Read More >>"> Mawar Milik Siska
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Mawar Milik Siska
MENU
About Us  

Jalanan sesak, asap kendaraan dan polusi pada pagi hari adalah hal biasa di kota ini. Aku memeluk tasku erat-erat. Kulirik di sebelah kananku. Seorang wanita, dilihat dari wajahnya mungkin usianya sekitar 20-an, sepertinya sih karyawan toko. Parfumnya menyengat, seperti campuran mawar, jeruk dan stroberi. Baru kali ini aku mencium wangi parfum seperti itu. Seorang bapak yang duduk di depanku mengambil pemantik, dengan cueknya mulai menyalakan rokok yang sudah bertengger di ujung mulutnya. Asap rokok menari-nari di depan wajahku membuatku sesak napas.

“Kiri pak!”

Aku segera turun lalu berjalan menuju gerbang kampus. Kampus masih sepi, hanya terlihat sekitar dua tiga orang sepanjang koridor.

“Luna!” aku menoleh ke sumber suara. Siska. Siska berlari dan langsung memelukku. Hampir saja aku terjungkal karena begitu kerasnya dia menubrukku.

“Luna, aku... aku..” serunya dengan terbata-bata. Aku mengelus bahunya untuk menenangkan Siska. Siska menangis dengan isak hebohnya. Apa yang membuatnya menangis? Kenapa dia muncul dengan mata bengkak setelah beberapa hari lenyap? 

“Luna...” dan dengan suara sengau Siska mulai bercerita.

***

Hari itu Siska pulang pukul 9 malam ke kosannya. Dia melirik kalender yang berkibar tertiup angin malam karena jendela yang terbuka. Kamis, 15 Januari.

“Angin malam jumat begini bikin merinding,” Siska melemparkan tasnya ke kasur. Dia membuka laptop untuk menyelesaikan makalah yang belum selesai setelah sebelumnya ke kamar mandi untuk maskeran. Ia sempatkan membuka media sosialnya agar tidak suntuk. Siska membuka facebooknya. Ada beberapa pesan, salah satunya dari aku yang mengajaknya jalan-jalan besok.

Mws lover
Happy valentine’s day, Siska!!!

“Hah? Apanya yang valentine? Masi Januari kali,” Siska kembali melirik kalendernya. Tak salah. Memang Januari. Orang aneh, pikir Siska. Mungkin penggemar, mungkin teman kampus yang ingin cari perhatian. Siska mulai mengetik kata-kata untuk membalas.

Siska rialya
Valentine masi bulan depan kali.

***

Tok! Tok!

“Dek, ada antar paket tuh. Buat kamu katanya!” 

“Apaan sih, Mbak? Masih pagi ini,” ujar Siska dengan sedikit dongkol. Mbak Novita hanya mengangkat bahu lalu melenggang pergi. Sambil menggerutu Siska menuju teras depan.

“Dari siapa sih, Mas?” Siska mengambil kado dan buku kecil yang disodorkan si Mas dengan sedikit kasar, lalu menandatanganinya.

“Ya kurang tau, Mbak. Saya kan nganterin aja, bukan kepoin pengirim.” ujar Mas itu. 

Siska membawa kado yang cukup besar itu. Ditaruhnya di pojok kamar, masih malas membukanya dan juga kesal karena gara-gara kado itu dia bangun sepagi ini. Tapi akhirnya penasaran juga akan isinya setelah diperhatikan. Kado itu dibungkus dengan kertas kado berwarna pink dan diikat dengan pita berwarna merah. Akhirnya Siska menyerah, dengan malas Siska membuka kado itu. Sebuket mawar merah dan pink. Dan bunga itu sangat wangi. Siska tersenyum lebar, siapakah gerangan yang mengirimnya? Aldokah? Siska menggelengkan kepala, tentu tidak mungkin, pacar ketiga Siska bulan ini itu sama sekali tidak romantis. Hampir luput dari pandangan Siska, ada secarik kertas kecil berwarna pink di sela mawar-mawar indah itu.

Happy valentine’s day!

Siska membeku. Tiba-tiba ia dilanda rasa takut. Tadi malam seseorang dengan nama akun mws lover juga mengatakan hal itu padanya. Siska berlari menuju ruang tamu tempat teman kosannya menonton tv.

“Sekarang tanggal berapa bulan apa?” teriak Siska membuat ia jadi pusat perhatian teman-temannya.

“16 Januari say, apaan sih nanya pake teriak-teriak?” jawab Noni. Yang lain memandang Siska dengan tatapan terganggu. Siska memang mengganggu acara nonton tv mereka. Adegannya lagi mesra ini!

“Siska baik kan?” ucap Noni sambil memperhatikan Siska yang terbirit-birit keluar kosan dengan bunga di tangan. Yang lain mengangkat bahu tidak peduli.

“Eh, kok bunganya dibuang, Sis? Kan sayang,” Mbak Emma yang sedang ngobrol dengan satpam kompleks di depan pagar terheran-heran begitu melihat Siska membuang bunga cantik ke tong sampah depan kosan.

“Mbak, masa aku mau nerima bunga dari orang yang gak aku kenal?” Siska balik bertanya dengan suara frustasi.

Mbak Emma memandang Siska bingung, "Ya apa salahnya? Bukannya kamu udah biasa dikasi kado sama orang asing? Biasanya kamu terima aja tuh,” Siska terdiam. Benar juga, hanya gara-gara orang sok misterius ini kok Siska jadi merasa diteror?

Dan Siska tenang setelah itu. Dia membenarkan ucapan Mbak Emma. Aku saja yang berlebihan, pikir Siska. Diapun ikutan nonton tv dengan yang lain.
Malamnya, dia iseng membuka facebook dan melihat profil mws lover, dia merasa orang itulah yang mengirimkan bunga padanya. Walaupun sudah menerka-nerka Siska tetap kaget.

mws lover mengubah foto profil 11 jam lalu, foto hamparan mawar merah dan pink. Kebetulankah? Siska merinding.

