Hamufield
“Ini Jun Su, teman baru kalian.” Maya memperkenalkan Jun Su di depan kelas.
Jun Su berdiri di samping Maya, wali kelasnya, dengan canggung dan malu-malu. Tanpa sadar, telapak tangannya sudah berkeringat karena terlalu nervous.
‘Ini hanya mimpi… ini hanya mimpi…’ Jun Su membatin pada dirinya sendiri, berusaha menghilangkan rasa takutnya dan memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya yang tertunduk semenjak ia mengikuti Maya memasuki ruang kelas kecil itu. Masih setengah tertunduk, Jun Su mulai melihat wajah teman barunya satu per satu. Kebanyakan dari mereka terlihat seperti anak dari benua lain, namun Jun Su sudah tidak terkejut lagi. Meskipun Nyonya Han dan Jae Joong terlihat seperti orang Korea, namun banyak dari penduduk kota kecil ini yang terlihat seperti orang Barat, Afrika, dan orang asing lain yang tidak bisa ditebak oleh Jun Su.
Kelas itu hanya berisi sedikit anak dan semuanya terlihat ramah dan menyenangkan, mereka tersenyum lebar melihat Jun Su. Rasa terintimidasi seperti yang selalu ia dapatkan di Seoul segera lenyap. ‘Ah ya… ini hanya mimpi.’ Jun Su mengingatkan dirinya. Seketika, ia merasa percaya diri dan mengangkat dagunya, membalas senyum lebar teman-teman barunya dengan senyum manisnya.
“Jun Su, ada cukup banyak tempat kosong, kau bisa memilih tempat dudukmu.” Maya membungkukkan badannya, mensejajarkan wajahnya pada wajah Jun Su.
Jun Su kembali memandang teman-temannya satu per satu. Ia belum memutuskan di mana ia akan duduk saat seorang anak perempuan sedikit bergeser, memberi ruang pada tempat duduk sebelahnya yang kosong dan menepuk-nepuk tempat duduk kosong itu dengan senyum lebar.
Jun Su membalas senyum anak perempuan itu dan segera duduk di sebelahnya. Gadis itu segera melambaikan sebelah tangannya dengan senyum lebar, menunjukkan deretan giginya yang kecil. Jun Su hanya membalasnya dengan senyum lebar.
“Namaku Cassie.” gadis itu mengulurkan tangannya dengan semangat.
Jun Su memandang uluran tangan itu untuk beberapa saat. Tidak biasa dengan cara berkenalan itu. Dengan canggung, Jun Su menjabat tangan kecil gadis bermata coklat itu, “Jun Su.”
“Jun Su?” gadis itu mengulang.
Jun Su mengangguk.
“Senang bertemu denganmu, Jun Su.” Mata besar Cassie terlihat berkilat dan sedikit mengecil seperti setengah bulan ketika tersenyum lebar.
Waktu makan siang tiba. Anak-anak lain segera mengeluarkan bekal yang mereka bawa dari rumah, tapi Jun Su hanya memandang mereka dengan bingung.
Aneh. Tidak ada canteen yang menyiapkan makanan untuk mereka. Maya terlihat meninggalkan ruangan beberapa saat lalu. Sekolah yang setiap hari ia datangi di Seoul memiliki canteen besar yang selalu ramai.
“Kau tidak membawa bekal?” Cassie memandang Jun Su dengan bingung. Gadis dengan rambut pendek berwarna coklat yang senada dengan bola matanya itu sudah membuka bekalnya; kentang, daging, sayur, dan buah anggur.
Jun Su segera membuka tasnya dan mengeluarkan bekal yang diberikan Nyonya Han tadi pagi; sandwich gandum berisi daging dan sayuran.
“Kau mau anggur? Ini sangat enak.” Cassie menyodorkan kotak bekalnya pada Jun Su.
