chapter 8: A Perfect Clues
silakan buka akun wattpad asta12di saya
chapter 9: Clue From Chloe (#3 Clue)
"Apakah itu a perfect clues ?"
Tanpa disangka aku dan Cheryl mengajukan pertanyaan yang sama berbarengan. Angin segar bagi Chester untuk meledeki kami berdua.
Belum sempat ledekan itu keluar dari mulut Chester yang sudah mulai cengar-cengir, Cheryl bergerak sigap ke sebelahnya. Giliran si kembar perempuan yang mengancam saudaranya, "Kalau kau tidak mau bilang, akan kuinjak sepatumu ini."
"Pantas saja si Stevan jadi sakit hati terhadapmu...."
"Chester!"
Bersamaan dengan bentakan suaraku itu, si Cheryl mencubit pipi saudaranya itu sambil memekik, "Mulai lagi!"
Siapa yang dicubit, malah aku yang merasa ngilu, "Aduh!"
"Cheryl, jangan bersikap begitu dong sama saudara kembarmu sendiri. Kasihan kan dia," kunasihati sahabatku ini dengan kalem.
"Tuh dengar, sahabat sekolahmu sendiri yang...," kata Chester sambil memegangi pipinya yang baru saja dicubit dengan masih meringis. Malah terpotong oleh ketidaksabaran saudarinya, "Jangan buang-buang waktu lagi! Cepat jelaskan kepada kami apa itu a perfect clues! Mau pukul berapa kita pulang dari sini?"
"A perfect clues merupakan fenomena yang terjadi pada sebuah identitas sistem tertentu, yang mengakibatkan dirinya jadi punya informasi tak terhingga. Karena sebagian data ini pastinya bisa dipakai untuk memecahkan kasus kriminal yang mungkin saja terjadi, maka bisa dianggap sebagai petunjuk. Kenapa dibilang sempurna?"
Penjelasan Chester itu memampukan diriku untuk meneruskan lanjutannya, "Menjadi sempurna karena informasi yang masuk ke dalamnya sangatlah lengkap, tergantung dari situasi atau kejadian penyebab gejala itu terjadi."
"Kau sungguh cerdas, Sobatku. Apa yang bisa membuatmu jadi berpikir ke situ?" Chester makin mengagumi kemampuanku. Sampai momen kedatangan kembaran Cherlone ini, belum pernah satu kali pun Chloe atau Chelsea memuji apa yang sudah kukorbankan untuk kepentingan hidup mereka.
"Aku jadi punya kuantitas memori yang lebih lengkap dari memori manusia biasa. Salah satu faktornya tentu saja karena aku sudah menjadi sistem buatan, sehingga semua gejala yang terjadi dalam ingatan bisa terdeteksi dan diamati secara langsung—khususnya oleh si pencipta sistemnya sendiri."
"Sedangkan kita tidak mampu memerhatikan pikiran manusia secara umum dan global, karena kita diciptakan oleh Tuhan," sambung Chester. "Fenomena mimpi saja masih belum terpecahkan sampai spesifik sampai abad ini."
"Sebagai entitas sistem, mungkinkah aku bisa menyelami mimpi manusia?" tanyaku iseng.
"Tentu saja mungkin—kalau sudah dimasukkan programnya ke dalam sistem dirimu. Masalahnya hingga kini, apakah program itu sudah berhasil tercipta?"
"Setelah aku dan Stevan mengerti, apa yang bisa kita perbuat sekarang sebagai langkah berikutnya?" tanya Cheryl menuntut aplikasinya.
"Tentu saja meminta Stevan menampilkan informasi yang kita butuhkan," jawab Chester spontan dengan lugas. "Apa yang kau ingini untuk kita berdua ketahui sebagai informasi pertama?"
Di balik kedua kalimat itu, aku bisa menemukan fakta kalau mereka bermaksud memanfaatkan kelebihanku sebagai sosok a perfect clues. Enak saja! Tentulah aku tidak kalah cerdik dari kembaran oportunis ini.
Sebelum salah satu dari antara mereka mulai mendikte langkahku, aku sudah membukanya dengan berkata, "Sepertinya kutemukan sebuah rekaman suara yang disimpan Chloe."
Memang kutemukan dokumen itu di urutan penyimpanan awal—selagi Chloe mulai merakit sistemku sepertinya. Kelihatannya, Chester dan Cheryl jadi teringat sesuatu di masa lalu mereka.
"Apa yang mendadak kalian pikirkan?"
