“Tanda tangan para pengurus OSIS yang sudah kalian kumpulkan, nanti akan dikumpulkan setelah istirahat! Kalian yang merasa tanda tangannya masih kurang, masih diberi kesempatan saat istirahat ini. Sekarang kalian boleh istirahat, tiga puluh menit lagi saya harap kalian sudah kembali berkumpul di lapangan” ucap salah satu pengurus OSIS yang bertepatan membimbing murid kelas sepuluh satu itu.
“Duh, punya lo udah kekumpul berapa Kir?” tanya salah satu siswa bernametag Amanda itu.
“Baru dua puluh delapan astaga” balas siswi lainnya bernametag Kirana yang berdiri tepat di sampingnya.
“Punya gue masih dua puluh lima, dan target minimal tiga puluh. Gimana cara dapetinnya coba, mana dapetin tanda tangannya nggak segampang beli gorengan di kantin juga” gumam Amanda pelan.
“Udah ah gausah ngedumel mulu, mending kita cari tuh tanda tangan sisanya” ucap Kirana yang langsung menarik tangan Amanda sebelum ada penolakan.
.
“Gila gila, capek abis dah. Ngumpulin tanda tangan OSIS serasa minta tanda tangan artis” gumam Amanda kesal dan Kirana terkekeh pelan tanda ia menyetujui pendapat sahabatnya itu.
“Liat punya lo dong” ucap Kirana yang langsung saja menarik buku tugas yang berada di tangan Amanda dan tentunya langsung mendapat cibiran dari gadis yang memiliki tinggi sekitar seratus lima puluh senti-an itu.
“Lah lo kok nggak dapet tanda tangannya kak Evan?” tanya Kirana keheranan. Pasalnya sedari tadi mereka meminta tanda tangan bersama semenjak bel istirahat dibunyikan.
“Kak Evan? Kak Evan itu yang mana lagi?” tanya Amanda yang juga ikut bingung.
“Kakak OSIS yang lumayan jarang keliatan, tapi gue minta tanda tangannya langsung dikasih kok. Orangnya ramah juga” sahut Kirana yang kembali menutup buku tugas milik sahabatnya itu.
“Mana gue tau Kir, namanya juga jarang kelihatan” protes Amanda yang membuat Kirana menepuk jidatnya pelan.
“Lah, dia kan yang mimpin baris berbaris pas pramuka kemaren. Ntar dah gue tunjukkin kalau keliatan orangnya.” Putus Kirana akhirnya. Sebelum kemudian berjalan beriringan bersama Amanda menuju ke arah lapangan sesuai dengan intruksi yang telah diberikan oleh pengurus osis sebelumnya.
“Habis ini ada acara apaan lagi sih?” tanya Amanda langsung sesampainya mereka di lapangan sekolah. Mungkin nasib baik ada di pihak mereka saat lapangan sekolah masih termasuk dalam golongan semi indoor. Bahkan mereka sendiri tidak dapat membayangkan bagaimana jika lapangan yang mereka gunakan selama MOS itu merupakan lapangan outdoor.
“Palingan juga habis buku ini dikumpulin beberapa pengurus OSISnya bakal sibuk ngehitung nilai kita buat dinyatakan lulus atau enggak. Terus nggak berapa lama kemudian juga udah acara penutupan” jelas Kirana kemudian kembali terfokus pada ketua OSIS sekolah mereka yang telah mengambil alih di sudut lapangan.
.
“Lo ngapain dah senyum senyum sendiri?” tanya Amanda yang merasa aneh dengan Kirana yang sedari tadi hanya tersenyum sembari memandangi layar ponselnya.
“Eh-e-enggak kok, siapa juga yang senyum senyum sendiri” elak Kirana yang langsung saja mendapat cibiran dari Amanda.
“Lo tuh kalau nggak pinter bohong nggak usah bohong, udah balik ke kelas yuk. Udah selesai nih gue makannya” ajak Amanda pada Kirana yang memang menemaninya untuk mengisi perut di kantin.
“Yaudah deh, yuk” balas Kirana sembari mematikan layar ponselnya.
“Eh Nda, gue mau cerita nih” ucap Kirana tiba tiba saat mereka berjalan untuk kembali ke kelas.
“Cerita apaan?” tanya Amanda yang sedikit menoleh kearah gadis yang tingginya berada di beberapa senti meter di atasnya.
“Gue pengen cerita nih, tapi gue malu astaga” jawab Kirana sembari membuang wajahnya ke arah lain.
