Setiap orang selalu mempunyai kelebihan pada dirinya masing-masing. Terlebih teman-teman cowoknya selalu terlihat bersinar dengan aktif dalam ekskul maupun organisasi sekolah. Salah satunya adalah Senario Alathas. Cowok berwajah lembut dan manis itu adalah seorang ketua OSIS yang sialnya menjadi sahabat dari seorang mageran layaknya Handi Rahamzah. Setiap berjalan di samping Sena, Handi selalu merasa seperti kucing buluk pengganggu. Dengan tinggi badan 169 centimeter dan kemampuan otak rata-rata, Handi cuma bisa berada di rangking 20 besar dibandingkan Sena yang selalu menjadi nomor 1 di kelas.
Namun Handi merasa perlu berubah ketika mengenal seorang cewek bernama Ajeng Rahayu Cantika. Dari namanya saja, sudah dapat digambarkan bagaimana cantiknya Ajeng dan manisnya Ajeng. Cewek itu tidak begitu pintar, namun dia selalu sopan dan ramah terhadap siapa pun. Bagi angkatan-nya, Ajeng itu seperti tuan puteri. Lalu Handi seharusnya tahu, dimana-mana tuan puteri akan menikah dengan pangeran tampan dan bersinar. Bukan sama upik abu mageran kayak dia.
Jelaslah minggu lalu Handi dapat kabar dari sahabatnya sendiri sejak SMP, Sena, kalau cowok itu berhasil menjadi kekasih dari seorang Ajeng Rahayu Cantika. Sena yang pintar, tingginya bahkan hampir mencapai 180 centimeter, dan juga wajahnya yang kalem serta manis. Siapa gadis yang tidak mau sama Sena? Jelas jawabannya adalah tidak ada.
Dengan langkah berat, Handi berjalan menuju kelasnya di lantai 2. Dia selalu membawa kamera yang dia gantungkan di leher meskipun jarang dipakai karena Handi itu kalau mau foto-foto harus saat tidak mager. Kemudian saat-saat tidak magerlah itu adalah ketika Handi merasa bad mood dan mencari kesenangan dari mengambil objek menarik di sekitarnya.
Cowok bergigi kelinci itu duduk di kursinya tepat pukul setengah tujuh pagi kemudian ketika baru ingin memejamkan mata sejenak, harus tersentak ketika mendengar panggilan seseorang. Handi menoleh cepat dan menemukan cewek yang kemarin mengganggu kegiatan-nya dalam membidik objek melalui kamera SLR yang selalu dia bawa kapan pun—kecuali ke kamar mandi atau ke musala.
“Hai!” Caca tersenyum dengan wajah yang selalu ceria.
Handi sebenarnya tidak begitu dekat dengan cewek berisik ini—karena memang Handi paling anti mengobrol dengan cewek berisik. Meskipun keduanya duduk bersebrangan, cowok itu bahkan tak pernah melirik Caca barang sedikit pun. Karena memang Caca bukan objek yang menarik untuk Handi lirik.
Cowok itu memangku wajahnya dengan kedua bola mata menatap Caca malas. “Ya, ya. Sekarang apa lagi?”
Caca tersenyum lebar. “Jadi, Han. Tadi pagi, gue ngelihat cewek diboncengin cowok pakai motor ninja merah. Mereka manis banget! Ah, bikin iri,” cerita Caca kemudian bersandar pada punggung kursi. “Terus ya, pas gue masih di Busway, ada cowok yang ngasih tempat duduk buat cewek gitu. Udah cowoknya ganteng lagi, ceweknya juga cantik sih, dan mereka kayaknya kenalan gitu, Han. Kayaknya jatuh cinta itu semenyenangkan itu, ya,” Caca tersenyum-senyum selepas mencerocos panjang pada Handi yang cuma mengangguk malas.
Setelah percakapan mereka kemarin sore soal Caca yang bertanya apakah Handi pernah jatuh cinta. Cewek itu meminta Handi untuk membantunya menyukai seseorang atau memahami bagaimana cinta itu datang. Caca cerita bahwa dia sudah bertanya pada teman-temannya, namun semuanya tidak ada yang membantu. Jadi saat mendengar kalau Handi sedang menyukai seseorang, Caca merengek untuk dibantu Handi agar bisa menyukai orang lain. Jelas-jelas cinta itu datang tanpa dipaksa dan tidak tahu waktu. Untuk apa meminta bantuan dari seseorang yang gagal mendapatkan cintanya seperti Handi?
“Tumben akrab sama Caca, Han,” ucap Sena ketika cowok berwajah manis itu duduk di kursi samping Handi. Sena mengeluarkan buku tulisnya saat Bu Puji datang membawa 2 buku cetak Matematika dan sebatang penggaris kayu panjang. “Kayaknya, obrolan kalian perlu berhenti dulu,” bisik cowok itu membuat Handi menoleh cepat.
“Ha? Bu Puji udah dateng?” tanya Handi balik pada Sena yang mengangguk sambil menunjuk seorang wanita paruh baya yang sedang membuka buku absen.
Handi menghela napas panjang. Dalam hati, dia bersyukur karena Caca berhenti mengusiknya pagi ini.
