.
.
.
Aku benci melihatmu bersedih
.
.
.
Saat ini salju sudah mulai turun sedikit demi sedikit, cuaca jadi lebih dingin dari sebelumnya. Aku yang tidak biasa memakai gaun dengan bawahan yang menggelembung itu pun mau tidak mau harus memakainya untuk menjaga kakiku. Alpha jarang terlihat di istana, ia lebih banyak menghabiskan waktunya di Daerah Perbatasan menggantikan aku yang ngotot untuk mengunjungi daerah tersebut setiap harinya.
Aku bekerja sebagai asisten raja sekaligus mengurusi istana, sampai aku lupa sesuatu yang kucemaskan selama ini pun akhirnya terjadi.
Pagi itu seluruh kerajaan digemparkan dengan meninggalnya Nenek Diana. Semua anggota istana datang mengunjungi kediaman Levada, termasuk Keluarga Barton. Semua berduka, semua menundukkan kepalanya ketika peti mati Nenek Diana mulai masuk ke liang lahat, semua mengenakan pakaian hitam tanpa sedikitpun menonjolkan kemewahan seorang bangsawan. Hampir semua menangis, hampir, sebagian yang tidak menitikkan mata adalah aku.
Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa, bagiku kematian Nenek Diana sudah dipastikan jauh sebelum aku datang ke dunia ini, hanya waktunya saja tidak tepat, salju mungkin akan turun di lain hari, apalagi ini baru pertengahan Bulan Desember, tapi kepergiaan Nenek Diana yang lebih cepat tetap mengejutkanku.
Orang tua Diana terlihat begitu terpukul, sampai-sampai Ibu Diana harus kupegang karena sepertinya tenaga di kakinya ikut masuk ke dalam liang lahat. Ayah Diana tidak menangis, tapi matanya lebih bengkak dan merah dari biasanya, mungkin beliau sudah kehilangan air matanya semalam, siapa sih yang tidak berduka ketika ibunya meninggal?
Mungkin hanya aku, dan harusnya Diana benar-benar melihat neneknya untuk yang terakhir kali.
Setelah pemakaman, dan untuk menghargai Keluarga Diana, aku menginap di mansion mereka. Berulang kali aku membuang napasku yang berat. Embun di jendela kamar Diana menghalangi sebagian pemandangan dari luar. Pikiranku tiba-tiba terpecah ke berbagai arah, dan ada ruang kosong yang sudah disapu angin musim dingin berkali-kali. Sesekali aku memijit pelipisku yang rasanya tidak nyaman, tapi ada satu yang kuyakini, kondisi sepi di kamar ini sedikit menenangkanku. Ada apa ya?
Pintu kamar Diana terbuka lalu tertutup lagi. Aku melihat siapa pelakunya yang mengganggu konsentrasiku yag tengah menatap pemandangan di balik jendela yang berembun.
“Kau melewatkan makan siangmu.”
Suaranya menjelaskan jika Lucaslah yang masuk ke kamar Diana. Aku tak menggubris ucapannya, lagipula sejak kapan dia memperhatikan jam makanku.
Aku berbalik melihatnya, Lucas sekarang sedang melihat dinding kamar Diana yang penuh dengan lukisan.
“Sedang apa kau di sini?” tanyaku datar.
“Saat kau bangun setelah terjatuh dari tangga, berhari-hari kau mengurung diri di kamarmu, setelah itu kau mulai berani berteriak ke arahku,” ucapnya.
“Apa yang ingin kau katakan?!” tanyaku lagi. Aku sedang tidak dalam kondisi yang baik untuk meladeni ucapannya.
“Kau juga memukulku saat aku memintamu menggantikan pengurus istana. Kau juga marah saat insiden pot itu.”
Dia sedang apa sekarang? Mengoceh tidak jelas. Aku berjalan mendekatinya, tinggi tubuhnya yang jauh dari Diana, dan sifat angkuhnya yang kentara dari cara ia berpakaian, membuatku ingin mengusirnya dari sini.
“Kalau kau cuma ingin mengomeliku, pergi sekarang, aku sedang tidak dalam suasana ingin meladeni atau melihatmu.”
“Sekarang sifat burukmu itu menghilang. Kenapa? Karena Nyonya Levada…”
Aku menampar Lucas, tapi dia lebih cepat menangkap tanganku yang akan melayang ke wajahnya. Aku tidak tahu bagaimana raut wajahku, tapi semua hal yang memuakkan tiba-tiba saja ingin keluar.
“Kau juga berteriak saat aku memarahimu karena mengacaukan acara yang dibuat Cecilia. Kau kesal karena aku membahas tentang mendiang orang tuaku. Kenapa? Kau sekarang kesal karena tahu rasanya?”
Aku ingin melepas tangan yang dipegang oleh Lucas, tapi tidak bisa, kekuatannya jauh di atasku.
“Iya!!! Ini pertama kalinya aku merasa kehilangan!!! Lalu apa masalahmu?!! Kau senang karena sekarang aku juga bernasib sama sepertimu?!! Hah!!!”
Emosiku tidak terkendali saat itu, perasaan memuakkan yang tertahan di tenggorokanku tiba-tiba terlepas begitu saja. Aku melampiaskannya pada Lucas, dia memicu api pada sumbu yang sedang memanas.
