Loading...
Logo TinLit
Read Story - The More Cherlones Mysteries (Story Behind)
MENU
About Us  

the next day...

chapter 11: Goodbye, Brandon Cherlone


"Brandon Cherlone sungguh merupakan sosok yang hebat dan tak terlupakan bagi kita semua."


     Belasan kali kalimat semacam itu bergema di dalam ruangan yang telah dipenuhi kedukaan yang besar. Puluhan orang telah berkumpul di sini. Bahkan acaranya disiarkan secara langsung hingga ke penjuru dunia.


     "Saya benar-benar tidak menyangka bahwa beliau telah tiada," banyak sekali ungkapan kesedihan ini yang diiringi isak tangis.


     "Saya tidak bisa membayangkan The Cherlones tanpa dirinya."


     "Dunia telah dirugikan oleh peristiwa pembunuhan ini. Pihak berwajib harus cepat mengusut tuntas perkaranya, dan segera menyeret pelakunya."


     "Tega nian orang yang mau membunuhnya. Dia tidak pantas disebut manusia."


     "Sejak kemarin, dunia bisnis internasional sepertinya mulai hancur oleh ketidakhadiran seorang Brandon Cherlone."


     "Kami telah memercayakan trik keuangan dan bisnis keluarga ke tangan hebat Cherlone. Oh tidak..."


     Banyak pula yang bersimpati pada keluarga Cherlone.


     "Sungguh kasihan sekali Don, Sarron, dan Farah. Kalian bertiga boleh memeluk erat seluruh dunia pada malam ini."


     "Greta, tabahkanlah hatimu, Sayang. Semua istri di seluruh dunia mendukungmu pada saat-saat berat ini."


     "Jangan pernah terpuruk, sang Don. Kami mendukungmu melanjutkan perjuangan ayahmu yang belum selesai."


     "Wahai para pengacara di seluruh dunia, jangan ada satu pun di antara kalian yang mau membela pelaku pembunuhan Brandon. Sebaiknya Anda pastikan itu, Sarron."


     "Farah, teruslah berkarya dalam seni pilihanmu. Kami menyukai semua seleramu. Buatlah sesuatu yang tak terlupakan tentang ayahmu, supaya semangatnya tetap hidup di tengah-tengah kita."


     "Kami bersedia menerima para karyawan karyawati di rumah-rumah keluarga Cherlone, seandainya porsi kerja mereka menjadi berkurang. Tentunya seizin Greta dan ketiga anaknya."


     "Untuk keluarga besar Cherlone semuanya, kami sangat mendukung kehadiran kalian di tengah-tengah kami. Semoga kekuatan dari surga selalu memenuhi hati semua yang ditinggalkan, serta spirit Brandon terus kita jaga dan pelihara di sini."


     Mereka bertiga sangat terharu. Siapa lagi kalau bukan Don, Sarron dan Farah. 


     Seluruh pelayan keluarga dari semua rumah juga ikut bergabung dan menyatu dalam kesedihan dan kemuraman malam ini.


     Akhirnya tibalah giliran pihak keluarga. Dimulai dari Farah.


     Putri resmi Brandon ini naik ke atas mimbar. Dengan mata yang masih sembap, namun dirinya sudah siap menyampaikan kalimat-kalimatnya. "Pada saat inilah, aku justru lebih membutuhkan ibuku...," diawalinya dengan curhatan pribadi, "mohon maafkan aku, kakak-kakakku serta kalian semua."


     Gumaman suara simpati serta empati menggema memenuhi seluruh ruangan.


     Setelah menarik dan menghembuskan napas satu kali, dia melanjutkan, "Terima kasih atas atensi kalian semua. Kami—aku dan kedua kakakku—sama sekali tidak menyangka perhatian yang begitu besar ini terhadap peristiwa mengerikan yang menimpa ayah kami kemarin. Konfirmasi mengenai kasusnya, kakakku yang bernama Sarron akan menyampaikannya nanti."


     "Ayah," Farah lalu menekankan kata ini dalam penghayatan yang teramat mendalam, "Ayahlah satu-satunya sosok dalam keluarga yang paling kucintai selama tahun-tahun kepergian ibu kami."


     "Beliau sangat memperhatikan ketiga anaknya, tanpa adanya keberpihakan terhadap salah satu di antara kami. Pahlawan keluarga yang teramat berarti bagi kami. Aku dan kedua kakakku rasanya tidak dapat melanjutkan hidup tanpa dirinya," ucapnya dengan kepiluan mendalam.


     Usai mengucapkan semua itu, dia terdiam cukup lama. Tampaknya tidak mampu lagi memberikan kesan pesan tentang ayahnya di atas mimbar.


     Don dan Sarron maju—naik ke atas mimbar. Mereka berdiri mengapit dirinya, dengan masing-masing tangan mengelus pundak dan punggung sang adik tercinta.


     Lalu, keduanya memajukan kepala mendekati telinga Farah—sama-sama berusaha menyarankan untuk turun saja, jika memang tidak dapat meneruskan.