***

Aku dan Siska sedang mengobrol di sebuah cafe. Kami baru selesai kuliah dan sedang bernostalgia dengan masa indah SMA kami di Bandung dulu. Siska yang merupakan anak baru, pindahan dari Kalimantan sana dan tinggal di Bandung dengan tantenya, langsung jadi artis sekolah hanya dalam beberapa hari karena wajah cantiknya. Aku bertanya pada Siska, “Sis, album foto kita waktu SMA masih ada gak?”

Siska berhenti mengaduk jusnya. Matanya menatap ke langit-langit, tanda sedang berpikir, “Hmm, kayaknya masih ada. Kenapa?”

“Minjem dong!”

“Masih mau dicari ya, Lun.”

Sesampainya di kosan, Siska langsung membuka laci kecil dekat tempat tidurnya. Dia berniat mencari album foto yang ingin aku pinjam. Bukan album foto yang ia dapat malah sebuah kotak berwarna cokelat yang usang. Siska mengernyit heran, masa ada beginian di kamarku? Pikirnya. Siska membuka kotak itu, ingin tau isinya sebelum membuangnya ke tong sampah.

Sebuah foto. Dan setangkai mawar merah imitasi.

Jemari Siska bergetar melihat foto itu. Tak terasa air matanya mengalir. Itu foto dirinya enam tahun lalu, saat dia kelas tiga SMP. Terlihat Siska tersenyum bahagia sambil menggenggam setangkai mawar. Ada seseorang di sebelahnya dalam foto itu yang juga tersenyum bahagia. Dia masih buta saat itu.

“Astaga...”  pekiknya, bagaimana bisa dia melupakan kehidupan masa lalunya? Siska membalik foto itu.

15 Januari
Siska semangat ya! Aku doakan operasimu lancar, jangan lupakan aku ya!
Mahardian Werry.

Siska tidak bisa tidur malam itu. Foto itu masih dia genggam. Dia diselimuti perasaan bersalah. Kenapa dia selupa itu? Kehidupan dirinya dulu saat masih buta, hanya Ardi yang mau berteman dengannya, selalu ada untuknya, Ardi tau semua yang dia sukai. Lalu apa balasan Siska pada kebaikan Ardi?
Siska terlalu bahagia bisa melihat dunia saat itu. Betapa jahatnya dia.
Siska ingat! Mawar. Ardi sangat tau Siska suka mawar. Siska nyaris melompat dari kasur untuk mengambil laptop dan langsung membuka akun facebooknya. Dia curiga pada mws lover. Apa dia Ardi?

Siska rialya
Kamu Ardi kan?

Siska menunggu dengan gelisah. Kenapa tidak dibalas? Jelas-jelas mws lover sedang aktif. Siska bernafas dengan tidak sabar dan mengetik lagi,

Siska rialya
Plis bales!

Tak lama kemudian orang itu membalas,

Mws lover
Tanya aja langsung
.

Siska membeku. Tanya langsung?

Siska terbang ke kampung halamannya. Dia sudah minta izin. Bukan ke kampus atau ibu kos, dia hanya minta izin ke Luna. Saat Luna bertanya kenapa, dia berbohong. Rindu nenek. Tak apalah tabungannya habis untuk beli tiket pesawat. Yang terpenting adalah menemui Ardi dan meminta maaf. 

***

Tok! Tok!

Pintu terbuka dan muncul seorang pria tinggi berkacamata dengan wajah datar. Siska menebak pria ini adalah Mas Galih, Kakak Ardi, dilihat dari kemiripan wajahnya dengan foto Ardi.

“Cari siapa?”

“Cari Ardi.”

Dan raut muka Mas Galih sepenuhnya berubah.

“Temennya Ardi?” tanyanya setelah dia mempersilahkan Siska duduk dan mendiamkan Siska selama 10 menit. Wajahnya tetap datar walau tidak sedatar tadi. Mas Galih baru berbicara setelah seorang ibu membawa nampan berisi dua cangkir teh.

“Iya.”

“Ada perlu apa dengan Ardi?” Siska membenarkan duduknya. Gelisah.

“Saya... mau memberikan undangan pada Ardi.” Siska bingung pada dirinya. Kenapa harus berbohong? Jujur, dia terlalu takut untuk mengaku bahwa peribahasa kacang lupa kulitnya sangat cocok untuknya.

Keheningan menyelimuti mereka beberapa menit.

“Ardi sudah meninggal.” 

Siska berharap telinganya salah dengar.
“Maaf?”

Siska pulang dengan bahu terkulai. Dua bungkus tisu telah ia habiskan untuk membersihkan ingus dan air matanya. Siska berhenti. Matanya melirik pohon besar di samping kanan. Dia merasa ada yang mengikutinya. Namun Siska kembali berjalan setelahnya, tak peduli pada siapapun yang mungkin mengikutinya. Rasa bersalahnya tak rela bila dia memikirkan hal tak penting. Yang harus dipikirkan saat ini adalah Ardi.

Ardi meninggal. Bunuh diri. Kakinya lumpuh karena kecelakaan. Meninggal tanggal 15 Januari, beberapa hari yang lalu. Siska ingat kata-kata Mas Galih,
“Orang tua kami sudah meninggal dua tahun lalu. Jadi aku balik kesini buat ngurus Ardi yang lumpuh. Kecelakaan tanggal 2 Desember. Ngotot mau beli mawar, lagi hujan deras. Padahal sudah dilarang sama Bi Sum.”

Ardi kecelakaan tanggal 2 Desember, saat Siska sedang tertawa riang merayakan ulang tahunnya.

Siska langsung kembali ke Jakarta. Malas mengunjungi rumah neneknya yang lumayan dekat  dari rumah Ardi. 
Siska menatap jendela kamarnya dalam diam. Jendela kamarnya dia biarkan terbuka. Dia tak bisa tidur lagi. Dia membuka akun facebooknya.