Lucas menarik tubuhku lalu aku menabrak tubuh tingginya. Ia melingkarkan lengannya diantara tubuhku, kemudian membenamkanku jauh, lebih jauh dari kehangatan yang diberikan penghangat di kamar Diana.
“Kau tidak perlu menahannya, jadilah seperti biasanya. Rasa sesak itu harus kau keluarkan!”
Hatiku yang berlubang tadi, yang sempat dilewati oleh angin musim dingin, sedikit demi sedikit tertutupi oleh air mata dan isakanku yang tidak terkendali. Aku menekan bagian dadaku, ia tidak membaik, malah semakin sesak dan menyakitkan, tapi kini tiba-tiba saja kesepian yang akrab itu terasa asing dan menakutkan bagiku.
**
Keadaan di Keluarga Levada mulai membaik sedikit demi sedikit. Aku menemani Ibu Diana membuat hidangan atau menemani Ayah Diana di ruang keluarga. Selama seminggu aku hanya berusaha menguatkan kedua pasangan itu. Seolah aku Diana yang belajar ikhlas melepas kepergiaan neneknya yang tersayang.
“Ibu dengar besok kau sudah kembali ke istana.” Begitu kata Ibu Diana.
“Iya. Ibu ingin aku tinggal lebih lama?” tanyaku.
Ibu Diana menggeleng, “Kau harus kembali dan membantu Lucas di istana. Ibu hanya cemas mungkin saja kau terus memikirkan mendiang Oma dan merasa kesepian.”
“Para pelayan dan Nara sangat baik dan perhatian padaku, Bu. Mereka pasti akan menemaniku.”
“Karena kau anak yang baik, semua orang pasti akan memperhatikanmu. Melihat Lucas yang melepaskan pekerjaannya di istana untuk menemanimu di sini, Ibu yakin kau punya kehidupan rumah tangga yang bahagia.”
Tangan hangat yang mulai menunjukkan tanda-tanda penuaan itu menggenggam lenganku dengan lembut. Wajahnya tampak memikul banyak kesedihan belakangan ini, tapi senyumannya tidak pernah hilang dari wajahnya. Apa seorang ibu terlihat seperti ini ya?
Semalam salju menyelimuti kerajaan ini sampai pagi tadi. Tumpukan salju menutupi keseluruhan tanah di sini. Di balik jendela yang berembun, kulihat beberapa pelayan laki-laki sedang membersihkan salju dan menyingkirkannya dari badan jalan.
“Ibu, aku ingin berjalan-jalan keluar sebentar.”
Halaman belakang mansion Levada ini berbatasan langsung dengan peternakkan, dibatasi oleh pagar pembatas dan semak-semak yang sengaja dibentuk persegi dan terpotong rapi. Aku berjalan menyusuri semak-semak itu sambil melihat domba-domba berbulu tebal berjalan-jalan di atas salju yang tebal. Bulunya yang halus dan putih seperti salju pasti akan bisa mengelabui serigala yang ingin memangsanya.
“Hahhh~”
Aku masih bisa merasa sesak, tapi ternyata ini baik-baik saja dan sedikit melegakan daripada tidak merasakan apa-apa karena ketidak tahuan.
“AAAAAAK!!!”
Akibat kepalaku yang entah berada di mana, juga gaun tebal ini, aku tersandung akar pohon dan jatuh telungkup seperti orang bodoh di atas salju yang cukup tebal, dan dingin.
“Duh kenapa jatuhnya gak berwibawa begini sih.”
Aku tak sengaja melihat ke belakang, ada empat jejak kaki di belakangku. Aku pernah menonton film berjudul Alone, ada sebuah adegan di mana tokoh utamanya berjalan di pinggir pantai sendirian, namun di belakangnya justru ada empat jejak kaki. Jangan-jangan ada hantu musim dingin di sini? Kok aku jadi merinding gini ya?
Kemudian ada tangan yang terulur di depanku, saat aku menengadah, ada Lucas yang sedang melihatku.
“Kau mengikutiku?”
“Kukira kau akan melompat dari pohon persis saat kau jatuh dari tangga.”
Ugh! Dibahas mulu nih orang!
“Kau melihatku jatuh?”
“Tidak. Aku tidak melihat caramu terjatuh tanpa wibawa.”
“HEI!!!”
Aku menepis tangannya dan berusaha berdiri sendiri, lagipula aku ini bukan anak kecil, untuk apa minta bantuan darinya.
Lucas cepat menangkapku saat aku hampir terjatuh karena menginjak gaunku sendiri. Duh, ribet amat sih jadi cantik.
“Kau ingin aku berterima kasih?” tanyaku ketus.
“Kepalamu pernah rusak dan membuatmu jadi seperti sekarang, aku tidak mau direpotkan oleh dirimu yang lebih parah dari ini.”
“HEI!!!”
Lucas menggandeng tanganku lalu menarikku pergi dari situ, “Sebentar lagi salju akan kembali turun.”
“Kalau begitu cepat lepaskan aku!”
Tapi Lucas tidak menjawab.
Salam Hangat,
SR
ig: @cintikus
@sylviayenny thank youuuu :)
Comment on chapter #1