"Sekarang kita bungkus makanan dulu, baru setelah itu pulang. Kamu pasti lapar kan?"
Seungwoo menganggukkan kepalanya sambil terus memandangi balon merahnya yang Sora belikan di dekat rumah sakit. Awalnya Sora malu dengan si penjual karena Seungwoo hendak membeli semua balonnya dengan suara-suara khas anak kecil yang belum bisa berbicara, tapi untung saja si penjual sudah terbiasa dengan orang-orang semacam Seungwoo.
"Mbak, maaf nih ya kalau menyinggung, tapi masnya ini apa memang sedikit ada gangguan mental? Autis begitu misalnya? Oh, saya tidak ada maksud untuk menyinggung, suer, saya hanya ingin bertanya saja soalnya pembeli balon saya juga terkadang pasien autis yang sudah dewasa semacam masnya ini."
"Emangnya kenapa mas? Masnya mau ngobatin kakak saya? Masnya mau ngebiayain biaya pengobatan kakak saya? Apa mungkin masnya bisa nyembuhin kakak saya gitu maksudnya?"
"Duh, bukan gitu mbak. Cuma kasihan aja saya tuh. Padahal masnya ganteng banget loh. Saya kira masnya ini tadi lagi belajar akting, tapi ternyata bukan akting. Pasti mbak kesini juga mau ngajak masnya terapi kan? Rajin terapi aja mbak, siapa tahu sembuh."
"Uuu..."
Sora menengadah ke atas karena balon merah tersebut terlepas dari genggaman Seungwoo. Lelaki itu menatap sendu ke arah Sora sambil mengarahkan tangannya ke udara, merengek karena balonnya terbang.
"Ini mas, saya kasih gratis aja buat masnya. Kasihan saya."
Sang penjual memberikan balon yang baru untuk Seungwoo, dan dengan senang hati lelaki tersebut mengambilnya dan langsung mendekap balonnya dengan erat.
"Ekhem, saya beli balonnya ya mas. Ini uangnya."
Sora menyerahkan uang pas kepada si penjual, lalu segera menarik tangan Seungwoo yang masih berkutat dengan balonnya untuk segera menjauh dari si penjual balon yang terlalu kepo dengan keadaan Seungwoo.
Sembari Sora menunggu taksi online yang sudah dipesannya, mereka kini mampir sejenak ke sebuah rumah makan yang khusus menjual makanan yang siap untuk dibawa pulang dan di bungkus sendiri, alias rumah makan prasmanan.
Sambil terus mengapit tangan kanan Seungwoo, Sora kini membungkus dua nasi, sayur dan juga beberapa lauk pauk untuk dimakan di rumah. Tidak mungkin juga mereka makan di tempat, mengingat Seungwoo yang sepertinya bahkan tidak tahu cara makan dengan benar.
Daripada membuat diri sendiri malu, lebih baik Sora cari aman saja. Lagi pula makan di rumah juga lebih leluasa dan bebas, apalagi sepertinya Byungchan akan pulang sore atau mungkin larut malam.
Seungwoo membuka mulutnya lebar-lebar karena takjub ketika melihat berbagai macam makanan yang terhampar di hadapannya. Beberapa kali ia ingin mengambil satu buah lauk, namun tangan Sora dengan cepat menyingkirkannya, takut jika mereka dikira sedang mencuri.
Seungwoo mengurungkan niatnya karena Sora terus saja menyingkirkan tangannya, dan ia lebih memilih untuk terus memandangi balonnya sambil terhuyung berjalan kesana kemari mengikuti arah pergi Sora yang terus mengapit lengannya sambil sibuk mengambil berbagai macam lauk pauk.
Setelah acara membungkus makanan selesai dan taksi yang dipesannya pun sudah menunggu di depan rumah makan tersebut, kini mereka berdua pulang menuju rumah.
Sora terlihat menyandarkan kepalanya ke sandaran mobil sambil sesekali melirik ke arah Seungwoo yang tengah menempelkan kedua tangannya pada kaca mobil, terlihat begitu antusias dan takjub ketika melihat pemandangan di luar sana. Balon merahnya ia singkirkan terlebih dahulu di belakangnya, lalu ia kembali terfokus kepada lalu lalang jalanan yang menarik perhatiannya.
Sora kembali teringat dengan perkataan sang psikiater ketika berkonsultasi tadi, namun entah mengapa Sora malah menolak tawaran dari sang psikiater untuk memberikan terapi terhadap Seungwoo.
Biaya terapinya ternyata sangat mahal setiap pertemuannya, belum lagi Sora juga akan mulai disibukkan dengan tugas kuliah dan juga ujian semesternya minggu depan. Jadi Sora putuskan untuk memberikan terapi sederhana di rumah setelah berkonsultasi dan mengikuti anjuran psikiater tadi.