Mws lover membuat status 1 hari yang lalu,
Dia ingat, aku senang. Mawar kesayanganku.

Siska kembali dijalari perasaan takut. Kenapa orang ini seakan tau apa yang sedang kualami?

Cklek!

“Sudah tidur?” terlihat kepala Yuni menyembul di pintu kamar Siska.

“Masuk aja, Yun!”

“Tadi ada cowok nitip ini, katanya buat kamu. Belum ditanya namanya eh orangnya udah pergi,” Yuni meletakkan barang bawaannya di depan Siska dan langsung berbalik pergi sambil bersenandung ria tanpa tau Siska sudah pucat pasi melihat benda itu.

Sebuket mawar hitam.

Bisa Siska baca tulisan di kertas kecil yang diselipkan antara bunga-bunga itu.
Selamat hari kasih sayang, Siska!

***

Key melangkah menuju sofa dengan laptop di tangannya. Sengaja dia buka jendela di depannya agar bisa leluasa memandang langit. Mendung dan dingin. Key tersenyum pahit, beribu pertanyaan masih tersimpan di hatinya, kenapa Ardi menyingkirkan nyawanya sendiri? Tak tahukah dia, bahwa hal itu semakin melukai Key?

Key memandang sebuah akun yang terpampang jelas di laptopnya. Tak pernah dia merasa sebenci ini pada orang yang tak dia kenal. Gadis spesial itu. Key berpikir mencari sebuah skenario untuk memberi tahu keberadaannya, dan menyadarkan gadis itu tentang betapa beruntungnya dia. Ya, inilah saatnya. Jemarinya nyaris menari di atas keyboard saat memorinya tentang Ardi kembali terbuka.

Semua berawal saat keluarganya harus pindah ke Kalimantan karena bisnis Ayahnya. Masih  Key ingat saat pertama kalinya dia melangkahkan kaki di sekolah itu. Menuju kelas XI A, suasana mendadak hening setelah guru menyuruhnya masuk. Seperti murid baru pada umumnya, mengenalkan diri, sedikit basa-basi lalu disuruh duduk. Key berjalan menuju bangku barunya.
Dia lirik teman sebangkunya. Seorang laki-laki yang sedang sibuk dengan bukunya tanpa memedulikan dia. Mungkin juga tak sadar ada penghuni baru di kelas itu.

“Hei,” sapa Key, membuat orang itu menoleh, memandang sebentar sosok Key yang sudah pasti terlihat asing baginya, kemudian membalas, “Hei.”

“Aku Keyna, panggil aja Key. kamu?”

“Ardi.”

Kesan pertama Key pada Ardi adalah, dia pendiam, tak banyak bicara, dan tampan. Dia juga suka membaca. Sudah hampir sebulan Key berteman dengannya, namun bisa dihitung dengan jari berapa kali Ardi bicara padanya. Selebihnya hanya anggukan, gelengan, atau tidak ada tanggapan saat Key berceloteh panjang lebar. Dan itulah yang Key suka dari Ardi. Ardi bisa tahan akan ocehan Key.

Key tersentak. Dia mengingat sesuatu. Jemarinya sedikit gemetar saat mengetik.

Happy valentine’s day...

Sejenak jemarinya menggantung di udara.

...Siska!

Siska, entah harus Key benci atau tidak.

Key menunggu jawaban dari gadis itu. Memang bukan tanggal 14 Februari, namun hari ini tetaplah hari kasih sayang untuk Ardi. Bukan hanya untuk Ardi, tapi juga untuknya.

Saat itu istirahat kedua. Ardi lenyap, bagkunya kosong. Akhirnya dia menemukan Ardi sedang membaca buku di taman belakang. Sangatlah mudah mencari makhluk satu itu. Dia sangat suka tempat yang tidak disukai orang lain. Seperti halnya taman yang terlantar itu, dan bangku kusam itu, adalah tempat favorit Ardi.

“Sibuk, nih?” Key menyapa seraya duduk di sampingnya.

Ardi menoleh, wajahnya terlihat cerah. Sepertinya ada sesuatu yang membuat dia bahagia. Lalu dia tersenyum, menampilkan dua lesung pipi yang sangat manis.

“Selamat hari kasih sayang.”
Key terpana. Darahnya berdesir dan Key rasakan jantungnya berdetak lebih kencang. Ardi kembali menekuni bukunya saat Key baru tersadar dari keterpanaannya. Teringat ucapan teman kelasnya bahwa senyuman Ardi adalah pemandangan langka.

“Ardi, sekarang tanggal 15 Januari, bukan 14 Februari, jadi kamu salah. Seharusnya kamu ngucapin itu bulan depan, bukan sekarang,” ujar Key.
Key menunggu respon dari Ardi. Hening. Memang Key tak pernah berharap ucapannya direspon Ardi.

“Hm.”

Key menyandarkan punggungnya. Sedetik mendebarkan, selebihnya ya tetap Ardi. Dia meniup anak rambut yang menempel di dahinya. Tak tau harus mengerjakan apa. Memandangi Ardi tentu akan dihadiahi tatapan tajam oleh si empu.

Key tersenyum mengingat hari itu.
Selamat hari kasih sayang...

Kalimat yang sangat berarti bagi Key. Walau setelahnya dia tau, siapa penerima kata istimewa itu. Siska. Tangannya mencengkeram pengangan kursi. Saking kerasnya sampai tangannya sendiri terasa sakit. Key sakit, benci, cemburu.

“Hilangkan perasaan itu! Hapus, Key!” Key menjambak rambut cepaknya, memukul kepala dan dadanya berharap pikiran dan rasa itu sepenuhnya hilang menjauhi dirinya. Key beranjak, mengambil air di meja riasnya. Dia merasa haus. Key melihat pantulan dirinya di cermin. Rambut cepaknya, cara berpakaiannya, terlihat mirip. Namun lagi-lagi Key merasa ada yang kurang. Apa yang masih membuatnya tak mirip Ardi?

