kami tidak ada yang mendapatkan ikan, padahal ikan-ikan sedang berenang tak jauh dari kail kami dan jumlah orang yang memancing pun hampir sepuluh orang. Ini gimana sih? Ikannya herbivora atau lagi program diet?
“Aku menyerah!” gumamku.
Ada tumpukan ranting-ranting pohon tak jauh dari tempatku, juga dedaunan yang cukup besar. Aku punya ide! Aku pernah melihat acara televisi tentang bertahan hidup di alam liar. Salah seorang pembawa acara membuat jaring dari ranting dan serat daun lalu ditaruh di sela-sela batu di dalam sungai untuk menangkap ikan yang lewat, dan kulakukan hal tersebut.
Orang-orang yang sedang memancing itu keheranan melihatku berjalan tanpa alas kaki dan masuk ke dalam sungai, kedalamannya cuma separuh kakiku saja. Sedikit dingin sih, tapi bukan masalah besar. Lalu aku menyimpan prakaryaku itu seperti yang dilakukan pembawa acara bertahan hidup di alam liar.
Tidak butuh lima menit sudah ada tiga ekor ikan yang terperangkap diantara serat-serat daunnya.
“Yang Mulia berhasil!!!” Orang-orang itu terkejut sekaligus senang melihat ikan yang kutangkap. Aku mengambil ikan-ikan itu satu persatu ke daratan. Jadi ini ya yang dirasakan Thomas Alpha Edison saat berhasil menemukan lampu.
Aku pun berhasil kembali ke daratan dengan bantuan orang-orang di sana. “Pakailah benda ini jika ingin memancing, lebih mudah, bukan?”
“Iya Yang Mulia, terima kasih banyak atas ide hebatnya.”
Kalau mereka tahu tentang acara bertaha hidup di alam liar, mungkin mereka tidak akan berterima kasih padaku. Tapi kok, kaki aku kesemutan ya. Hampir saja aku jatuh jika tidak ada yang memegang kedua lenganku.
“Terima ka—“ Ucapanku terhenti melihat siapa saja yang memegang lenganku. Lucas dan Alpha tiba-tiba sudah ada di depanku. Ada apa ini?
“Kenapa kalian ada di sini?” tanyaku.
Lucas tiba-tiba menarikku sehingga genggaman tangan Alpha padaku terlepas. Ia menarikku lalu berhasil membopongku di punggungnya.
“H-hei!!!” protesku malu karena dilihat banyak orang.
Tapi Lucas tidak bicara apa-apa dan berjalan melewati kerumunan orang-orang yang sedang terpaku melihat kami. Ia membawaku sampai ke rumah tempat kami menginap lalu mendudukkanku di atas sofa di dalam kamar ‘kami’. Dan selama itu, ia tidak bicara sepatah kata pun.
“Kau kenapa sih?” tanyaku.
Lucas meminta Nara membawakan beberapa benda kemudian duduk di depanku dan akhirnya membuka suara, “Orang gila mana yang masuk ke dalam sungai di awal musim semi?” katanya menyindir kelakuanku yang disamakan dengan orang gila.
“Kau sedang marah padaku atau sedang menyindirku?” tanyaku.
Salam Hangat,
SR
ig: @cintikus
@sylviayenny thank youuuu :)
Comment on chapter #1