***
Namun sepertinya rasa bersyukur Handi cukup sampai jam pelajaran pertama di hari Rabu, karena sekarang cowok itu berjalan beriringan dengan Caca. Anehnya lagi, Caca memilih ke kantin bersama Handi dibandingkan Dea, teman dekatnya. Semua anggota kelas menatap kepergian Handi dan Caca dengan kening berkerut. Sepertinya mereka tahu kalau Handi yang mageran bisa ditakluki oleh cewek berisik seperti Rasya Anggita, atau kita panggil dia Caca saja.
“Han, lo mau ke mana, sih?” tanya Caca sambil berusaha menyamakan langkah kakinya dengan Handi yang menggerakan kedua kakinya cepat-cepat—seperti memburu sesuatu yang tidak jelas. Caca memegang lengan cowok bergigi kelinci itu membuat langkah Handi terhenti kemudian cowok itu menatap Caca kaget. “Ngapain megang tangan gue?” tanya Handi setengah histeris.
Caca cemberut. “Abisan, lo cepet banget jalannya. Gue capek tahu ngikutinnya!”
“Yaudah, nggak usah diikutin!” balas Handi lebih sebal saat melihat wajah cemberut gadis itu.
Caca melepaskan lengan Handi kemudian bersidekap. “Kita beneran nggak ke kantin?” tanya cewek itu pada Handi yang berdiri dengan wajah malas.
Handi menggigit bibir bawahnya seraya mengalihkan pandangan dengan kerlingan mata sebal. Dia muak kalau Caca mengikutinya, bahkan mengajaknya ke kantin. Padahal Handi ingin memperbaiki bongkahan hatinya karena cowok itu masih tidak sanggup untuk menatap sepasang kekasih yang baru jadian. Cowok bergigi kelinci itu bersandar pada dinding sambil menatap Caca malas. “Gue mau ke bale di taman deket pagar sekolah. Mau tidur. Lo tetap mau, ngikutin gue?” tanya Handi pada Caca yang terdiam.
Melihat anggukan antusias Caca, Handi menepuk dahinya kencang. “Duh, kenapa sih?”
“Kan, lo udah janji mau bantu gue, buat menyukai seseorang.”
Cowok itu terdiam dengan bibir terkatup rapat. Dia memang kemarin tidak sengaja bilang kalau dia mau membantu Caca untuk memulai menyukai seseorang. Kemudian cowok itu baru sadar atas ucapannya selepas kepergian Caca. Lantas cowok itu langsung duduk di bale yang terbuat dari kayu jati. Dia tertidur selama kurang lebih 1 setengah jam, kemudian dibangunkan Pak Satpam karena sekolah mau ditutup dan jam sudah menunjukkan pukul 5 sore.
Handi menghela napas pendek kemudian kembali melangkah. “Terserah,” ucap cowok itu pelan, membuat Caca yang tadi diam menunggu pun langsung berjalan riang di samping Handi.
Sebelum ke bale, Caca menarik cowok itu memasuki koperasi untuk membeli roti dan susu karena cewek itu lapar. Handi yang iseng pun membeli keripik pedas dan minuman rasa teh madu, lantas keduanya kembali berjalan menuju bale di taman dekat gerbang sekolah dan pos satpam. Biasanya bale itu digunakan satpam untuk tidur siang, namun setelah Handi muncul di sekolah ini sebagai siswa baru 1 setengah tahun lalu. Cowok itu yang selalu menempati bale saat istirahat pertama karena mager ke kantin yang ramai.
Dia tidak begitu suka keramaian.
Handi langsung membuka sepatunya dan duduk bersandar dengan kaki yang diluruskan. Cowok itu meminum minuman rasa teh madunya, kemudian mulai memejamkan mata tanpa memperdulikan sosok cewek yang kini sibuk memakan roti.
***
Caca menatap wajah tidur Handi yang terlihat damai dan tanpa beban. Cewek itu tersenyum geli sambil memakan roti bertoping parutan kejunya hingga habis, kemudian dia meminum susu cokelatnya sampai kotak susunya kosong. Caca menghela napas pendek, kemudian ikut bersandar di samping Handi dan meluruskan kedua kakinya.
Cewek itu sebenarnya ingin mengetahui siapa sosok yang disukai Handi saat ini. Caca juga ingin tahu bagaimana Handi menyukai sosok itu. Meskipun Caca sudah banyak mendengar dari Dea maupun Mirta soal jatuh cinta itu tidak perlu alasan dan tidak tahu kapan waktunya. Tetap saja Caca penasaran dan ingin cepat-cepat menemukan cinta pertamanya entah itu kapan.
Kemarin saat tidak sengaja menemukan Handi yang bersembunyi di balik pilar demi mengintip Sena yang sedang mengobrol dengan Ajeng. Caca langsung berpamitan pada dua sahabatnya dan berdiri di belakang Handi sembari ikut mengintip pasangan yang masih hangat diperbincangkan itu. Cewek itu sebenarnya tidak mengerti mengapa Handi mengintip Sena, padahal Caca tahu kalau Handi itu sahabatnya Sena. Lalu karena rasa penasarannya itu, Caca jadi kepo dan malah mengusik hidup cowok bergigi kelinci itu hingga hari ini.
Caca melirik jam tangannya. Sudah lima belas menit Handi tidur, dan Caca gatal mau mengajak Handi berbicara. Saat cewek itu mau membangunkan sosok cowok yang tertidur di sampingnya, gerakan tangan Caca terhenti. Kedua bola matanya membulat ketika kepala Handi jatuh lembut di bahunya.
Aduh, Caca harus apa?