Hampir semua orang berkata mereka mirip. Teman sekelas mereka, guru merekapun. Pernah Key mengikuti Ardi ke toko buku. Bola mata Ardi terlihat akan keluar karena mendelik berlebihan saat berusaha mengusir Key. Si pelaku hanya cengar-cengir tak berdosa. Dan akhirnya Ardi menyerah, membiarkan Key mengikutinya. Saat mereka pergi ke kasir untuk membayar buku yang dibeli Ardi, si Mas penjaga kasir melirik Ardi dan Key bergantian sebelum berkata,

“Kembar ya?”
Key hanya menyeringai kikuk tidak mengerti. Tidak mengerti dimana letak kemiripan mereka. Sedangkan Ardi tidak merespon, seolah si Mas tidak mengucapkan apa-apa.

Key kembali duduk di sofanya. Gadis itu sudah membalas,

Siska rialya
Valentine masi bulan depan kali.

Key tersenyum sinis. Dia mengambil kertas dan menulis,

Ardi, seandainya kamu tau, Siskamu sudah lenyap. Siska yang bisa melihat bukan lagi Siskamu.

Dilipatnya membentuk pesawat dan diterbangkannya ke luar jendela. Pesawat kertasnya terlihat terombang-ambing di antara hempasan angin malam yang menusuk. Dulu dia berharap pesawat kertas itu sampai ke Kalimantan, ke rumah Ardi. Namun sekarang, dia berharap pesawat itu akan sampai kepada Ardi. Entah dimana Ardi. 

***

“Mbak, saya beli yang ini ya, tolong bungkuskan!” 

“Ini, Mas, bunganya.”

Key bergegas, bunga mawar ini akan Siska terima pagi ini juga.
Key duduk diam sembari mengaduk jus jeruk dingin yang dibelinya, fokus mengamati aktivitas pagi di kos putri itu sembari menunggu tukang pos mengantar mawarnya untuk Siska. Warung ini adalah tempat strategis untuk mengamati kediaman Siska. Tak lama kemudian orang suruhannya beraksi. Ada seorang perempuan membukakan pintu dan menghilang tak lama kemudian. Setelahnya orang itu datang.

Siska.

Jantung Key berdetak kencang melihat gadis itu. Siska kembali ke dalam setelah menerima bunganya. Key menunggu, berharap Siska muncul kembali. Tak lama kemudian, terlihat Siska berlari menuju tempat sampah dan membuang bunga pemberiannya. Key berusaha tenang walau hatinya terbakar amarah. Apa bunganya kurang bagus? Pantaskah itu berakhir di tempat sampah?

Key langsung mengambil laptop dan membuka akun facebooknya begitu sampai di rumah. Key berniat bertanya pada Siska,

Mws lover
Mawarnya kenapa dibuang?

Key segera menghapusnya. Sama saja Key memberitahu bahwa dia yang memberi mawar itu. Key berpikir, apa yang harus dia perbuat agar Siska mengerti bahwa dia ada? Keputusan final, Key mengubah foto profilnya menjadi foto hamparan mawar merah dan pink. Seperti mawar yang tadi pagi Siska buang.

Lagi-lagi Key muak mengingat bagaimana Siska membuang—melempar—bunganya ke tempat sampah. Karena tak seharusnya Siska bersikap seperti itu. Tiga tahun Key mengamati Siska dan dia mengetahui hampir semua tentang Siska. Hidup yang Siska jalani hanya senang-senang, gonta-ganti pacar, dan pergi ke salon dengan sahabatnya yang bernama Luna. Beruntung, Siska kuliah di Jakarta. Kemudian Key tau bahwa gadis itu busuk, sungguh berbeda dengan cerita Ardi. Kepolosan gadis itu hanya terlihat pada wajahnya yang seakan tak mengenal arti sebuah dosa. Key mengambil secarik kertas dan menulis,

Aku rindu. Sudah tiga tahun kita tak bertemu, Ardi. Dan pertemuan terakhir kita tidak begitu baik. Apa kamu melihat apa yang kulakukan? Apa kamu akan marah padaku jika kamu di sini? Apa kamu masih akan membela dia walau kamu tau seburuk apa dia saat ini? Dan kamu memang selalu di sini, selalu ada dalam diriku.

Key melipat kertas itu dan menerbangkannya.

Key mencoba melakukan sebisanya, dia tidak mau Ardi lenyap dalam hidupnya. Kira-kira setelah sebulan menetap di Jakarta, dia langsung pergi ke tukang cukur.

“Mas, potong rambutku kayak gini ya!” pinta Key seraya menyodorkan foto Ardi. Tiga puluh menit kemudian, jadilah Key sebagai kembaran Ardi. Baru Key sadari kemiripannya dengan Ardi, mata mereka sangat mirip.

Key memang tidak kuliah, dia menjaga bisnis butik ibunya yang ada di kota ini. Dan karyawannya mengenalnya dengan nama Mahardian Werry, dipanggil Mas Werry. Mas Werry yang pendiam dan tak banyak bicara.

***

“Ardi, aku mau bilang sesuatu.”
Ardi sibuk dengan bukunya, “Bilang aja.”
Key senang. Setidaknya selama dua tahun berteman, Ardi menjadi sedikit lebih ramah. Mereka tetap duduk sebangku dan mereka digosipkan berpacaran oleh satu sekolah. Ardi seperti biasa, tidak peduli. Sedangkan Key, senang-senang saja disangka sebagai pacar Ardi. Kebisuan mereka menguatkan gosip itu, membuat penggemar Ardi menangis kehilangan. Dan hubungan mereka berkembang sejauh ini. Key sering main ke rumah Ardi. Entah untuk belajar bersama, main bola, dan lainnya.

“Aku mau pamit.”