     Farah mengangguk, sehingga dia mengundurkan diri, setelah menutup penampilannya, "Sekali lagi, terima kasih atas... perhatian yang begitu besar ini. Cuma itu yang bisa kusampaikan malam ini. Maafkan aku."


     Respon simpati dengan cepat mengalir dari semua yang hadir dalam berbagai bentuk. Juga dari penjuru dunia—mereka yang menonton melalui gawai, langsung menekan tombol like pada aplikasi yang digunakan.


     Don mundur dari mimbar, sekaligus mengantarkan adik perempuannya kembali ke posisi mereka. Maka, kini giliran Sarron yang mendapat kesempatan untuk membicarakan seputar ayahnya.


     Wajahnya masih diliputi awan tebal, meski kesedihannya tidaklah seekspresif Farah. Dalam hatinya, rasa duka bercampur dengan kekesalan dan kemarahan. Membaca kisah satu hariannya dalam The Cherlones Mysteries, hal ini tentulah wajar.


     "Kasus pembunuhan ayah kami telah ditangani pihak berwajib yang profesional—," ujarnya membuka penampilan dirinya—bernada tidak senang sekaligus merasa dendam dengan keadaan yang telah terjadi, "—pihak SARBI, karena Ayah ditemukan di rumah yang di Area India, oleh agen senior Leonard Logan beserta timnya."


     "Tentu di sini pada saat ini, aku tidak punya hak dan wewenang untuk membicarakan apa-apa saja tentang kasus—para tersangka, perkembangan terkini, dan lainnya. Biarlah nanti mereka yang akan menjelaskan lewat konferensi pers SARBI," lanjutnya dengan ekspresi penuh informasi.


     "Aku berdiri di sini juga sebagai sosok seorang pengacara. Pengacara yang menegakkan keadilan dan kebenaran.


     "Memang, ayah kami mungkin tidak sepenuhnya benar, dan juga pastinya tidak sepenuhnya salah besar. Selama masih ada kemanusiaan di antara kita, berarti masih terdapat aksi pengampunan. Kita telah hidup dalam peradaban perdamaian. Tapi nyatanya, ayah kami menjadi korban kebiadaban.


     "Apakah menurut kalian, ayah kami pantas berakhir seperti ini?" Sarron mengungkapkan ironi kepahitan yang mereka alami di balik kekayaan dan kepopuleran keluarga dengan setinggi-tingginya. 


     Rasa sesak, kepahitan, ketidakberdayaan dengan dilapisi kemarahan terpendam menjangkiti semua hati dan pikiran yang mencerna rangkaian kalimat itu.


     "Sebagai anak tertua, bukankah kalimat-kalimatku harus lebih bagus dan berkualitas dari mereka berdua?" Don membuka penampilan dirinya dengan mencoba membawa suasana santai dan agak menyenangkan.


     Spontan siapa pun yang menyaksikannya tentu setidaknya akan tersenyum. Suasana duka nan mengharukan yang dibawa Farah, dan kepahitan teramat menyakitkan yang dibawa Sarron, langsung mencair dalam sekejap.


     "Baiklah," setelah menghembuskan nafas sejenak, dia meneruskan, "Tadi sebenarnya sudah kutulis konsep omonganku di sebuah kertas, tapi saku celanaku sungguh tidak bersahabat," sambil memperlihatkan yang dimaksudkannya.


     Kembali suasana mencair dengan tawa semua yang hadir.


     Setelah berpuas diri menyenangkan suasana hati semuanya, dia mulai berbicara dengan ekspresi yang serius


     "Seperti mereka, aku juga kehilangan ayahku," katanya kalem, tenang, namun sungguh mendalam dan menghanyutkan.


     "Ayah sangat berarti bagiku. Aku tidak dapat mengungkapkannya satu demi satu. Kalian yang berada di The Cherlones telah menjadi saksi hidup hubungan kami berdua sebagai ayah-anak dan sekaligus dua orang laki-laki dewasa. Memang—seperti ucapan Agen Logan—diriku ini berpotensi melakukan pembunuhan terhadap dirinya, tapi tidak—aku sungguh tidak melakukannya."


     Kemudian, Don berbicara banyak hal lain lagi. Omongannya yang paling banyak daripada Sarron dan Farah. Dan seperti kedua adiknya, dia menutup penampilan dirinya dengan serangkaian ucapan terima kasih.


     Semua yang menyaksikan akan kagum sekaligus terharu pada sifat Don, yang di tengah-tengah penampilan dirinya, dengan tenang—hampir tanpa ekspresi yang terguncang—mampu mengatakan, "Aku sangat merindukan Ayah. Bagi diriku, beliau tidak akan pernah meninggal, namun akan tetap senantiasa hidup dan menyertaiku hingga akhir."


     Berkat ucapan seorang Don Cherlone itulah, jiwa dan spirit Brandon kembali hadir dalam hati semua orang. Meski jenazahnya telah berada dalam sebuah peti besar. Peti itu kini bergerak ke alam kehancuran dalam nyala kemerahan energi keabadian.