Dari ekspresi wajahnya, Chester berusaha menyangkal. Justru Cheryl yang membuat pengakuan, "Kami masih trauma akan kejadian di rumah keluarga Cherlone yang berada di Area London. Momen yang terkait langsung dengan kasus pembunuhan ayah kandung kami. Rekaman suara antara sepasang pembunuh itu—seorang laki-laki dengan seorang perempuan—tanpa diduga, ternyata suara milik Landon Simmons dan Brenda Cherlone."
"Mohon maafkan aku ya. Aku turut berduka akan semua itu."
"Tidak apa-apa, Sobat—terima kasih. Itu semua sudah menjadi masa lalu kami. Justru kamilah yang harus bisa bergerak maju menghadapi kehidupan," respon Chester dengan bijak. Kemudian satu tangannya mengelus-elus pelan punggung Cheryl, setelah merengkuh badan perempuan itu dari samping dan separuh memeluknya.
"Berarti kalian sudah siap kuputarkan dokumen ini? Sebagai sosok pemutarnya, aku sendiri juga belum mengetahui isinya loh. Sebelum kedatangan kalian, sistem memori masa laluku masih kacau balau, dan isinya dalam keadaan berantakan."
"Iya, putarkan saja," jawab Chester mengonfirmasi.
Tak lama kemudian, terdengarlah suara Chloe mengisi ruangan rumah kami ini.
"Rekaman ini berisi sekumpulan fakta seputar Mrs. Farlyn yang selama ini kau ketahui sebagai mama kandung kami. Juga keberadaan dirinya yang pastilah dianggap misterius oleh dunia luar.
"Sesungguhnya Mama Lynn adalah ibu angkat kami berdua. Ternyata dia mengadopsi aku dan Chelsea secara tidak resmi. Jadi beginilah ceritanya."
Terbukti sudah kesesuaian fakta masa lalu Lynn Farrel dengan Landon Simmons yang kami—aku dan Cheryl—hadiri sekian menit yang lalu.
"Mama Lynn pernah menikah dengan lelaki dari lingkungan keluarga Cherlone. Landon Simmons namanya. Sosok Landon yang bajingan memaksa dirinya untuk membalas dendam dengan mendekati si kepala keluarga Cherlone—Brandon. Tanpa disangkanya, hubungan mereka malah melahirkan sepasang bayi kembar yang dinamainya Chester dan Cheryl.
"Bisa diduga, Landon tidak mau menerima kehadiran Chester dan Cheryl untuk keluarga Cherlone. Di sisi lain, ambisi Brenda untuk membuat sengsara Brandon mendapat kesempatan emas. Inilah yang membuat keduanya berkolaborasi untuk menyingkirkan Chester dan Cheryl dari lingkungan keluarga mereka.
"Mama Lynn yang frustasi sempat melarikan diri ke pelukan Daxton Phelps. Lelaki inilah sahabat Landon yang juga teman dirinya dan Brandon di sebuah tim olahraga sekolah mereka bertiga. Pelarian Mama Lynn membuat Daxton menjadi sangat antipati terhadap sosok Brandon yang kala itu sudah sukses dan tenar.
"Tebakanmu barusan tentulah benar, Stevan. Semua fakta tadi kudapatkan langsung dari mulut Mama Lynn sendiri di hari terakhir hidupnya. Selama belasan tahun membesarkan diriku dan Chelsea, dia hidup dalam penyesalan, frustasi, ketidakberdayaan, dan jutaan perasaan negatif lainnya—semuanya menghantam kencang jiwanya sendiri. Itulah sebabnya kenapa didikan yang kami dapat bisa sangat keras hingga memproteksi masa kecil kedua putri angkatnya ini begitu luar biasa.
"Stevan, saat kau berhasil menemukan dan membuka rekaman suaraku ini—saat itulah aku dan Chelsea sudah tiada. Kenapa begitu? Karena diriku sendirilah yang tanpa sengaja membunuh Mama Lynn dengan bakat indigoku."
Kami bertiga tersentak. Aku, Chester, dan Cheryl. Chloe yang telah membunuh Mama Lynn dan selama ini dia menutupinya dariku? Memang sulit untuk bisa dipercaya. Satu hal lagi, dia punya bakat indigo—sungguh jitu tebakan Chester yang tadi.
"Kumohon kau jangan berburuk sangka dulu, Stevan. Aku memang tidak berniat membunuhnya. Kejadian di sebuah gang sempit dekat sini itu sungguh di luar dugaanku. Justru sebagai hikmahnya, aku jadi menyadari kalau kami ternyata punya bakat indigo. Kemampuan untuk membuat sesuatu yang dirasakan sendiri terjadi pada orang lain—tidak tahu apa istilah atau nama yang tepat untuk ini.