Ardi tertegun, menutup bukunya lalu menatap Key dengan bingung,

“Pamit?”

Key menahan senyumnya. Hubungan mereka memang sejauh itu. Ardi lebih memilih menutup bukunya dan memerhatikan Key. Key menatap buku Ardi yang terabaikan sebelum berkata,

“Aku akan pindah ke Jakarta. Ngurus bisnisnya Mama.”

Mereka terdiam cukup lama. Key sedikit gelisah, menanti jawaban dari Ardi.

“Oh.”

Key mengernyit, dia terdiam selama tadi hanya untuk mendangar ‘oh’? Itu adalah kalimat yang sudah biasa Ardi ucapkan. Apakah perpisahan memang sebiasa ini? Key menatap Ardi dengan kesal,

“Cuma oh?”
Ardi tak bergeming.

“Ardi!” Key menarik tangan Ardi membuat buku yang dipegang Ardi terlepas. Ardi menatap bingung Key. Dan itu membuat Key semakin kesal.

“Ardi, aku mau pergi. Kita bakal gak ketemu. Seharusnya kamu ngucapin kalimat perpisahan, bukan ‘oh’! gimana sih?!”

“Baik-baik di sana.” Ardi menarik tangannya lalu memungut bukunya yang terjatuh. Belum sempat Ardi membukanya, buku tersebut jatuh kembali sebab Key menarik tangannya lagi, Ardi mencoba membebaskan tangannya namun genggaman Key seakan dilem, tak mau lepas. 

“Apa lagi?” 
Muka Key memerah, sedangkan Ardi terlihat bingung.

“Ardi, kamu satu-satunya teman dekatku. Seharusnya kamu sedih dong!”

“Lalu kamu pengen aku ngapain?”

“Ucapin sesuatu atau apa gitu!”

“Tadi bukannya udah?”

“Ucapin lagi!” Ardi malas meladeni sifat Key yang satu ini.

“Stop, Key. Lepasin tangan aku.” Seakan disuruh sebaliknya, genggaman Key semakin erat.

“Males banget ya, ngucapin kata-kata manis biar aku seneng?” Key menatap wajah Ardi yang terlihat datar-datar saja, membuat dia merasa tidak dihargai.

“Key, lepas.”

“Kamu tau kan tentang perasaanku? Aku suka kamu sejak kelas 2, aku nembak kamu tahun lalu dan kamu gantungin aku sampai sekarang! bayangin kamu ada di posisiku! Kamu suka Siska dan nunggu dia bertahun-tahun, tapi Siska nganggep kamu gak penting walaupun kamu udah ngelakuin semuanya buat Siska. Itu yang aku rasain sekarang!” emosi Key meledak. Dia menangis. Sedangkan Ardi membisu, perkataan Key terasa seperti duri di hati Ardi. Ardi menatap tajam Key, Ardi benar-benar tidak suka jika ada yang sok tau mengenai hubungannya dengan Siska. Ardi menepis tangan Key dengan kasar membuat genggaman itu terlepas. Key terkejut akan sikap Ardi. Tepisan Ardi seakan menampar hatinya.

“Cukup.” perintah Ardi dengan nada pelan, namun Key tau. Ardi tak menyukai ucapannya. Namun Key sudah terlanjur emosi, kepalang tanggung untuk mundur.

“Kamu tau benar rasanya seperti apa, sekarang jawab, aku siapa sih buat kamu?” tanya Key, meminta penjelasan.
Ardi menatap Key dalam diam. Key harusnya tau. Ardi menarik nafas pelan, berusaha menghapus kekesalan yang berkecamuk di dadanya. Lalu Ardi berkata dengan pelan namun tegas, “Kita teman. Dan aku gak pernah nyuruh kamu temenan sama aku, ngikutin aku, dan ngelakuin semua hal buat aku. Semua adalah kemauan kamu, Key. Dan sepertinya kamu salah paham. Aku tak pernah punya perasaan apa-apa, dan selama ini aku sudah berusaha menghargai kamu. Dan aku gak bisa kalau kamu minta lebih dari itu.”

Hening. Ucapan Ardi begitu menusuk membuat luka menganga di hati Key. Key menunduk, menutup mulutnya berharap bisa meredakan isaknya. Kemudian Ardi meneruskan kalimatnya,

“Dan jangan bersikap seakan-akan kamu tau kehidupan aku. Sekarang silahkan pergi. Obati kekecewaanmu sendiri.”

Key beranjak dari kursi itu tanpa mengucapkan apa-apa lagi. Ardi sudah menegaskan hubungan mereka. Mungkin memang dia yang terlalu mengharapkan Ardi.

***

Key pergi ke kamarnya. Membuka laptopnya bermaksud menyapa Siska. Namun belum selesai mengetik kalimat apa kabar, Siska menyapanya lebih dulu.

Siska rialya
Kamu Ardi kan?

Key terdiam. Bagaimana bisa gadis itu mengingat Ardi? Bukankah dia telah lupa pada Ardi?

Siska rialya
Plis bales!

Key tertawa. Ada apa dengan gadis itu?

Mws lover
Tanya aja langsung
.

Ya. Jawaban yang tepat. Key segera mengambil ponselnya dan menelepon Jaka, adiknya.

“Awasi rumah Ardi seminggu ini. Beritahu Kakak kalo Siska ke sana.”
Key menutup teleponnya. Jaka jelas mengerti. Di keluarganya hanya Jaka yang tau mengenai Ardi. Dan Key penasaran, sejauh mana Siska akan bertindak.

Dua hari berlalu, ponselnya bergetar di atas meja samping tempat tidurnya.

“Gimana, Jak?”

“Ya, Siska ke rumahnya Mas Ardi, tapi ketemunya sama Mas Galih. Gak tau pastinya sih, mereka bicarain apa. Tapi Siska nangis sepulang dari rumah Mas Ardi.”

