CAN BE PRETTY
Termasuk Sandro tahu bahwa selain dimiliki orang tuanya, Yorkshire punya Rivey Phinore yang terbaik. Yang biasa Sandro katakan tentang gadis Phinore termasuk ungkapan bucin seperti para pria Yorkshire lain -yang berani meninggalkan, bahkan selingkuh hati di belakang kekasihnya- sebab seorang bungsu Phinore yang menggilakan mereka. Siapa kira kalau Rivey Phinore, gadis tercantik dan terseksi kebanggaan alam dan metropolis setomboi itu dari penampilannya, meski feminisme masih murni pada rambut red-wine layer panjangnya. Outfit maskulin apa pun yang dia kenakan, tidak akan membuat dia setomboi karakter mentalnya.
Lelucon yang sering Sandro dengar darinya belum cukup basi, meski pada cemilan kuping gajah di jawa. Bodoh kalau ada yang menganggap ‘aku murni laki-laki’ yang Rivey ucapkan sungguhan, meski diyakinkan dengan ekspresi ketegasan sebagai caranya berharap tidak seorang laki-laki pun menaklukan ke-single-annya saat ini, selain soal ketomboiannya.
Pagi Phinore bungsu, masih di pertengahan musim salju UK, outlet Montio di Yorkshire tidak harus sepanas hot krim dagangannya yang kesukaan Rivey.
Untuk tidak benar-benar panas, sebenarnya hangat dan menghangatkan, satu pound sterling untuk satu cup akan Rivey hargai tanpa kembalian. Rivey juga tahu kalau di musim panas, dagangan outlet Montio berganti es krim. Tapi ada masalah selain uang satu pound sterling Rivey, saat Sandro mengejutkan dari sebelah kanannya.
“Tanpa kembalian, satu cup lagi untukku!”
Yang diterima penjual di outlet Montio itu dua pound sterling uang dari Sandro, dasar penraktir tiba-tiba yang mengesalkan Rivey seketika!
“Oh, kamu lagi!? Jangan mengharap apa pun dariku!” kesal Rivey.
“Tentu bukan. Kau sangat cantik hari ini. Apa setiap hari menjadi cantik tidak membuatmu bosan?"
“Kamu pikir, kamu pintar menggombal? Sifatmu selalu membuatku kesal! Dan satu hal, aku laki-laki!” Rivey jadi memberi uangnya ke penjual, “Pak, untuknya satu cup lagi,” lalu bergegas menjauhi outlet dan Sandro.
“Berikan untuknya besok, kalau kau tidak lupa!” kata Sandro ke penjual sambil tidak membiarkan Rivey memberi waktu penjual membuatkan satu cup lagi. Lalu Sandro mengimbangi langkah enyah Rivey yang terburu-buru, tapi menjadi terhenti saat satu hal menahan jejak sepatu kanannya. Sepertinya hal itu tidak membuat banyak waktu berarti yang mengalihkan perhatiannya dari memedulikan Rivey yang masih dia kejar.
“Aku tidak pergi jalan-jalan, aku tidak mau terlambat bekerja, aku punya deadline!” tegas Rivey.
“Aku temani sampai…”
“No! Aku tidak pernah pikun.”
“Aku juga tidak menganggapmu begitu.”
“Apa aku harus menendangmu dulu?”
Rivey punya noda salju pada sol sepatunya, dia buktikan ke sebatas betis celana Sandro dengan kasar. Lalu satu cup hot krim tercampakkan ke jaket musim dingin Sandro yang dibuat mengerti arti penolakannya. Sandro menyerah, raut sebelumnya yang semangat kini berganti tersinggung, kecewa, bersalah -bercampur. Membiarkan Rivey yang memperkuat sikap kelakiannya meredam amarah, mungkin sampai di restoran yang biasanya di sana dia bekerja. Satu dari beberapa set entri duduk yang dipesan muat untuk delapan orang, tapi tampaknya ada satu set untuk untuk Rivey sendiri.
