Seperti biasa, aku terbangun sekitar jam dua dini hari. Tidak terkecuali malam ini. Walau aku baru tidur selepas tengah malam, tetap saja aku terbangun sekitar pukul dua dini hari. Sepertinya tubuhku mempunyai alarm sendiri yang dibentuk oleh kebiasaan.
Duduk di atas tempat tidur, aku menggeliat, mengerjapkan mata beberapa kali hingga kedua mataku bisa menyesuaikan dengan suasana temaram kamar yang hanya diterangi lampir tidur kecil. Setelah itu, aku turun dari tempat tidur.
Tanpa menyalakan lampu besar, aku berjalan menuju pintu kamar.
Di depan pintu, aku berhenti, menengok ke kiri untuk melakukan satu kebiasaan lain, mematut diri sejenak di depan cermin berukuran empat puluh kali delapan puluh sentimeter yang menempel di dinding.
Begitu mataku menatap cermin, aku langsung melompat ke belakang sambil berteriak, “Huah!”
Di cermin, aku melihat seorang wanita dengan pakaian putih. Rambut panjangnya terurai dan sedikit berantakan. Walau kamar hanya diterangi cahaya temaram, aku bisa melihat wajahnya yang putih.
“Yah, aku diganggu hantu lagi.” Benakku mengatakan itu dengan pasrah dan kesal.
Lalu, aku melihat sesuatu yang aneh pada hantu wanita di cermin.
Kedua telapak tangan hantu itu bertumpuk di tengah dada. Sama persis dengan dimana kedua tanganku berada.
Kemudian, aku teringat hantu wanita di cermin, dia tadi melompat saat aku melompat.
Aku menunduk, menatap kaos usang lengan panjang berwarna putih, berpindah ke bawahan mukena yang tidak aku lepas setelah sholat tadi dan aku pakai tidur, juga rambut panjangku yang menjuntai di kedua sisi wajahku.
Aku pun terkekeh. “Mar, Mar, konyol sekali sih kamu, bayangan sendiri dikira hantu.”