Tentu saja Siska akan menangis. Banyak perasaan yang harus dia tanggung. Bersalah, menyesal, dan mungkin sedih. Key bertanya-tanya, apa yang Siska pikirkan saat ini. Muncul ide untuk membuat status di media sosial yang sering Siska kunjungi. Facebook.
Dia ingat, aku senang. Mawar kesayanganku.

Key menatap sebuket mawar hitam di atas kasurnya. Dia berencana untuk memberikannya pada Siska. Rasa-rasanya ini waktu yang tepat.
Key memarkir motornya di depan kos putri itu. Tak ada penjagaan khusus, benar-benar kos putri yang bebas. Tangan kanannya mengetuk pintu sementara di tangan kirinya terdapat sebuket mawar hitam yang menurut Key sangatlah indah. Tak lama kemudian pintu itu terbuka dan muncul seorang perempuan berkulit sawo matang.

“Cari siapa, Mas?”

“Mau nitip ini, Mbak. Ke Siska. Tolong sampaikan ya!” ujar Key seraya mengulurkan bunga tersebut. Gadis berkulit sawo itupun menerimanya.

“Oh ok. Ngomong-ngomong namanya si Mas siapa ya?”

“Siska pasti tau kok kalo saya yang ngirim. Saya pamit. Makasih ya Mbak.”
Key pulang dengan hati puas. Benar-benar puas.

***

Key masuk ke dalam butik miliknya. Anak buahnya menyapanya dengan ramah. Key memperbaiki letak dasinya saat seorang karyawan menghampirinya,

“Mas Werry, ada pelanggan lagi marah-marah, katanya sih gak puas sama baju yang dia beli. Mau minta ganti rugi. Orangnya keras kepala banget.”

Ardi menghampiri pelanggannya itu. Sebenarnya malas mengurusi pembeli yang ingin perhatian lebih seperti ini, tapi dia juga merasa kasihan pada karyawannya, Key berhenti. Sepuluh meter di depannya terlihat seorang perempuan yang membelakanginya sedang memarahi Nita sambil membawa sebuah baju. Nita yang menyadari kehadiran bosnya langsung berujar, berupaya membebaskan diri.

“Silahkan protes pada bos kami, Mbak..” ujar Nita sambil menunjuk sopan pada Key yang ada di balik punggung orang itu. Gadis itu membalikkan badan, dan terbelalak.

Key pun begitu. Seakan ada angin segar berhembus, Key tak pernah merasa sesenang ini. Dunia memang tak selebar daun kelor. Gadis itu terbelalak tak percaya. Dan Ardi menikmati setiap ekspresi gadis itu. Siska. Wajahnya kuyu dan sedikit pucat, matanya agak sembab dan bengkak.

“A-Ar..di?”

Key tersenyum, “Hai, Siska.”

Ya, aku Ardi. Ardi baru untukmu.

***

Hujan deras di luar semakin deras saja. Bunyi atap rumah yang diserbu hujan sedikit mengganggu. Mengganggu lantaran itu menambah efek takut yang diberikan oleh novel hantu yang sedang kubaca. Tak ada musik dengan suara nyaring yang biasanya terdengar dari kamar Susi, atau suara para teman kos yang biasanya bergosip di ruang tamu. Malam kelabu ini seakan memang dikhususkan untukku. 

Tok! Tok!

Novel yang kupegang refleks terlempar lantaran kaget akan bunyu ketukan keras di pintu. Sungguh novel yang sukses. Setelah jantungku normal aku beranjak dari kasur dan membuka pintu dengan setengah hati.

“Loh! Siska?” seruku terkejut saat orang yang mengetuk pintu adalah Siska, sahabatku. Dia nampak kacau dan tidak baik-baik saja. Dia memelukku, membuat tubuhku berjengit karena dingin yang berasal dari tubuh kuyupnya. Siska mulai menangis.

“Aduh, Siska.. nanti kamu sakit kalo basah kayak gini. Ayo masuk!”

Aku menunggu Siska yang masih duduk diam di kasurku. Kupinjamkan bajuku. Matanya kosong, aku harus berkali-kali menyuruhnya untuk segera menghabiskan teh hangat yang ada di geggamannya. “Kamu kenapa? Ada masalah sama teman masa kecilmu?”

Siska menatapku, sebuah senyuman sinis terukir di bibirnya, “Teman?” dia menghela napas, “Kamu benar, Luna... seharusnya aku dengerin kamu untuk gak mudah percaya. Tapi semuanya terlihat nyata dan aku ingin rasa bersalahku hilang. Aku.. harus gimana?” aku memeluk Siska yang kembali terisak. Kutepuk bahunya pelan, dia sepertinya sangat terguncang. Aku membiarkannya menumpahkan kesedihannya.

“Luna... ternyata...”

Dan dia menceritakan semuanya. Cerita yang lagi-lagi membuatku sakit kepala.

***

“Tapi... kenapa keluargamu bilang kamu meninggal?” tanya Siska dengan terbata-bata.

Bagaimana tidak? Masih Siska ingat dengan jelas bagaimana dia terbang ke Kalimantan untuk bertemu dengan Ardi dan harus pulang membawa kabar meninggalnya Ardi. Dan saat dia berusaha menghilangkan perasaan bersalahnya, muncullah sesosok pemilik toko baju langganannya yang mengaku Ardi dan sudah mencarinya sejak lama. Tapi dia memang Ardi, dia mirip dengan yang di foto, dan dia mengetahui segala hal tentang Siska. Kenyataan ini membuat Siska syok tentu saja. Dan terdamparlah mereka di sini, dalam ruangan tanpa penghuni di bagian belakang toko ini.

“Mereka tidak suka padamu karena sudah membuatku nyaris frustasi, sepertinya begitu.”

Siska semakin dirundung perasaan bersalah. Tanpa sadar dia menangis,

“Maaf...”