Untung saja sang psikiaternya tidak memaksa dan memberikan beberapa masukan kepada Sora, membuat Sora menjadi sedikit paham dengan apa yang harus dilakukannya mulai sekarang untuk membantu Seungwoo.
'Kita cari keluarga lo kalo lo udah sembuh. Untuk saat ini, lo udah jadi prioritas gue dan gue harus bertanggungjawab untuk ngebuat lo sembuh. Setelah itu kalo perlu kita cari juga orang yang udah berbuat jahat sampe ngebuat lo jadi kayak gini. Gue janji lo pasti bakal bisa sembuh.'
💦
"Sebentar Seungwoo! Jangan diacak-acak makanannya!"
Sora hampir kehilangan kesabarannya ketika menghadapi Seungwoo yang mulai memporak porandakan beberapa macam lauk pauk yang baru saja Sora sajikan di atas meja makan.
Sora memijit pelipisnya dengan pelan, kepalanya terasa pusing melihat Seungwoo yang ternyata memang benar-benar tidak tahu bagaimana cara menikmati makanannya.
Begitu mereka sampai di rumah, Sora memang langsung menuju dapur dan menyiapkan makanan untuk mereka makan berdua. Dan awalnya Sora mengira jika Seungwoo pasti setidaknya bisa makan dengan benar, tetapi dugaannya itu ternyata salah.
Baru saja makanan di hidangkan di hadapannya, kedua tangan Seungwoo langsung menyambar ayam goreng di hadapannya dan dengan rakus segera ia masukkan ke dalam mulutnya.
"Iya aku paham kamu laper sejak kemarin, salahku juga sih lupa gak ngasih kamu makan. Ya tapi gak gini juga, Seungwoo!"
Sora mengambil paha ayam yang hendak dilahap oleh Seungwoo, membuat lelaki itu mengerang dengan suara yang menyedihkan. Merasa sedih karena makanannya direbut begitu saja.
'Bisa gila gue. Jadi mungkin kayak gini rasanya kalo lo punya anak yang mentalnya sedikit terganggu. Anggap aja latihan jadi ibu deh gue. Sabar Sor, sabar...'
Sora menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya dengan perlahan. Dengan senyuman yang ia paksakan, ia mulai mengajari Seungwoo adab cara makan yang benar.
"Makan itu harus pake sendok sama garpu. Gak sopan kalo langsung nyerobot pake tangan gini."
Sora membersihkan tangan Seungwoo dengan tisu terlebih dahulu, lalu ia memberi contoh mengambil makanan dengan memegang sendok dan juga garpu, kemudian menyuapkannya pada Seungwoo. Lelaki itu hanya menatap dengan polos, dan ia tersenyum senang ketika Sora memasukkan makanan ke dalam mulutnya.
"Nah, sekarang latihan dulu. Pegang sendok di tangan kanan, garpu di tangan kiri. Terus ambil nasinya pake sendok, baru masukkan ke dalam mulutmu."
Sora perlahan-lahan membantu Seungwoo membiasakan kedua tangannya untuk memegang sendok dan garpu. Sora juga membantu Seungwoo mengambil nasi dengan sendoknya, namun ia membiarkan Seungwoo untuk menyuapkan sendok tersebut ke dalam mulutnya sendiri.
Betapa terkejutnya ketika Seungwoo malah menyodorkan sendok berisi nasinya kepada Sora, alhasil Sora hanya bisa meringis dan memilih untuk menerima suapan dari Seungwoo. Dari perilakunya ini, Sora menjadi sadar bagaimana ia harus mengajari Seungwoo.
Mumpung Seungwoo saat ini terlihat persis seperti balita berusia 4 tahun yang akan mencontoh apapun yang dilakukan oleh orang lain, sehingga Sora harus mulai mencontohkan yang benar-benar saja agar Seungwoo bisa belajar.
Dengan telaten ia memberi contoh makan dengan benar, dan lama kelamaan Seungwoo mulai bisa menyuapkan makanan dengan menggunakan sendoknya. Meskipun cara memegang sendoknya belum sempurna, Sora merasa bangga dengan dirinya sendiri karena ia berhasil mengajari Seungwoo.
Acara makan pada akhirnya berlangsung dengan tenang, meskipun makanan Seungwoo tercecer kemana-mana. Apalagi ada beberapa butir nasi yang menempel di kedua pipinya, membuat Sora hanya bisa tertawa karena ia seperti mengajari anak kecil yang memang belum bisa makan dengan mandiri.