Jae Joong menggigit rotinya dan mendengarkan Adrian yang bercerita panjang lebar. Matanya melirik ke arah Yun Ho. Laki-laki itu baru memakan sangat sedikit bekalnya saat Jake mengajak Yun Ho ke halaman belakang sekolah dan bermain sepak bola. Yun Ho langsung berhenti makan dan menyusul Jake ke luar kelas dengan buru-burur. Ia bahkan membiarkan kotak makannya tidak tertutup dengan benar.
Jae Joong memutar bola matanya. ‘Tidak makan siang hanya karena permainan sepak bola? Dasar.’
Jae Joong melanjutkan makan siangnya. Ia sangat ingin untuk tidak peduli, namun matanya terus tertuju pada kotak makan siang yang setengah terbuka itu. Setelah beberapa gigitan sandwich di tangannya, Jae Joong menghela nafas dan berdiri dari mejanya. ‘Debu atau serangga mungkin akan masuk… Bagaimana kalau seseorang menyenggolnya? Isinya akan tumpah dan berserakan.’ Jae Joong mengomel dalam pikirannya, sementara tangannya sibuk menutup dan membereskan bekal Yun Ho dengan rapi.
Di saat sebagian besar anak-anak sekolah berjalan pulang, Yun Ho dan teman-temannya justru terlihat bermain sepak bola di tempat biasanya. Jun Su berdiri tidak jauh dari lapangan bola, menunggu Jae Joong untuk keluar dari kelasnya.
“Jun Su, pulanglah duluan. Hari ini masih ada latihan menyanyi lagi.” Jae Joong menyadarkan Jun Su dari pandangannya yang terfokus pada Yun Ho. Ia sudah menyukai Yun Ho dari caranya bermain bola. Yun Ho terlihat sangat lincah, tidak heran ia menjadi captain tim sepak bola mini itu.
“Kau tahu jalan pulang 'kan?” Jae Joong masih menatap mata polos Jun Su dengan khawatir.
Jun Su tersenyum dan mengangguk.
Jae Joong tersenyum lega sebelum melambaikan tangannya, “Sampai jumpa nanti.”
Jun Su membalas lambaian tangan Jae Joong, memandang punggung Jae Joong yang berlari kecil ke arah gereja kecil mereka.
Jun Su tidak berniat untuk pulang. Ia lebih memilih untuk menonton anak-anak itu bermain. Melihat Yun Ho yang begitu lincah mengingatkannya kembali pada Jun Ho yang juga atletis. Jun Su mengepalkan tangannya tanpa sadar, menahan keinginannya untuk ikut berlari menggiring bola dan tertawa lepas bersama teman-teman setimnya.
Yun Ho bersorak senang ketika berhasil mencetak satu goal untuk timnya. Ia dan teman-temannya masih tersenyum lebar saat Yun Ho melihat Maya yang berlari kecil ke arahnya.
“Yun Ho, saatnya latihan!” Maya tetap terlihat manis walaupun berusaha cemberut.
Yun Ho tersenyum lebar dan menggaruk belakang kepalanya karena merasa bersalah. Ia benar-benar terlalu asik bermain hingga lupa akan jadwal latihannya.
“Sampai besok!” Yun Ho melambaikan tangan pada teman-temannya sebelum memasuki berlari ke arah Maya yang sudah melipat kedua tangannya di dada.
Jun Su hanya memandangi Yun Ho yang berulang kali membungkuk meminta maaf, dan Maya sudah kembali tersenyum manis seperti biasa.
Jun Su hanya melamun memandangi Yun Ho dan Maya yang berjalan ke arah gereja saat bola sepak yang tadi dimainkan Yun Ho menabrak kakinya.
“Hei, bisa tendang bola itu kemari?”
Jun Su mendongak ke arah suara itu dan mendapati anak yang lebih besar darinya tersenyum lebar dan melambaikan kedua tangannya di udara. Tanpa ragu, Jun Su mencoba menendang bola sepak di hadapannya. Bola itu menggelinding cukup jauh dan tepat ke arah anak besar itu. Anak itu meneriakkan ‘terimakasih’ dan kembali bermain dengan teman-teman sebayanya, sementara Jun Su tersenyum pada dirinya sendiri. Menendang bola cukup menyenangkan.