Kepala Siska semakin berat karena perasaan bersalah. Dia tak tahu diri telah melupakan seorang sahabat yang selalu ada untuknya saat dia buta dulu, sahabat yang selalu menuntunnya dan menghiburnya di saat sedih. Siska sadar diri, dia tak berharap Ardi akan memaafkannya.

Ardi tersenyum, “Kamu gak salah. Aku senang akhirnya bisa menemukanmu. Jangan menghilang lagi ya?”

Dan semuanya baik-baik saja setelah itu. Siska sungguh senang, Ardi sama seperti yang diingatnya. Dia sangat baik, bahkan sesibuk apapun dia masih sempat mengirimkan sebuket mawar pada Siska setiap minggu. Berbagai macam mawar selain mawar hitam, tentu saja mawar merah yang paling sering. Mawar kesukaan Siska. Aku masih sangat ingat bagaimana bersemangatnya suara Siska saat menceritakan padaku bahwa Ardi masih hidup.

Cahaya matahari membanjiri jendela yang terbuka. Siska baru akan keluar kamar saat pintunya diketuk. 

“Nih, Bunga dari pacar lo!” Mbak Maria menyerahkan sebuket bunga mawar putih. Siska tertawa. Bukan pacar, lebih tepatnya sahabat sejati. Sambil bersenandung ria Siska membawa buket itu ke kamarnya. Dia tersenyum saat membaca kertas kecil yang selalu ada di setiap bunga kiriman Ardi yang berisikan kata-kata indah.

Senyummu di pagi hari seindah pagi ini.

Bahkan Rio, pacar keempatnya bulan ini, tidak seromantis ini.

Ardi sedang berada di luar kota. Jadi Siska tidak bisa menemuinya untuk mengucapkan terima kasih. Dengan semangat dia berangkat ke kampus dan ingin segera menemuiku untuk memamerkan kata-kata indah yang baru saja Ardi berikan.

Siska gelisah. Minggu ini Ardi seakan menghilang. Tak ada kiriman mawar, telpon atau SMS. Bahkan teman kosannya keheranan. Setiap pagi ada saja yang bertanya, “Kok pacar lo gak ngirimin bunga lagi, Sis?”

Siska malas menjawab. 

Kegelisahannya semakin panjang. Sudah sebulan dan Ardi bagai ditelan bumi. Dan Siska berusaha menelan kegelisahannya dengan menyibukkan diri. Dia bahkan menawarkan diri untuk mengerjakan tugas makalahku. Dia merasa ada bagian kosong dalam hidupnya saat tak ada kehadiran Ardi. Siska mencari di semua tempat yang pernah dia datangi bersama Ardi namun nihil.

Siska tak bisa tidur. Apa Ardi sakit? baru Siska sadari pria itu sangat kurus dan lemas. Dia merasa bodoh. Sahabat macam apa dirinya yang tak memperhatikan sahabatnya sendiri? Ada satu hal yang tak terpikirkan oleh Siska, dia tak tahu apa-apa tentang Ardi. Ardi tak pernah menceritakan kehidupannya dan bodohnya dia tak pernah bertanya. Bahkan dia tak tahu makanan kesukaannya.

Sore itu Siska hanya berdiam diri di kamar. Langit mendung di luar, semakin menambah kekalutan hati Siska. Sebuah ketukan di pintu juga tak membantu. Siska uring-uringan. 

“Apa?” tanya Siska malas pada Evi yang tersenyum aneh.

“Tadaaa!!! Pacar Kakak ngirim bunga lagi!” seru Evi seraya mengeluarkan buket dari balik punggungnya. Siska terkejut sampai mulutnya terbuka.

“Dari Ardi?” tanyanya tak percaya, namun tak dia pungkiri luapan rasa senang meletup-letup dalam hatinya. Dia mengambil buket mawar itu dengan penuh kelembutan lalu membawanya masuk. Sambil bersenandung Siska mencium mawar-mawar merah indah dan wangi itu. Namun dahinya mengernyit saat melihat sesuatu yang berbeda.

“Apa ini?” Siska baru menyadari bagian dalam buket dan sengaja diletakkan agak tenggelam bukan lagi mawar merah.

Mawar hitam.

Siska melempar buket itu di kasur. Perasaannya bercampur aduk. Dia kaget, kesal, sekaligus bingung. Bukankah Ardi sangat tahu dia membenci mawar hitam karena insiden itu? Tulisan di kertas kecil yang tergantung di pita yang mengikat buket itu terlihat jelas.

Ini terakhir kali aku mengirimkan mawar padamu. Setelah semua yang kita lalui tidakkah kau mengerti? Cepat putus dengan pacarmu. Aku muak.

Siska dilanda kebingungan di sela-sela ketakutannya. Apa Ardi menyuruhnya untuk memutusi Rio? Tapi kenapa? Apa hubungannya dengan Rio tidak Ardi sukai? Karena ingin kepastian, Siska memutuskan untuk menghubungi Ardi. Berharap orang itu akan mengangkatnya.

“Ardi!” serunya begitu mendengar suara Ardi di seberang sana, “Apa aku punya salah?” tanya Siska.

“Pergilah ke ruangan di tokoku jika ingin tahu.”

Dan penggilan berakhir.

***

“Ada apa, Ardi? Kenapa kamu memintaku memutusi Rio? Kamu tidak suka dia?”

Ardi sedang berdiri membelakanginya di ruangan ini. Dia menatap pemandangan sore dari jendelanya yang terbuka. Siska berhenti saat jarak mereka hanya selangkah.

“Ardi ya... bukankah dia akan sedih melihat kau bersama lelaki lain?” gumamnya.

Suara Ardi membuat Siska mengernyit. Sepertinya dia sakit, suaranya lebih cempreng dari biasanya.

“Kamu sakit?”

Ardi berbalik, “Tidak.” Tatapannya membuat Siska membeku, dingin sekali.

“Kamu-”

“Tidak tahu diri.” 

Siska terperangah. Suara Ardi semakin seperti perempuan, “Kau bodoh dan menjijikkan.”