“Udah lah, lo tuh kayak cerita ke siapa aja sih. Gue sahabat lo, nggak perlu jaim jaiman di depan gue” sahut Amanda yakin, dan Kirana pun kembali menolehkan kepalanya ke arah Amanda.
“Janji ya? Lo jangan hina gue sedikit pun” ucap Kirana penuh dengan keseriusan sembari mengarahkan jari kelingkingnya di hadapan Amanda yang langsung mendapatkan sambutan baik.
“Gue nggak mau berharap Nda, gue merasa ke Gran aja gitu sama orang itu. Makanya gue malu banget ceritanya” jelas Kirana singkat dan lagi lagi memalingkan wajahnya ke arah lain.
“Ck, lo kalau cerita yang jelas dikit kenapa sih. Kalau lo ceritanya kayak gitu gimana gue bisa paham” protes Amanda dan Kirana pun menggaruk tengkuknya yang diyakini tidak gatal itu.
“Jadi gue tuh akhir akhir ini sering ngechat sama cowok, nah dia tuh kalau ngomong agak agak nggak jelas. Gue bingung antara dia itu cuma sekedar curhat atau dia ngode ke gue astagaaa.. gue nggak mau berharap sampai gue tau pastinya kayak gimana Nda” ucap Kirana yang terdengar lesu di akhir kalimatnya.
“Lo mendingan jangan berharap dulu deh sama seorang cowok Kir, sekarang tuh banyak bangettt cowok yang Cuma bisa ngomong di mulut doang. Ya.. nggak semua cowok juga sih, tapi gue saranin lo jangan jatuh terlalu dalam dulu sama dia” nasihat Amanda yang dibalas dengan anggukan singkat oleh Kirana.
2 hari kemudian
“Eh Kir, muka lo kenapa lesu kayak gitu sih? Udah jelek, makin nggak enak dipandang aja” ucap amanda yang tentunya sebagian besar hanya berupa gurauan.
“Untung gue belum berharap ya Nda” ucap Kirana lesu yang membuat Amanda menyengit bingung, namun tidak beberapa lama kemudian menyadari kemana arah perbincangan mereka.
“Emangnya.. dia ngechat apaan sama lo?” tanya Amanda sembari merangkul pundak sahabatnya itu.
“Ternyata memang selama ini cuma gue aja yang e Gran, dan sekarang semua udah jelas” ucap Kirana sembari menerawang jauh.
“Kir, kalau cerita jangan nanggung nanggung deh. Otak gue nggak nyampe sana buat nangkep maksud lo” protes Amanda.
“Ternyata seseorang yang dia sebut gebetannya selama beberapa hari belakangan ini sudah bener bener terungkap kalau itu bukan gue” jelasnya dan Amanda dapat menangkap dengan jelas kesenduhan yang terdapat pada perkataan Kirana.
“Memangnya selama ini cowok yang lo chat itu siapa sih Kir?”
“Kak Evan” mendengar jawaban Kirana, Amanda sempat terkejut sebelun kembali menetralkan raut wajahnya.
“Kir, ada saat dimana kita harus belajar, dan ada saat dimana kita harus mulai menerima keadaan” nasihat Amanda bijak.
“Hah? Maksudnya?” tanya Kirana yang tidak paham akan apa yang Amanda bicarakan.
“Lo tau kata pepatah, pengalaman adalah guru yang terbaik?” tanya Amanda yang dibalas dengan anggukan pelan oleh Kirana.
“Mungkin kali ini Tuhan belum berkehendak buat mempersatukan lo sama dia, mungkin Tuhan masih ingin menjadikan ini semua buat sekedar pelajaran buat lo buat menghadapi cowok cowok lain yang masih banyak macam, ragam, dan bentuknya di dunia. Dan maka dati itu, lo harus tetep nerimanya itu semua karena semua jalannya sudah ditentukan dan dikatdirkan buat lo” ucap Amanda panjang lebar.
“Sejak kapan lo puitis gini Nda?” tanya diselingi dengan sedikut kekehan yang muncul dari mulutnya.
“Ck, lo ngerusak suasana aja sih Kir. Udah ah, yang penting lo harus tau satu hal. Hidup itu indah, tapi ada hal yang nggak kalah indah dari hanya sekedar sebuah kehidupan. Dan hal itu disebut dengan cinta. Dan cinta itu memang indah, tapi cinta juga bisa berakhir buruk dan jauh terasa suram daripada indah”