Tidak lagi kedongkolannya terlihat, dunia freelance dalam laptopnya, Rivey punya beberapa konten seperti, jurnal, periklanan, artikel, ulasan, resensi, juga beberapa desain sampul novel dan rancangan busana. Mungkin beberapa hal itu memang bagian dari keunggulannya di Yorkshire. Sekitar dua jam waktu dia pakai di entri VIP kekuasaannya. Lalu seseorang yang dia kira pramusaji ternyata bukan, duduk di wilayah kekuasaannya.
“Jangan membuatku capek komplain ke resepsionis setelahmu, meski pun kau menyewa dariku! Tidak kau baca ini!?” sambil Rivey menunjukkan VIP-pod, “Dan kau sedang mengganggu orang bekerja!” lalu mengecap sambil geleng kepala, “Orang macam apa kau ini!?” heran.
“Oh, maaf!”
“Biar dua security langsung mempermalukanmu! Mereka membaca pikiranku dari tombol ini,” yang Rivey maksud tombol pemanggil security di salah satu kaki meja kaca.
“Tidak perlu! Baiklah aku segera pergi! Sebenarnya kau memang perlu sesuatu dariku, tapi baiklah kau akan mengingatnya nanti. Maaf, aku lancang masuk ke kantormu!” Sandro beranjak, “Aku akan pergi!”
“Hmh! Aku terlalu panas di pagi yang dingin,” gumam Rivey sebelum satu seduhan espresso yang dia ingat lagi suhu dan rasanya.
Lalu seorang perempuan seusia masuk kantornya seperti Sandro.
“Tidak mau mengusirku?” sambil senyum meledek Rivey.
“Untung di jam istirahat, kau beruntung!” balas Rivey.
“Hmhm, gimana kabarmu, Rivey? Kau semakin lebih cantik dariku!”
“Sudah kubilang dari kemarin, Luna jangan memanggilku cantik, manis atau semacamnya!”
“Oh ya, aku kira kau lupa. Mungkin kau perlu berdandan jelek."
“Hng? Eh, kau memberiku ide! Oh tapi, aku tidak nyaman untuk itu.”
“Lelaki Yorkshire mengejarmu, kau bilang juga tidak nyaman.”
“Tapi idemu boleh juga, aku bicarakan nanti dengan kakakku.”
Pada siang yang masih panjang untuk pekerja kantoran, itulah juga termasuk keunggulan Rivey bisa balik ke rumah saat tengah siang tanpa menunggu mentari saat sore. Gawie Phinore, untuk seorang kakak perempuan di rumah, hanya televisi yang paling berisik.
“Rivey! Masih tengah siang kau pulang, siapa yang mengantarmu?”
“Jangan bercanda, Kak! Apa selalu sekencang ini kalau kau menonton tivi?”
“Kau hanya sedang bete, aku lihat dari wajahmu. Mungkin kau harus membuat Sandro menyerah untuk selamanya.”
“Hampir.”
Lalu seorang tamu belum terlihat berisyarat dengan bel yang keduanya dengar dari dalam.
“Aku harus makan siang,” kata Rivey, lalu enyah.
“Pintar kau, aku penerima tamunya.”
Di depan, tamu hanya seorang.
“Sandro!?” Gawie kenal.
“Hai, Gawie! Aku ada perlu dengan adik perempuanmu.”
“Entahlah, tidak biasa kalau tengah siang dia balik.”
“Jangan bohong! Aku mengikutinya.”
“Oh, ya mau apa?”
“Biarkan aku menemuinya!”
“Dia sedang makan siang.”
“Aku tunggu.”
“Dia biasa tidur setelah makan siang.”
“Ya, aku tunggu.”
“Maaf, San! Sepertinya dia sedang tidak ingin kau temui.”
“Ya, aku paham. Aku akan lakukan seperti yang dia mau, aku akan menjauh darinya tapi, ada hal yang harus kutahu sebelumnya. Mungkin darimu.”
“Kenapa aku harus terlibat?”
“Mungkin dia belum ingat satu hal. Baiklah, aku kemari untuk menemuimu saja."
Daripada memperhatikan saksama ketiga foto besar anggota Keluarga Phinore yang lain di dinding, perhatian Sandro lebih kepada anggota keempat yang termuda, laki-laki yang lebih muda dibanding Sandro yang sekarang. Foto anggota keluarga yang cukup detil karena bar bawah berisi caption nama, tanggal lahir dan usia waktu foto saat itu. Fokus utama Sandro caption Phinore termuda, Rivey Phinore, 08 March 1995, 17 tahun.