“Apa?!” Hinaan Ardi membuat Siska marah. Ardi tertawa mengejek, “Kenapa Ardi harus menyukai gadis seperti kau? Satu-satunya hal yang bagus adalah tubuhmu itu.”

Siska benar-benar tersinggung, “Apa sih salahku?” raungnya. Air matanya mulai mengalir.

“Kesalahanmu adalah... kau terlalu banyak bersenang-senang di atas penderitaan Ardi. Hah! Kau asyik gonta-ganti pacar saat Ardi sakit gara-gara menantimu! Kau seharusnya tetap buta saja!”

“Apa?!”

Lalu sebuah benda dingin menyentuh leher Siska. Siska terperangah, Ardi menyodorkan pisau!

Siska gemetar , “Kau... kau gila!” 

“Ya! Aku memang gila! Aku gila karena kau! Kenapa harus ada kau di duniaku dan Ardi?!” Siska mencoba mundur, namun kakinya terlalu lemas untuk itu. Ditambah sosok di depannya. Ardi tertawa keras, matanya melotot. Lalu lama-kelamaan air mata keluar membasahi pipinya. Dia menangis. Semakin lama semakin keras, melebihi tangisan Siska. Ardi menjatuhkan pisau di genggamannya.

Siska bingung, sangat bingung, “Kau bukan Ardiku...”

Orang itu mengangkat wajah, “Aku memang bukan Ardimu. Aku adalah orang yang tersakiti oleh Ardi gara-gara dirimu!” bersamaan dengan itu, Ardi menarik rambut pendeknya. Siska terbelalak melihat rambut itu hanyalah sebuah wig.

“Kau.. wanita?!”

“Dengar, Siska.. kau yang telah membunuh Ardi. Aku memang tidak akan membunuhmu sekarang. Namun aku akan membuatmu tak bahagia.”

Lalu Ardi pergi.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • dear.vira

    bagus ceritanya, jika berkenan tolong Like ceritaku juga ya https://tinlit.com/read-story/1436/2575
    terima kasih , smoga sukses selalu :)

Similar Tags
Just a Cosmological Things
776      432     2     
Romance
Tentang mereka yang bersahabat, tentang dia yang jatuh hati pada sahabatnya sendiri, dan tentang dia yang patah hati karena sahabatnya. "Karena jatuh cinta tidak hanya butuh aku dan kamu. Semesta harus ikut mendukung"- Caramello tyra. "But, it just a cosmological things" - Reno Dhimas White.
Kau dan Tulip
398      252     0     
Short Story
Ketika dia yang menoreh luka di hatiku karena meninggalkanku begitu saja, kembali muncul dihadapanku, apakah yang harus kulakukan? Memaafkan dan menerimanya kembali untuk berada disisiku, atau mengabaikannya dan tetap membencinya? Katakanlah, semoga keputusan yang kuambil ini bukanlah keputusan yang salah.
Bestie
376      260     2     
Short Story
She changed me.
Sacrifice
5984      1523     3     
Romance
Natasya, "Kamu kehilangannya karena itu memang sudah waktunya kamu mendapatkan yang lebih darinya." Alesa, "Lalu, apakah kau akan mendapatkan yang lebih dariku saat kau kehilanganku?"
Egoist
4624      1305     11     
Mystery
WARNING: 21+ Noted: Akan segera diterbitkan setelah selesai Tidak ada yang bebas dari Turk, organisasi pembantai orang-orang kotor yang berkedok ilmuwan. Mereka menjadikan orang-orang tersebut sebagai kelinci percobaan obat-obatan, lalu disiksa secara perlahan. Tidak ada jejak apa pun, semua mayat menghilang tanpa kabar, bahkan tidak ada media yang menyorot. Benar-benar rapi dan tersembuny...
TAKSA
354      271     3     
Romance
[A] Mempunyai makna lebih dari satu;Kabur atau meragukan ; Ambigu. Kamu mau jadi pacarku? Dia menggeleng, Musuhan aja, Yok! Adelia Deolinda hanya Siswi perempuan gak bisa dikatakan good girl, gak bisa juga dikatakan bad girl. dia hanya tak tertebak, bahkan seorang Adnan Amzari pun tak bisa.
Sepasang Dandelion
5931      1143     10     
Romance
Sepasang Dandelion yang sangat rapuh,sangat kuat dan indah. Begitulah aku dan dia. Banyak yang mengatakan aku dan dia memiliki cinta yang sederhana dan kuat tetapi rapuh. Rapuh karena harus merelakan orang yang terkasihi harus pergi. Pergi dibawa oleh angin. Aku takkan pernah membenci angin . Angin yang selalu membuat ku terbang dan harus mengalah akan keegoisannya. Keindahan dandelion tak akan ...
The Last tears
521      299     0     
Romance
Berita kematian Rama di group whatsap alumni SMP 3 membuka semua masa lalu dari Tania. Laki- laki yang pernah di cintainya, namun laki- laki yang juga membawa derai air mata di sepanjang hidupnya.. Tania dan Rama adalah sepasang kekasih yang tidak pernah terpisahkan sejak mereka di bangku SMP. Namun kehidupan mengubahkan mereka, ketika Tania di nyatakan hamil dan Rama pindah sekolah bahkan...
Under a Falling Star
657      399     7     
Romance
William dan Marianne. Dua sahabat baik yang selalu bersama setiap waktu. Anne mengenal William sejak ia menduduki bangku sekolah dasar. William satu tahun lebih tua dari Anne. Bagi Anne, William sudah ia anggap seperti kakak kandung nya sendiri, begitupun sebaliknya. Dimana ada Anne, pasti akan ada William yang selalu berdiri di sampingnya. William selalu ada untuk Anne. Baik senang maupun duka, ...
Kentut Pembawa Petaka
302      184     1     
Short Story
Kentut bocah ini sangat berbahaya, nampaknya.