"Selamat datang, nona cantik. Bagaimana kabarmu?"
Cicilia menoleh ke kanan-kiri ke sekitar cafe. "Maksudmu aku?" Ia tidak yakin barista tampan tengah mengajaknya bicara. "Uhm... kabarku baik. Terima kasih banyak..." Cicilia duduk di kursi dekat meja dimana barista sibuk menyiapkan minuman pesanan tamu lain.
"Hahahaha! Lima tahun tidak bertemu kau sepertinya menjadi perempuan kaku."
"Bertemu? Tunggu, kau mengenalku?!" Cicilia bangkit berdiri, dan memukul meja sehingga semua orang menatap dirinya keheranan. Cicilia pun bergegas duduk lagi, lalu menutup wajahnya yang memerah malu. "Astaga... aku melupakan banyak hal, ya," sahut Cicilia pada dirinya sendiri.
"Anehnya aku masih sering melihat sahabatmu bersantai di sini. Dia selalu memesan menu yang sama sepertimu."
"Apa? Sahabat? Menu?" Satu misteri mulai terbuka. Padahal sejak awal Cicilia ke cafe karena lokasinya tercantum dalam GPS ponsel. Ia hanya penasaran tempat seperti apa yang senang didatanginya lima tahun yang lalu. Tidak disangka cafe itu menyimpan kebenaran teori Cicilia.
"Tenanglah... aku tidak tahu apa yang terjadi. Yah pesanlah minuman terlebih dahulu, mungkin ampun menenangkanmu." Sang barista memberikan secarik kertas bertuliskan nama makanan, minuman, cemilan beserta harga. Semuanya nampak menyegarkan. Walau dari foto sekali pun. Harganya bahkan terjangkau.
Cicilia memperhatikan satu per satu minuman di menu. "Aku... tidak mungkin memilih. Kuyakin semuanya lezat." Uang yang baru saja ditransfer Ruyi tidak mampu membayar semua minuman yang ia inginkan. Lagipula ia harus menjaga bobot tubuhnya.
"Oh!" Cicilia memutuskan sesuatu. "Aku pesan...--"
"Greentea latte!"
Ia menyadari ucapannya saling bertabrakan di waktu yang sama dengan orang lain. Cicilia menoleh. "Lucius!" Mereka menatap satu sama lain. Terpasang tatapan bingung di iris mata mereka. "Apa kau penguntitku?" tanya Cicilia polos.
Lucius duduk di kursi samping Cicilia. Kali ini poni panjang Lucius tersibak ke belakang dengan gel, menonjolkan betapa tampannya Lucius menarik hati para tamu perempuan, kecuali Cicilia tentunya. Kaus hitam ketat mencetak postur ideal Lucius. Dada bidangnya menggiurkan perempuan di sana, dan Lucius menyadarkan Cicilia.
"Seperti biasa pesanan minuman kami sama." Lucius langsung membayar greentea latte mereka.
Cicilia melirik ke tangan Lucius yang memegang dompet tebal. "Kau tidak perlu membayar bagianku."
"Lupakan. Lagipula biasanya aku mentraktirmu."
Cicilia melirik barista yang tengah meracik resep minuman mereka. "Oh? Terima kasih banyak. Apa uangmu perlu kuganti?" tanyanya tanpa beralih sedikit pun.
"Tidak perlu. Dia senang mentraktirmu, nona," balas barista ikut campur urusan mereka. "Ke mana kau selama lima tahun, nona? Apa kau pindah rumah?" Cicilia memutar mata. Ia sendiri tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya.
"Koma. Kecelakaan lalu lintas. Oh ya, jangan memanggilku 'nona'."
Lucius menopang dagu dengan tangan kanan ke meja. "Namanya Cicilia Mathena, dan kau sama sekali tidak kecelakaan lalu lintas. Jangan mengelabuiku." Lucius menunjuk ke sisi kepala kirinya dengan kesal. Cicilia tidak mengerti maksud ucapan lelaki yang baru ditemuinya kemarin. Itu yang diberitahu perawat, juga Ruyi.
Dua gelas greentea latte disajikan ke depan meja. "Kurasa kecelakaan hebat sampai koma, nona... oh, maaf. Cicilia..." Barista itu mengoreksi ucapannya sendiri setelah salah memanggil Cicilia. "Aku Pisces Martinez."
