•REWIND•
©Elsy Jessy
Aku berlari menuju kelas Ryan. Mengintip dari balik dinding. Mengamati apa yang dia lakukan. Entah kapan itu menjadi kebiasaanku saat di sekolah. Aku jadi sering berkirim pesan. Bergantian menelepon dan menghabiskan bonus freetalk tengah malam hanya untuk mengobrol.
Aku seperti mendapatkan energi baru. Aku merasa dari hari ke hari semakin mengenalnya. Pribadi hangat dan humoris. Dia sering menyanyikanku lagu-lagu ciptaannya. Suara huskynya yang merdu selalu membuatku terpesona. Benar-benar merasa terbuai saat nada-nada indah keluar dari bibirnya.
Kami semaki dekat, sering pergi menonton dan beberapa kali double date dengan Arya dan Dina. Padahal aku tahu saat ini aku dan dia belum ada ikatan atau deklarasi pacaran. Tapi bagiku seperti ini sudah cukup. Aku senang bisa sedekat ini dengan dia.
Ryan ada di hidupku saja aku sudah bersyukur. Yang jelas hari-hariku semakin berwarna karenanya. Dia laki-laki yang baik. Mengerti dan menerimaku apa adanya. Sepertinya aku mulai berkhayal menjadi tokoh utama dalam dongeng lagi. Bukan. Ini bukan dongeng sebelum tidur yang dulu sering dibacakan mami. Ini nyata. Aku merasa menjadi pemeran utama di ceritaku sendiri. Dan Ryanlah pangeran yang selama ini kutunggu.
Apa sebaiknya aku saja yang mengatakan perasaanku padanya terlebih dahulu? Tidak. Aku ini wanita. Tak pantas rasanya mengakatakan itu dulu. Aku akan memunggunya saja. Yang terpenting aku sudah merasakan apa yang dia rasakan. Pernyataan tidak begitu penting.
Tapi kata Dina. Peranyataan sangat penting bagi perempuan. Karena itu menandakan laki-laki itu serius menjalin hubungan. Apa Ryan tak serius denganku hingga dia tak mengatakannya? Atau jangan-jangan dia punya wanita lain yang disukai?
----------------------------Bersambung-----------------------------