“Kau lihat, dia cukup keren dan tampan untuk ukuran laki-laki seusianya. Tapi yang kau lihat darinya sekarang, semenjak dari tahun yang sama setelah dia punya foto ini. Apa yang kau dapat, Sandro?”
Selain karena pertanyaan Gawie, Sandro mulai mengerti juga semakin tidak mengerti.
“Oh! Sshhh…, tapi dia, bagaimana dia menjadi terlalu sempurna!?” cengang Sandro seperti perlu dikasihani sebuah jawaban kebenaran.
“Terlalu cantik, terlalu seksi, terlalu manis dan terlalu sensual dalam rupa perempuan,” tambah Gawie.
“Aku kira dia bercanda meski tidak basi di cemilan kuping gajah, apa yang terjadi dengannya!?”
“Dokter Lewson masih menangani kasusnya sampai sekarang, dia juga belum bisa memastikan penyebabnya. Tapi satu fakta yang tidak lagi diragukan. Kau kira dia tomboi, tapi rambutnya?”
“Terlalu feminim untuk seorang tomboi.”
“Ya, rambutnya adalah masalahnya, itu yang dikatakan Dokter Lewson. Entah apa yang pernah dia makan, atau dia minum, atau yang pernah dia pakai untuk keramas. Awal yang tidak tersadari, mungkin menjelang usia delapan belas, rambutnya mulai berbeda. Hingga usia dua puluh, Dokter Lewson meyakinkan kami, semakin dipotong rambutnya semakin dominan hormon estrogennya. Jadi semenjak Dokter Lewson mengatakan itu, adikku tidak lagi memendekkan rambutnya kecuali sedikit. Ujung rambutnya tidak lebih tinggi dari sebatas siku, kalau tidak ingin semakin seksi tubuhnya.”
“Jadi dia memang perempuan sekarang?”
“Dia tetap adik laki-lakiku. Meski tubuhnya perempuan, secara biologis dia tidak kehilangan organ gender vitalnya, juga tidak punya rahim. Dan dia tidak kehilangan jiwa laki-lakinya.”
Sandro sepertinya perlu berhenti berpikir soal cemilan kuping gajah, karena saat ini tentang kupingnya sendiri.
“Baiklah, aku bisa penuhi permintaannya mulai dari sekarang. Aku kemari karena ingin mengembalikan dompetnya yang jatuh di depan outlet Montio. Karena dompet ini, kau harus jelaskan tentang dia padaku barusan,” yang Sandro maksud identitas pada kartu kependudukan Rivey dengan perawakan pada foto dan status gender laki-laki, persis dengan foto besar di dinding. Dia berikan ke Gawie.
Tapi di kamarnya sendiri, Rivey merintih tak karuan di kasur, berpaling ke kanan ke kiri. Selain perutnya, dia periksa juga ke dalam celana jersey pendeknya. Dari apa yang jari dan telapak tangannya rasakan, juga yang dia lihat apa yang tangannya itu dapatkan, Rivey terguncang! Khawatir dan terlihat takut saat melihat apa yang tangan kirinya dapat. Tertatih upaya Rivey keluar kamar, di dorong intuisinya mencari Gawie di ruang tengah -yang dia lihat bersama seseorang hanya tampak memunggungi pandangnya.
“Kakak!” dari ambang pintu kamar Rivey merintih.
Gawie dan Sandro lihat setelah ke wajah bidadari Rivey, menjadi lebih fokus ke tangan kiri yang membawa warna merah seperti cairan agak kental selain yang turun dari paha ke betis, lalu ke sebatas telapak kaki hingga ke lantai.
DA_Prantoko
Batam, 26 Juli 2019
Note:
Yorkshire: sebuah kota di UK
Red-Wine: semerah dan segelap anggur wine
Outfit: set pakaian
Outlet: semacam gerai, counter atau stand untuk berjualan
£ (pound sterling): mata uang UK, sekitar /Rp. 17.000,-
Estrogen: hormon kewanitaan
Cerita yang tidak terduga dan membuatku sedih. 😢