Seoul
Ji Hyo menatap pintu ruang kerja Chang Min yang tertutup. Ia tahu Chang Min tidak berada di sana. Ia bahkan tidak ingat kapan terakhir kakaknya itu masuk kantor. Ji Hyo melirik jam tangannya dan menghela nafas. Ia ingin malam segera tiba agar ia bisa kembali melaporkan kondisi Chang Min pada Jun Su.
“Aku tidak suka anak itu merokok dan mabuk-mabukan. Apa tidak ada yang bisa membuatnya berhenti? Bagaimana dengan pekerjaannya?” Jun Su menatap Ji Hyo yang menghela nafas dengan keras.
“Bukankah sudah kubilang? Hanya kau yang bisa membuatnya berhenti.” Ji Hyo menatap Jun Su dalam-dalam. “Aku sudah tidak tahan melihat kakakku seperti ini. Kenapa kita tidak mencoba memberitahu kakakku tentang alasanmu yang sebenarnya? Keluargaku semuanya egois tapi-”
“Chang Min berbeda dengan kita.” perkataan Jun Su kembali memotong kalimat Ji Hyo. “Aku tahu rasanya tidak dekat dengan keluargaku di Seoul, tetapi setidaknya aku memiliki keluargaku di sini.” Jun Su terdengar tenang. Seketika, Ji Hyo dapat memahami perasaan Jun Su. Keadaan mereka sama persis. “Tapi Chang Min hanya memiliki satu keluarga. Dan aku tidak ingin merenggut hal itu darinya.”
Ji Hyo hanya bisa terdiam menatap Jun Su yang masih bisa tersenyum tulus.
“Lagi pula, dia adalah Shim Chang Min! Bagaimana mungkin ia bisa betah untuk hidup tanpa perusahaan kalian? Kabur denganku dan bekerja sebagai karyawan biasa tidak akan cukup untuk menuruti gaya hidupnya.” Jun Su mendramatisir deskripsinya tentang Chang Min, membuat Ji Hyo yang sudah meneteskan air mata itu untuk tertawa.
Ji Hyo tersenyum kecil mengingat pembicaraannya kemarin. ‘Dasar anak boros…’ Ji Hyo menatap pintu di hadapannya, seolah sosok tinggi kakaknya itu berdiri di sana.
Tokyo
Chang Min segera berjalan cepat untuk keluar dari bandara di kota sibuk itu. Hanya dengan dompet, passport, dan ponsel, Chang Min tidak membawa apa pun lagi dari Seoul.
Ia tidak peduli akan apa pun lagi. Ia tidak peduli dengan orang-orang yang berkata ia gila... Mungkin dirinya memang sudah gila. Tidak berhasil menemukan Jun Su di Seoul, Chang Min mencoba untuk menemukan laki-laki itu di Tokyo.
Hamufield
Hari masih pagi saat Ji Hyo sudah muncul di bakery Nyonya Han, menjadi pelanggan pertama coffee and tea house itu.
“Kau bercanda.” Jun Su memijit keningnya sementara Ji Hyo menatapnya dalam-dalam. “Chang Min mencariku hingga ke Tokyo?”
“Bisakah kau beritau di mana dirimu? Bisakah, sekali saja, kau menghubungi kakakku? Setidaknya kirimkan pesan singkat untuknya, dia sudah benar-benar depresi!” Ji Hyo mengguncang lengan Jun Su, menatap laki-laki itu dengan tatapan memohon.
Jun Su memejamkan matanya dan menghela nafas, sebelum akhirnya mengangguk kecil.
Tokyo
Chang Min menggigit jemarinya dan menatap ke luar jendela taxi yang ditumpanginya. Langit di atasnya sudah gelap. Chang Min benar-benar merasa hilang arah. Jun Su tidak ada di apartmentnya, tidak ada di mana pun...
Bahkan dalam pikirannya yang dipenuhi awan hitam, Chang Min tahu bahwa tujuannya kali ini tidak seperti romantic drama di mana ia akan bertemu Jun Su karena memori yang mereka bagi di sana. Tetapi Chang Min hanya ingin mengunjungi tempat itu lagi… hanya ingin mengingat kembali rasa bahagia yang pernah ada itu.
Tidak sampai satu jam berlalu, Chang Min sudah berdirimenatap landasan kosong di hadapannya. Kosong...
Tidak ada apa pun di sana... tidak ada siapa pun...
Chang Min merasakan kakinya semakin melemas tiap kali ia berjalan ke tengah-tengah landasan helikopter rumah sakit itu.
Chang Min menengadahkan wajahnya ke langit. Hanya ada bulan tanpa bintang di sana. Hanya ada dirinya tanpa Jun Su di sini...
Hamufield
“Tidak tidur di kamarku malam ini?” Jae Joong mengintip kamar Jun Su yang gelap.
Jun Su menyalakan lampu mejanya dan menggeleng dengan senyum tipisnya. “Aku ingin bermimpi malam ini.”
“Kau yakin?” Jae Joong terlihat cemas, tapi Jun Su mengangguk dengan senyum yang melebar. “Kamarku tidak akan pernah terkunci.”