"Malam itu memang Chelsea harus beristirahat di rumah setelah insiden pemukulan yang kau lakukan mengenai telak dadanya tersebut. Mama Lynn mengajakku keluar rumah untuk menikmati kesegaran udara malam. Rupanya dia sudah merencanakan untuk menunjukkan sesuatu padaku di gang sempit yang biasa kami lewati selama ini—tempat dirinya menemukan aku dan Chelsea sewaktu kami berdua masih bayi. Ternyata, karena merasa tak berdaya akibat ambisi Landon dan Brenda merebut bayi Chester dan Cheryl, dia putuskan untuk langsung saja mengadopsi kami tanpa birokrasi—dua puluh satu tahun yang lalu itu.
"Dalam perjalanan kami ke sana, Mama Lynn menceritakan seluruh masa lalunya seperti yang sudah kuungkapkan tadi di awal rekaman. Tentu saja di sini, dia membongkar fakta kalau selama belasan tahun membesarkan kami, hatinya menyimpan rahasia bahwa kami inilah justru anak angkatnya. Spontan hatiku merasa begitu pedih seperti mau mati rasanya setelah penuturan yang menguras emosi tersebut. Begitu labilnya diriku hingga kesadaranku sempat hilang—aku pingsan. Ketika aku terbangun, kudapati Mama Lynn sudah tidak bernyawa. Entah bagaimana persisnya, jantungnya bisa berhenti berdetak begitu saja bersamaan dengan pingsannya aku. Sekujur tubuhnya sudah dingin sewaktu kupegang.
"Keruan saja aku jadi bingung harus berbuat apa, selain kekagetanku belum hilang benar. Di sisi lain, terbersit rasa kehilangan serta penyesalan sudah menganggap negatif semua perlakuan kasar dan jahat dirinya selama puluhan tahun yang telah berlalu kepada kami. Satu hal yang langsung terpikir saat itu, aku harus secepatnya menguburkan jenazah Mama Lynn di suatu tempat tanpa diketahui satu orang pun. Aku memutar otak cukup keras sebelum akhirnya kudapati sebuah solusi. Langkah pertama yang harus kulakukan tak lain dari membawa pulang tubuh Mama Lynn yang sudah tak bernyawa ke rumah kami sendiri.
"Itulah sebabnya aku dan Chelsea harus menghabiskan sisa waktu hidup kami di rumah ini. Rumah dengan pikiranmu sebagai sistem komputerisasinya. Begitu kami berdua meninggal, dokumen rekaman suara ini akan otomatis terbuka dan bisa kau dengar untuk memecahkan misteri ke manakah gerangan Mama Lynn. Aku punya firasat kalau si kembar Chester dan Cheryl akan mencar ibu kandung mereka suatu saat. Pada saat itulah, nyawa kami berdua pasti sudah meninggalkan dunia."
Untuk sesaat lamanya, rekaman suara itu terhenti. Mungkin untuk memberi jeda pada diriku sebagai si pendengar supaya mencerna semua informasi yang disampaikan. Ada sesuatu yang bergejolak di dalam diriku. Tentulah hal yang sama juga terjadi di dalam benak Chester dan Cheryl.
"Apakah Chloe dan Chelsea sudah meninggal?" tanya Chester tiba-tiba, membuyarkan 'lamunan' pemikiranku.
"Pasti gawat nih urusannya seandainya mereka masih hidup," celetuk Cheryl. "Stevan, cepat jawab pertanyaan Chester tadi!"
Kuputar ulang rekaman kejadian di rumah ini sejak pagi hari tadi. Dan astaga!
"Chester, Cheryl, mereka meninggalkan rumah setelah makan siang tadi. Lihat dan simaklah, ini rekaman gambarnya."
Dengan ekspresi 'pucat', si kembar Cherlone menyaksikan tampilannya di layar komunikasi rumah. Persis rekaman gambar itu berakhir, suara Chloe memecah keheningan kami bertiga yang terlalu larut dalam berpikir. Oh iya, rekaman yang sedang terputar itu belum usai benar!
"Kala kau mau putar ulang semua rekaman saat aku dan Chelsea masih hidup, setiap sekitar tengah malam, kami pasti menuju lemari besar pendingin di balik sisi dinding ruang bawah tanah. Coba kau pikirkan, apa yang tersimpan di dalam sana?"
Nantikan di akun wattpad asta12di saya;
chapter 10: Clues From Chelsea (#4 Clue)