•REWIND•
©Elsy Jessy
Seperti malam-malam sebelumnya, aku menunggu telepon dari Krucul. Sekarang aku sudah bisa menyiasati agar tak telat ke sekolah lagi. Aku sengaja tidur setelah makan malam lalu memasang alarm tepat di tengah malam. Kami pun berjanji tak mengobrol sampai bonus freetalk habis, melainkan sampai maksimal jam setengah empat pagi.
Sambil menunggu panggilan darinya, aku mengambil cemilan di laci meja belajar. Keripik singkong yang sengaja kubeli di mini market dekat rumah, kusembunyikan dari Dina. Alasannya jelas karena Dina selalu mengambil barang-barangku seolah-olah itu juga miliknya. Menyebalkan.
Akhirnya panggilan dari Krucul muncul di layar ponselku. Segera aku menekan tombol hijau untuk menjawab.
"Hallo?"
"Hallo, Cil. Lagi ngapain? Lagi nungguin gue, ya?"
"Sotoy. Ngarep ditungguin, ya?" balasku.
Dia tergelak. "Cil, gue mau cerita, nih."
Aku mengambil keripik singkong. "Gue berasa mamah Dedeh, deh."
"Mamah Dedeh Curhat, dong. Hahaha."
Sambil mengunyah aku berkata, "Gimana-gimana?"
"Akhir-akhir ini gue diteror cewek nggak jelas."
Aku membetulkan bantal dudukanku. "Maksudnya?"
"Ada sms nyasar ke gue. Ngakunya adik kelas. Gue nggak ngebalesin, sih. Cuma lama-lama ngengganggu banget."
Aku masih serius mendengarkan ceritanya.
"Tuh orang bisa puluhan kali sms gue. Terus sekarang malah tuh orang nekat misscall-misscall. Gue kan jadi risi."
"Iya angkat aja kali. Lumayan, siapa tahu aja cantik," candaku. Walaupun hatiku sedikit tergores, tapi aku harus menanggapi senormal mungkin.
"Kalo pun ternyata orangnya cantik tapi kelakuan kayak gitu gua mah ogah."
"Tapi akhirnya gue angkat sangking jengkelnya. Terus gue bilangin ke dia jangan gangguin gue. Eh parahnya, dia malah kesenengan direspon gue. Sinting kayaknya tu orang.
Aku hanya terkekeh. "Fans berat lo tuh berarti."
"Fans tapi ganggu banget. Bikin gue jadi males."
"Hei, nggak boleh gitu. Lo baru jadi penyanyi kafe aja belagu. Apalagi jadi penyanyi beneran."
Dia hanya tertawa. Dia lalu mengalihkan pembicaraan. Kami membahas banyak hal hari ini. Dari mulai rencana study-nya, sampai ke hal-hal tak penting seperti memperdebatkan duluan telur atau ayam.
Aku tak tahu kenapa selalu ada hal menarik dan lucu saat mengobrol dengannya. Dia benar-benar membuatku merasa nyaman. Seperti kami sudah saling kenal lama.
***
"Riska mana?" tanyaku pada Melda yang dari tadi duduk di salah satu bangku kantin.
Aku memang barusan dari toilet dan meninggalkan Melda dan Riska. Setelah kembali yang kudapati hanya ada Melda yang asyik membaca novel sambil memakan makaroni.
Melda mengendikkan bahu. "Tadi dia nggak bilang mau kemana. Tapi kayaknya dia mau ngepoin cowok incerannya itu lagi."
Aku mengangguk dan melanjutkan makan bakso pesananku. "Sejak punya gebetan, Riska jarang ngumpul sama kita, ya."
Tanpa mengalihkan pandangannya dari buku fiksi itu, Melda menjawab, "Iya. Kerjaannya sibuk jadi orang menyebalkan pengganggu hidup orang."
Aku menoleh. "Lo nggak coba cari gebetan juga, Mel?"
Dia melirikku sekilas. Lalu menjawab singkat. "Nggak."
Ponselku bergetar. Pemberitahuan sandek masuk. Aku membukanya. Ah rupanya dari Krucul.
Ta, gue tunggu lo di taman belakang sekarang, ya. Ada yang pengen gue omongin.
Tumben sekali Krucul mengajak bertemu di sekolah. Kami memang sering pergi bersama tapi untuk bertemu di sekolah ini baru kali pertama selain bolos waktu itu.
Aku melihat jam di tangan kiriku. Masih ada sepuluh menit waktu istirahat.
"Mel, gue ke taman belakang dulu, ya?"
Tak ada jawaban. Dia hanya mengepakan telapak tangan kanannya tanpa menoleh. Dia masih fokus membaca.
Aku bergegas menuju taman belakang. Sampai di sana, dari jauh aku melihat Krucul sedang berbincang dengan seorang perempuan berambut panjang. Perempuan itu tampak familiar dan benar saja, ketika dia berbalik aku terkejut. Itu Riska sahabatku.
Aku lagi-lagi dikagetkan dengan adegan yang bahkan tak pernah kubanyangkan sebelumnya. Aku buru-buru berjongkok untuk bersembunyi di balik pohon mangga. Aku mengintip dan mencoba mencuri dengar apa yang mereka bicarakan.
"Gue suka sama lo. Lo mau nggak jadi cowok gue?" kata Riska percaya diri sambil memberikan kado biru berpita merah jambu pada Krucul.
Respon Krucul hanya diam. Tanpa sadar air mataku mengalir. Hatiku mendadak sakit seperti ditusuk ribuan jarum tak kasat mata. Tanpa pikir panjang aku bangun dari tempatku dan berlari menjauh.
Aku masuk ke salah satu bilik toilet wanita. Menangis sejadi-jadinya. Rasanya ini lebih perih dari sakitnya mendapat perundungan. Kenapa lagi-lagi aku menjadi pemeran figuran di cerita orang lain. Aku juga ingin punya cerita bahagia yang akulah pemeran utamanya.
Entah sudah berapa lama aku menangis. Bel masuk jam istirahat bahkan sudah lewat beberapa menit yang lalu. Aku tak mungkin masuk kelas dengan keadaan seperti ini. Mata merah dan bengkak serta hidung yang penuh dengan ingus.
Sebaiknya aku membolos saja. Aku ingin cepat pulang. Mengunci diri di kamar itu lebih baik. Tas dan barang-barang sebaiknya kutitipkan pada Melda. Biar dia sajalah yang mengantarkannya ke rumahku.
_____________Bersambung_____________