•REWIND•
©Elsy Jessy
Aku mendengar suara pintu diketuk.
"Iya sebentar," teriakku.
Buru-buru kubuka, pasti itu Krucul alias Ryan yang akan menjemputku. Aku memang janjian nonton bioskop dengannya hari ini. Walaupun sebenarnya aku masih ragu menerima ajakan itu. Tapi mau bagaimana lagi, aku tak enak terus menerus menolak.
Ternyata bukan Ryan melainkan Arya yang ada dihadapanku.
"Yuk, dah siap kan?" ajaknya sambil menarik tanganku.
Aku segera melepaskannya. "Gue bukan Dina."
"Ops, sorry. Dinanya ada?" Dia terlihat agak canggung.
"Masuk dulu, tunggu bentar, ya. Gue panggilin Dina dulu." Aku lekas berlari ke dalam menuju kamar Dina.
"Na, tuh Arya dah dateng."
"Oh, cepet banget. Perasaan tadi barusan otw." Dina menjawabku sambil memoleskan lip balm di bibirnya.
"Lo dandannya kelamaan, sih," celetukku.
Dina hanya mendengus lalu keluar dari kamarnya menuju ruang tamu. Sedangkan aku kembali ke kamarku. Aku tebak Ryan pasti ngaret dari jam kesepakatan kami. Aku menghembuskan nafas kasar. Tiba-tiba teriakan Dina terdengar. "Ta, ini Ryan udah dateng."
Kulirik jam dinding di sudut kamar. Telat delapan menit. Padahal aku paling tak suka dengan orang yang suka mengulur waktu dan tidak disiplin. Baiklah hari ini aku maafkan tapi lain kali jangan harap.
Aku datang ke ruang tamu melihat Dina dan Arya belum pergi juga. Mereka malah asyik mengobrol dengan Ryan. Ryan melihat aku datang, lalu berkata, "Udah siap, Cil?"
Aku mengerucutkan bibir. "Udah, dari tadi malah. Lo telat delapan menit."
Ryan terkekeh. "Ciee nungguin, ya," ledeknya.
Dina dan Arya ikut menertawakanku. Bodoh. Seharusnya aku tak menanggapi gurauannya. Tapi aku tak bisa mengontrol rasa maluku yang seolah tertangkap basah sedang mengharapkannya. Wajahku pasti semerah kepiting rebus sekarang. Menyebalkan.
"Eh, kalian mau nonton kan?" Dina bertanya padaku dan Ryan.
"Iya, nih. Kalo kalian mau kemana?" Ryan balik bertanya.
"Gimana kalo kita nonton bareng aja," usul Arya yang langsung disetujui Ryan dan Dina tentunya.
Aku sebenarnya tak nyaman. Ini terlihat seperti double date. Padahal pasangan yang sebenarnya cuma Arya dan Dina. Sedangkan aku dan Ryan tak punya hubungan apapun.
Di Mall aku lebih sering diam dan bicara seperlunya. Jujur saja aku malas menanggapi sesuatu yang tak aku sukai. Kami menonton film horor yang katanya seru dan digadang-gadang paling seram sejauh ini. Entahlah, masa bodoh. Aku tak peduli. Horor bukan genre seleraku, favoritku adalah komedi. Tentu saja bukan aku yang memilih film. Itu pilihan Dina dan disetujui Arya dan Ryan.
Aku memang orang yang pemberani. Saat pergi ke rumah hantu dengan Ryan tempo hari, aku santai-santai saja. Tak ada rasa takut sama sekali karena aku percaya hantu itu tak ada.Bagiku lebih menakutkan orang yang masih hidup daripada orang yang sudah meninggal. Jadi film ini tidak cocok untukku. Di sepanjang film diputar Ryan menutup mata dan bersembunyi di lenganku. Sesekali dia berteriak dan menjerit saat hantu mulai menampakkan diri. Lucu. Dia seperti anak kecil padahal badannya tinggi menjulang tapi nyalinya tak sehebat itu.
Aku melirik Dina dan Arya yang duduk di sampingku. Mereka tampak tenang menikmati film. Saling berpegangan tangan sambil memakan pop corn. Jika hantunya terlihat, mata Dina langsung ditutup oleh Arya. Ah, mereka manis sekali seperti adegan di drama-drama yang sering kutonton di hari Minggu.
Setelah menonton film, Dina mengusulkan untuk makan. Arya dan Ryan setuju saja. Sifat Dina yang dominan lagi-lagi terlihat. Dina yang mengatur acara jalan-jalan kami.
Dan sekarang kami berada di food count. Aku memesan jus melon dan Dina jus jambu. Aku heran kenapa Dina sangat suka rasa itu. Padahal menurutku jambu adalah rasa yang paling tidak enak. Sedangkan Arya dan Ryan sama-sama memesan jus jeruk. Untuk makanan kami sepakat dengan ayam goreng kremes.
Saat makan pun mereka bertiga masih saling mengobrol. Aku? Hanya fokus makan dengan mata yang sesekali berkeliling ke lain.
"Dita emang pendiem ya orangnya." Suara Arya yang tiba-tiba membuatku menoleh.
"Nggak kok. Dia juga sebenernya cerewet. Tapi kayaknya lagi jaim hari ini," sindir Dina yang segera kuhadiahi lirikan tajam.
"Bener, tuh. Lagi sakit gigi lo, ya?" Ryan ikut menimpali.
Apa-apaan ini. Mereka mengepungku. Aku hanya tersenyum kikuk. "Gue lagi sariawan jadi males ngomong," responku sekenanya.
"Serius? Tapi lo nggak apa-apa, kan? Apa perlu gue beliin obat?" Ryan malah sok perhatian. Aku jadi tambah merasa tersudut.
"Iya, udah ah. Gue mau makan." Aku melanjutkan makanku. Tapi aku melihat sedari tadi Arya memperhatikan gerak gerikku. Aku jadi salah tingkah dan tak sengaja meminum jus jambu Dina.
Aku otomatis mencoba mengeluarkan air yang tak sengaja kutelan. Lalu meminum jus melonku untuk menetralisir rasa jambu di lidahku.
Mereka menertawakan atas tingkah berlebihanku pada jus jambu.
"Lo benci banget sama jus jambu, ya?" tanya Ryan.
"Nggak tahu tuh kenapa. Padahal gue suka banget." Bukan aku yang menjawab melainkan Dina.
Aku melihat Arya yang terus memandangku dengan ekspresi tak terbaca.
_____________Bersambung____________