Tokyo
Jun Su menatap tiket business class di tangannya, lalu mendongak menatap Chang Min yang menyesap iced coffee latte miliknya dengan santai. Masih kurang lebih satu jam sebelum jadwal penerbangan mereka untuk kembali ke Seoul, namun kedua pemuda itu sudah duduk manis di café bandara.
“Seharusnya kau tidak perlu melakukan ini.” Jun Su mengangkat tiket yang Chang Min upgrade beberapa saat lalu.
Chang Min tersenyum melihat pouty face Jun Su, “Aku tidak melakukannya untukmu.”
Ekspresi Jun Su berubah menjadi bingung, tetapi Chang Min menambahkan, “Aku melakukannya untukku sendiri. Aku hanya ingin duduk di sampingmu.”
Seoul
Jun Su tersenyum melihat kediaman Kim lagi setelah berpamitan pada Chang Min dan supirnya yang memaksa untuk mengantarnya pulang. Rumah itu tidak berubah, tapi ia tetap tidak merasa pulang. Rumah baginya bernuansa kayu dan selalu dipenuhi bau roti.
“Selamat datang!” Nyonya Kim, Jun Ho, dan beberapa orang di ruangan itu berteriak dan tersenyum lebar.
Jun Su hanya tersenyum lebar di tempatnya berdiri. Keluarganya masih memperlakukannya seperti anak kecil, tetapi hal itu tidak selalu buruk.
“Kenapa kau menolak untuk kujemput? Mana teman yang mengantarmu, kau tidak menyuruhnya mampir?” Jun Ho tidak berhenti bicara seperti ibu-ibu sembari membantu Jun Su melepas jaket dan tas ranselnya.
Belum sempat memberi respon pada kakaknya, Nyonya Kim sudah menariknya dengan semangat, “Kemarilah. Ini Na Ra.”
Dalam hitungan detik, Jun Su sudah berada di hadapan seorang gadis yang tidak dikenalnya. Ia bahkan baru menyadari kehadiran gadis berambut hitam panjang itu. Sweater merah muda gadis yang tersenyum malu itu membuatnya terlihat manis dan memberikan kesan calm.
“Na Ra sangat pemalu. Kita beruntung Ri In bisa membawanya kemari.” Nyonya Kim memberi senyum terimakasihnya pada Ri In.
“Bagaimana? Lebih baik dari yang kukatakan bukan?” Jun Ho tersenyum jahil dan berbisik setelah ibunya menuntun Na Ra dan Ri In ke ruang makan.
Chang Min menatap kosong meja kerja ayahnya. Ia berusaha tidak mendengarkan suara amukan pria dengan suara lantang di hadapannya, tetapi hal itu benar-benar sulit. Hatinya masih sakit mendengar suara-suara teriakan yang menggema di ruangan itu.
“Aku memberimu apartment bukan untuk berpesta seperti itu! Dan mobil itu bukan untuk kau kendarai dengan gadis-gadis yang tdak jelas!” telunjuk Tuan Shim tidak lepas dari foto-foto kegilaan pesta putranya yang bertebaran di meja kaca itu.
Chang Min tidak bisa menebak siapa yang membritahu ayahnya, tetapi siapa pun orang itu, ia tetap menyalahkan ayahnya. Hatinya perih dengan kenyataan bahwa ia tetap tidak lepas dari cengkraman dan tuntutan ayahnya, bahkan saat berada di Jepang.
Jun Su sedang bersiap untuk tidur saat ia mendengar suara ketukan di pintu kamarnya. Jun Su hanya duduk di ranjangnya dan memberi sinyal untuk siapa pun itu untuk masuk. Pintu itu terbuka, memperlihatkan Jun Ho yang tersenyum manis meski memiliki wajah maskulin yang atletis, “Hey, Jun Su. Belum tidur?”
Jun Su hanya tersenyum tipis dan mengangguk, Jun Ho beruntung ia belum tidur. Tidak ada yang bisa membangunkannya saat ia sudah berada di Hamufield. Jun Ho berjalan mendekat dan ikut duduk di ranjang Jun Su.
“Kau tahu, Eomma sudah sangat bersemangat untuk mengenalkanmu pada Na Ra sejak bulan lalu. Dia dan Ri In mirip ‘kan?” Jun Ho memulai percakapan.
Jun Su hanya mengangguk kecil, “Dari mana kelian mengenal Na Ra?”
Jun Ho mengangkat kedua alisnya, “Na Ra, adik kelas Ri In. Kau tidak membaca e-mail?”
Jun Su terdiam dan mengutuk dirinya sendiri. Sudah cukup lama ia tidak membuka e-mail.
Jun Ho menghela nafasnya, “Yah, aku tidak terkejut.”
Jun Su memberikan senyum sheepish, sementara Jun Ho segera berusaha memikirkan cara agar dapat menghubungi adiknya itu. Tidak ada satu pun sosial media Jun Su yang aktif, telepon jarang diangkat, dan pesan singkat bahkan tidak dibaca.
“Jadi, bagaimana Na Ra bisa ada di sini?” merasa bersalah, Jun Su berusaha membuat dirinya lebih terlihat tertarik dengan pembicaraan soal Na Ra.
“Kami mengundangnya makan malam di hari kepulanganmu karena Eomma tidak sabar untuk memperkenalkan kalian berdua. Sebenarnya Na Ra sudah mampir ke sini beberapa kali. Kau tahu sendiri Eomma bisa sangat tidak sabaran dan agresif.” Jun Ho menggaruk kepalnya yang tidak gatal.
Jun Su hanya menggumam kecil dan mengangguk. Jun Ho sudah menyadari tatapan kosong adiknya yang tidak terlihat bersemangat.
“Bagaimana menurutmu? Bukankah dia manis?”
“Biasa saja.” Jun Su berkata dengan suara kecilnya.
Jun Ho menghembuskan nafas panjangnya dalam diam. Ini akan menjadi perjodohan yang sulit.
Ji Hye sedikit tersentak saat melihat ibunya keluar kamar. Posisi Ji Hye yang berada beberapa langkah di depan pintu ruang kerja Tuan Shim membuatnya terlihat seperti sedang menguping amukan keras yang terdengar cukup jelas dari dalam sana.
Tanpa berkata apa-apa, Nyonya Shim melewati Ji Hye yang masih terpaku.
“Eomma,” Ji Hye berdeham, membuat Nyonya Shim berbalik dan menatap putrinya. Tatapan lurus dan tajam itu memberi kesan dingin, membuat Ji Hye sedikit ragu, tetapi ia menetapkan tekatnya untuk melanjutan, “bukankah Appa sedikit berlebihan? Oppa baru saja pulang setelah sekian lama.”
Nyonya Kim menatap Ji Hye masih dengan ekspresi wajah yang sama, “Biar jadi pelajaran. Dia pantas mendapatkannya.”
Suara datar Nyonya Shim membuat Ji Hye bergidik.
Sekarang Ji Hye benar-benar yakin bahwa julukannya sebagai cold princess di sekolah memang tepat. Ia mendapatkan itu dari ibunya. ‘Aku benar-benar anaknya.’ Ji Hye menghembuskan nafas tanpa bersuara, menatap punggung Nyonya Shim yang menjauh.