Nyonya Han melirik jam dinding untuk kesekian kalinya. Aneh, seharusnya Jun Su sudah pulang. ‘Apa Jae Joong mengajak Jun Su berlatih menyanyi juga?’ Nyonya Han meghela nafas dengan pelan, khawatir akan anak bungsunya.
Nyonya Han masih tenggelam dalam kecemasannya saat Eaton dan Melanie muncul di hadapannya dan membuatnya tersentak kaget.
“Oh, astaga. Maaf, maaf.” Nyonya Han segera sadar dari lamunannya dan tertawa kecil.
“Apa Nyonya baik-baik saja? Ada masalah?” Eaton melihat Nyonya Han dengan cemas. Ia tidak pernah melihat Nyonya Han tanpa senyum manis yang membuatnya tampak keibuan.
“Tidak, aku hanya sedang menunggu Jae Joong dan Jun Su.” Nyonya Han tersenyum memenangkan.
Melanie hanya tersenyum. Ia juga ingin menunggu anaknya untuk pulang suatu hari nanti. Memiliki anak pasti menyenangkan.
“Dua gelas coklat hangat?” Nyonya Han menawarkan. Sudah hafal dengan pesanan pasangan muda ini.
“Anak-anak, jangan lupa untuk latihan besok.” Maya kembali mengingatkan. Ia bisa melihat wajah beberapa anak yang terlihat malas. Ya, besok adalah hari sabtu, tapi mereka tetap harus latihan meskipun sekolah libur.
“Bersemangatlah, itu adalah latihan terakhir sebelum pernikahan.” Maya kembali tersenyum manis dan memperhatikan anak-anak itu menghambur keluar dari kelas.
Langkah Jae Joong terhenti saat ia melihat sosok Jun Su yang menggiring bola dengan semangat. Bukankah seharusnya anak itu sudah pulang satu jam yang lalu?
Jae Joong baru akan berjalan menghampiri Jun Su saat tiba-tiba Jun Su terjatuh. Jae Joong memekik dan segera berlari ke arah Jun Su yang terlihat kesakitan.
Yun Ho yang sedang berjalan ke arah umahnya segera menghentikan langkahnya mendengar suara-suara di belakangnya. Ia melihat wajah panik Jae Joong, lalu beralih pada Jun Su yang merintih kesakitan.
“Oh, berdarah!” mata Jae Joong melebar melihat darah yang mengalir dari lutut Jun Su.
“Apa yang terjadi?”
Jae Joong mendongak dan mendapati Yun Ho yang juga terlihat khawatir melihat Jun Su.
Jae Joong terdiam untuk beberapa saat sebelum akhirnya menjawab, “Jun Su terjatuh saat menggiring bola.”
Yun Ho segera berlutut di hadapan Jae Joong dan Jun Su, memperhatikan luka di lutut Jun Su dengan serius. Sementara Jae Joong hanya teridam memandangi Yun Ho. Ia tidak menyangka dapat melihat wajah Yun Ho yang terlihat begitu perhatian. Jae Joong pikir ia tidak akan pernah bisa melihat wajah khawatir Yun Ho.
“Ayo, naik ke punggungku.” Yun Ho berjongkok di hadapan Jun Su. “Jae, bantu Jun Su naik ke punggungku.”
“Oh, ya.” Jae Joong tersadar dari pikirannya dan segera membantu Jun Su untuk naik ke atas punggung Yun Ho.
Yun Ho menggendong Jun Su di punggungnya dan berjalan cepat ke arah klinik dokter Ogweno. Jae Joong mengikuti langkah cepat Yun Ho, memperhatikan Yun Ho diam-diam.
Jae Joong terkejut dengan pikirannya sendiri. Yun Ho terlihat keren. Ini adalah kali pertamanya menyukai sosok manly Yun Ho.