Cicilia bergegas menjabat tangan Pisces, lalu Lucius hanya melirik ke Pisces yang entah mengapa tidak kunjung melepaskan genggaman gadis cantik itu. "Hei, jangan terlalu serius. Kalian, kan cukup dekat." Lucius memaksakan membuka tangan Pisces supaya tidak bersalaman dengan Cicilia terlalu lama.
"Eh?"
"Jangan bilang kau melupakannya juga?!" Lucius menepuk dahi frustasi. "Apa yang kau ingat di otakmu?" Amarah Cicilia memuncak. Ia tidak ingin diejek lelaki asing, termasuk... tidak, khususnya Lucius. Pisces kemudian mengetuk meja dua kali, guna menengahi perkelahian kedua tamu di hadapannya.
"Ingatanku direset otomatis, kau mengerti? Aku tidak ingat mengenai kejadian kecelakaan, koma, atau orang yang pernah kutemui kecuali keluargaku."
"Sudah kubilang bukan kecelakaan!" teriak Lucius tidak tahan. "Dengar baik-baik! Hari--" Pisces bergegas menutup mulut Lucius dengan kedua telapak tangan. Tidak seperti sebelumnya, wajah barista itu terkesan serius. Hilang sudah senyum ramahnya.
Lucius yang paham langsung terdiam, menyisakan Cicilia yang terbingung. "Ayo ceritakan." Kedua lelaki di dekatnya melirik ke arah lain, tidak ingin memberitahu Cicilia. "Cih kalian sengaja membuatku penasaran, ya." Pisces mengangkat jemari telunjuk sebagai pertanda menyuruhnya diam.
Cicilia sontak menyadari sesuatu. Lucius mulai meminum minuman pesanan bersamanya ditemani Pisces melayani tamu lain yang berdatangan. Mereka menjaga jarak satu sama lain. Tidak ada yang berani berbicara sampai Cicilia mendapat pesan dari ponselnya.
To: Cicilia
Text: [Aku segera ke rumahmu~]
From: Ruyi
"Maaf, aku harus pulang." Cicilia mengecek barang-barangnya. Dompet, kunci rumah, ponsel, semuanya aman di saku celananya. Untunglah tidak ada yang hilang dicuri. Sebelum pergi keluar cafe, Pisces memanggilnya. "Ya?" Cicilia kembali menghampiri mereka.
"Kau boleh chat kalau ingin bertanya mengenai sesuatu," bisik Pisces tepat di telinga Cicilia. Sedikit geli karena napas Pisces meniup rambutnya. Namun selama mendapatkan petunjuk, ia tidak peduli.
"Terima kasih, Pisces! Oh! Lain kali traktir aku lagi, Lucius!" Cicilia melambaikan tangan.
Punggung Cicilia menjauh seiring pergi menuju rumah. Ia mengunci pagar, dan kalau ia tidak pulang, Ruyi tidak mungkin mampu masuk. Satu-satunya kunci yang Ruyi pegang hanyalah kunci mobil. Cicilia jengkel membayangkan raut sombong lelaki imut itu jika ia merengek mengenainya.
Di waktu yang sama, Lucius masih menatap ke pintu keluar cafe. "Apa kau tidak merasa aneh? Si sialan yang melukainya... Ruyi, kan?"
Pisces bersender ke dinding. "Namanya Ruyi."
Untungnya cafe sudah sepi saat sore hari, jadi tidak ada yang mendengar mereka membicarakan seseorang. Reputasi cafe akan jatuh jika salah satu tamu mempergok aksi mereka. Tidak baik bagi pegawai untuk bersantai di jam bekerja, dan malah bergosip.
"Kamu tahu, kan? Yah karena kamu saksinya, ya... Ruyi mendorong Cicilia dari tangga darurat sampai terbentur. Aku tidak akan memaafkannya sudah menyentuh sahabatku."
"..." Pisces sejenak terdiam mendengarkan ocehan Lucius.
"Ruyi masih mengincarnya. Aku tidak tahu kenapa. Namun... aku siap melindungi Cicilia."
"Jangan membahayakan nyawamu. Kuyakin dia tidak ragu memukul kepalamu kalau kau melaporkannya."
Mereka tidak terlalu yakin mampu menjaga Cicilia. Mereka berdua tidak memberitahu bahwa mereka bertiga adalah teman dekat. Namun Cicilia datang setelah lima tahun. Lucius marah atas kesalahannya tidak mampu menjauhkan Ruyi dari sahabat sekaligus gadis favoritnya.
Pisces menekan tombol keyboard ponselnya. "Aku akan memberi peringatan. Siapa tahu Cicilia tahu sifat asli Ruyi sebelum kami memberitahunya."