'Lucu banget sih, ya ampun! Pengen gigit pipinya. Eh, otak gue! Please! Gak usah mikir yang aneh-aneh! Gue murni cuma mau bantu dia sembuh, gak lebih.'
Sora menepuk pipinya beberapa kali agar pikirannya itu tidak melayang kemana-mana. Dan dengan cepat ia menghabiskan makanannya, karena ia sudah merasa kegerahan karena sejak tadi dirinya terus ditatap oleh Seungwoo yang sedang menggembungkan pipinya karena masih ada banyak makanan yang belum ia kunyah di dalam mulutnya.
Tiba-tiba saja Seungwoo menggaruk-garuk bagian lehernya, membuat atensi Sora kembali teralih padanya. Awalnya Seungwoo menggaruk lehernya dengan perlahan, namun lama kelamaan tangannya itu terus menggaruk bagian lehernya dengan gerakan yang cepat.
Sora mendadak panik dan berusaha untuk menjauhkan tangan Seungwoo agar berhenti menggaruk bagian lehernya, namun lelaki itu malah merengek pada Sora karena lehernya masih terasa gatal.
Sora mengecek lauk yang tadi dimakan oleh Seungwoo, karena mungkin saja Seungwoo alergi terhadap salah satu lauk yang dibelinya tadi. Tapi ia tidak tahu Seungwoo alergi makanan apa karena lelaki itu sudah makan terlalu banyak.
Ayam goreng, telur, ampela ati, ikan goreng tepung, beberapa macam seafood, dan sayur-sayuran sudah Seungwoo lahap dengan nikmatnya. Jadi bagaimana mungkin Sora bisa tahu apa yang membuat leher Seungwoo menjadi gatal? Sora ingin bertanya, namun sepertinya Seungwoo saja tidak sadar jika dirinya memiliki alergi, begitulah kira-kira yang Sora pikirkan.
Sora tidak tahu saja jika Seungwoo tidak bisa memakan daging dari kawanannya sendiri, yaitu daging ikan. Anehnya juga Seungwoo tidak menyadarinya karena ia terlalu terlena dengan makanan enak yang dihidangkan kepadanya.
"Kamu alergi sama apa sih Seungwoo? Duh, mana gue gak ada obat alergi lagi. Kalo gue tinggal ke apotek sebentar juga gue takut dia gimana-gimana kalo sendirian di rumah. Titip Buyung buat beliin obatnya? Duh, gue gak tau dia pulang kapan. Terus juga pasti dia ogah gue suruh beliin obat. Atau gue bawa aja dia ke apotek sekalian?"
Sora terus saja mengoceh dan membiarkan Seungwoo yang masih saja menggaruk bagian lehernya. Sora menggertakkan giginya, dan ia berusaha mencari salep di kotak p3k miliknyaㅡapapun itu, untuk setidaknya meredakan rasa gatal di leher Seungwoo.
Sora kembali dengan sebuah salep di tangannya, dan ia hendak mengoleskannya di leher Seungwoo. Sora bergidik ngeri karena leher Seungwoo menjadi merah karena terus digaruk olehnya. Dan ketika Sora hendak mengoleskan salepnya, muncul serupa sisik ikan yang timbul kecil-kecil di bagian leher Seungwoo.
Tidak banyak, hanya ada beberapa dan ukurannya pun kecil. Sora yang tidak curiga sedikitpun hanya bisa mengoleskan salepnya dengan perlahan, berharap salep tersebut dapat bekerja pada bekas garukannya.
"Euuu..."
Seungwoo menjauhkan tangan Sora dan mengusap-usap lehernya yang mulai terasa panas ketika diberi salep. Sora kebingungan, ia takut jika salep tersebut tidak cocok di kulit Seungwoo.
"Mau ke dokter lagi aja? Akuㅡ"
Seungwoo menggelengkan kepalanya dengan cepat untuk memotong perkataan Sora. Entah bagaimana cara Seungwoo menyembuhkan rasa gatal dan panasnya, namun lelaki tersebut kini malah kembali duduk diam sambil tersenyum pada Sora.
Belum sempat Sora mengeluarkan suara, Seungwoo malah dengan santainya melanjutkan acara makannya yang tertunda, seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Sora hanya bisa bengong, tidak paham dengan situasi yang sedang menimpanya saat ini.
Lelaki di hadapannya ini terlihat sangat aneh, namun ia seakan terhipnotis dan malah percaya begitu saja dengannya. Dan lamunannya itu menjadi buyar ketika pintu rumah terbuka, menampilkan sosok Byungchan yang terlihat lesu setelah pulang dari kampus.
"Eh kucing kuntet! Kok orang gila ini masih disini? Mana makan enak gak bagi-bagi lagi!"
💦