Selamat jalan, Brandon Cherlone...
Jangan pernah matamu melihat kembali ke belakangke kehidupan duniamu, dan ke masa lalumu. Biarkanlah dirimu beristirahat dengan tenang di alam sana
Semua anak-anakmu telah merelakan kepergianmu.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • AstardiSkai

    @yurriansan saya luruskan ya.. judul sebelumnya, The Cherlones Mysteries. Kalo seri, saya baru masukin Duo Future Detective Series yang cerita pertamanya ya dwilogi The Cherlone Mysteries dan The More Cherlone Mysteries ini.
    Oh ya, kalo mao nulis cermis ya harus baca jenis cerita ini terlebih dulu. Dwilogi ini lahir setelah saya getol baca serinya Sherlock Holmes dan punya si ratu cermis Agatha Christie

    Comment on chapter #3 part 2
  • AstardiSkai

    @yurriansan oke, terima kasih ya udah mau mampir dan juga kasih komentar positifnya di sini

    Comment on chapter #3 part 2
  • yurriansan

    kalau berkenan, mampir juga ya keceritaku. tapi, nggak "semenantang" ceritamu. :)

    Comment on chapter #1 part 1
  • yurriansan

    aku belum baca seri sebelumnya, tapi udah tergoda sama yg ini. yah, meskipun aku hobi nnton drama detektif atau versi film, aku sulit untuk menuliskan cerita misteri. apalagi yang konfkiknya rumit begini. salut buat author :D

    Comment on chapter #1 part 1
Similar Tags
Rêver
7219      1965     1     
Fan Fiction
You're invited to: Maison de rve Maison de rve Rumah mimpi. Semua orang punya impian, tetapi tidak semua orang berusaha untuk menggapainya. Di sini, adalah tempat yang berisi orang-orang yang punya banyak mimpi. Yang tidak hanya berangan tanpa bergerak. Di sini, kamu boleh menangis, kamu boleh terjatuh, tapi kamu tidak boleh diam. Karena diam berarti kalah. Kalah karena sudah melepas mi...
Dramatisasi Kata Kembali
710      370     0     
Short Story
Alvin menemukan dirinya masuk dalam sebuah permainan penuh pertanyaan. Seorang wanita yang tak pernah ia kenal menemuinya di sebuah pagi dingin yang menjemukan. \"Ada dalang di balik permainan ini,\" pikirnya.
HAMPA
416      288     1     
Short Story
Terkadang, cinta bisa membuat seseorang menjadi sekejam itu...
TWINS STORY
1286      694     1     
Romance
Di sebuah mansion yang sangat mewah tinggallah 2 orang perempuan.Mereka kembar tapi kayak nggak kembar Kakaknya fenimim,girly,cewek kue banget sedangkan adiknya tomboynya pake banget.Sangat berbeda bukan? Mereka adalah si kembar dari keluarga terkaya nomor 2 di kota Jakarta yaitu Raina dan Raina. Ini adalah kisah mereka berdua.Kisah tentang perjalanan hidup yang penuh tantangan kisah tentang ci...
Tic Tac Toe
418      336     2     
Mystery
"Wo do you want to die today?" Kikan hanya seorang gadis biasa yang tidak punya selera humor, tetapi bagi teman-temannya, dia menyenangkan. Menyenangkan untuk dimainkan. Berulang kali Kikan mencoba bunuh diri karena tidak tahan dengan perundungannya. Akan tetapi, pikirannya berubah ketika menemukan sebuah aplikasi game Tic Tac Toe (SOS) di smartphone-nya. Tak disangka, ternyata aplikasi itu b...
IDENTITAS
704      480     3     
Short Story
Sosoknya sangat kuat, positif dan merupakan tipeku. Tapi, aku tak bisa membiarkannya masuk dan mengambilku. Aku masih tidak rela menjangkaunya dan membiarkan dirinya mengendalikanku.
Thieves Sister
16216      2909     7     
Action
Remaja kembar yang bisa mencuri benda-benda bersejarah milik dunia dan membalas dendamkan kematian kakaknya. Apa yang terjadi selanjutnya?
An Angel of Death
369      239     1     
Short Story
Apa kau pernah merasa terjebak dalam mimpi? Aku pernah. Dan jika kau membaca ini, itu artinya kau ikut terjebak bersamaku.
Late Night Butterfly
33      30     0     
Mystery
Maka sejenak, keinginan sederhana Rebecca Hahnemann adalah untuk membebaskan jiwa Amigdala yang membisu di sebuah belenggu bernama Violetis, acap kali ia memanjatkan harap agar dunia bisa kembali sama meski ia tahu itu tidak akan serupa. "Pulanglah dengan tenang bersama semua harapanmu yang pupus itu, Amigdala..." ucapnya singkat, lalu meletupkan permen karet saat langkah kakinya kian menjauh....
Operasi ARAK
344      247     0     
Short Story
Berlatar di zaman orde baru, ini adalah kisah Jaka dan teman-temannya yang mencoba mengungkap misteri bunker dan tragedi jum'at kelabu. Apakah mereka berhasil memecahkan misteri itu?