Read More >>"> IKRAR (BAB 6: Pakaian) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - IKRAR
MENU
About Us  

Selamat membaca 😊

۞۞۞

Rasanya AC mobil di depannya tak cukup membuat hati panasnya menjadi dingin. Ingin sekali rasanya berteriak sekencang mungkin, hingga membuat bangunan di depannya roboh menimpa orang yang kini menguasai pikirannya, emosinya.

“Dir, udahlah lo lupain dia!” pinta Sania seraya berdecak kesal karena melihat sahabatnya yang sedari tadi memukul roda kemudi dengan mulut terbungkam. “Gue gak tau kalo dia udah nikah,” imbuhnya.

“Makanya jangan kelamaan di udara. Sekali-kali lo perlu ke darat buat tau info terkini,” pekik Anindira pada Sania yang merupakan seorang pramugari.

“Yeh, biasa aja kali!” balasnya seraya memutar bola mata. “Percuma juga lo semarah ini, toh Ibram juga enggak bakal balik lagi ke pelukan lo. Gimana pun cewek tadi itu kedudukannya lebih tinggi dari lo!” ujar Sania panjang lebar yang malah membuat hati Anindira kembali membara.

“Tapi kedudukan gue di hati Ibram tak akan terganti,” balas Anindira percaya diri seraya menyunggingkan senyum sinisnya. “Lihat aja, siapa pemenangnya.”

Sania hanya tertegun atas sikap keras hati sahabatnya. Namun, dirinya pun menyadari tidak akan mudah bagi Anindira untuk melepaskan pria yang selama ini menjadi nomor 1 dalam hidupnya selama 10 tahun.

***

Hari berikutnya, Moira kembali pada aktivitasnya seperti biasa. Kuliah. Bedanya, pagi ini ia diantar oleh suaminya. Sehabis kejadian malam itu dirinya tidak banyak bicara pada Ibram, begitu pun dengan suaminya itu.

Moira menghembuskan nafasnya lesu. Sementara di waktu yang sama, Fara memerhatikannya.

“Senyum dong, Ra.” Fara memohon, memang akan sangat berat buat Moira kehilangan satu-satunya harta yang begitu berharga dalam hidupnya. “Gue tahu ini berat buat lo, tapi hidup ‘kan harus tetap berjalan,” sambungnya.

“Yaudah nih Moira senyum,” ucap Moira seraya menarik otot-otot wajahnya hingga menghasilkan senyuman yang dipaksakan. Bagai kuda yang sedang nyengir, bathin Fara.

“Itu sih pura-pura bahagia,” keluh Fara.

“Lebih baik terlihat pura-pura bahagia, daripada terlihat menyedihkan karena banyak mengeluh.” Moira berucap dengan bijaksana, sedang Fara mencebik kepadanya.

“Justru sekarang lo terlihat menyedihkan,” ujar Fara. “Makanya kalau punya masalah tuh jangan simpen sendiri. Walau dengan bercerita enggak bakal menyelesaikan masalah, tapi seenggaknya bisa membuat beban lebih ringan karena udah dibagiin ke orang lain.”

Perkataan Fara ada benarnya.  

“Tapi apa boleh Moira cerita tentang suami?” tanya Moira hati-hati.

“Kalau lo ngerasa lebih baik untuk menyimpannya sendiri, gue gak maksa,” terang Fara yang tak sesemangat tadi yang ingin tahu masalah Moira.

Sejenak Moira mengalami perang batin. Dirinya teringat akan sebuah ayat dalam Al-Qur’an yang dulu diterangkan oleh Ustadzah kala dirinya mengikuti kajian.

“… mereka (istri-istrimu) merupakan pakaian bagimu dan kamu merupakan pakaian bagi mereka …” (QS. Al-Baqarah: 187).

Ayat di atas mengisyaratkan bahwa sudah sepatutnya suami istri untuk saling menjaga dan menutupi hal-hal pribadi yang tidak harus diketahui oleh orang lain.

Tetapi kemudian satu sisi bathin Moira berucap, toh tidak dilarang juga kalau niat hati hanya ingin membagikan keluh kesah tanpa menjelekan. Bisa jadi Fara punya solusi untuknya.

Sejurus kemudian lidah Moira dengan lancar bercerita mengenai kejadian semalam, begitu pun kejadian kemarin dulu saat di rumah mertuanya. Tak lupa juga Moira mengisahkan pernikahannya yang merupakan sebuah perjodohan yang berlandaskan kehendak orangtua.

Mulanya Fara mendengarkan dengan saksama, terlihat matanya mulai merah. Namun ketika Moira merapatkan bibirnya sebab ceritanya telah usai, Fara tiba-tiba menangis tergugu sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

“Lho, kok jadi Fara yang nangis? Harusnya ‘kan Moira,” ujarnya terheran.

“Gue gak nyangka lo sekuat itu,” tutur Fara disela tangisnya. “Maafin gue yang enggak peka, ya, Ra.” Fara menyesali mengapa dirinya tak bisa menyadari bahwa sahabatnya ini dalam kondisi yang begitu berat. Nasib pernikahannya yang tidak seperti kisah di negeri dongeng, belum lagi ayahnya malah pergi meninggalkannya.

“Udah enggak usah minta maaf, bukan salah Fara kok,” ucap Moira menenangkan. “Doakan Moira agar bisa bersabar menjalaninya.”

Fara mengangguk, lalu disusut air matanya dengan ujung kerudung yang ia kenakan. Tangisnya sudah reda.

“Bukannya akan lebih baik kalo lo tanya tentang cewek itu?” Fara sedikit terheran atas sikap diamnya Moira pada suaminya itu, begitu pun sebaliknya. Teringat Ibram yang terkesan cuek membuat hatinya geram. “Wajar kok lo minta penjelasan ke dia.” Kali ini suara Fara meninggi.

Moira mengerucutkan bibirnya kemudian berkata, “Bukannya kalo dipikir-pikir Moira yang salah, ya?!”

Seketika mata Fara melotot, keningnya berkerut, sedang mulutnya membuka lebar. Tak percaya atas pikiran Moira. “Lo gila, ya?!”

“Alhamdulillah waras,” jawab Moira enteng.

“Kalau lo waras enggak mungkin lo bakal mikir gitu,” kesal Fara. “Emangnya lo pikir, pernikahan ini bakal terjadi kalo Allah enggak meridhai?” tanya Fara membuat pupil Moira membesar. “Semuanya sudah tertulis dalam kitab yang terpelihara, Allah sudah tulis semuanya di situ termasuk pernikahan lo.”

“Tapi−“

“Udah enggak usah tapi-tapian,” potong Fara seperti dialog opera sabun yang tayang di televisi. “Daripada lo mikir yang enggak-enggak dan terus berprasangka yang gak baik, mending lo tanya deh semua pertanyaan yang berkecamuk dibenak lo ke suami.”

Moira menghembuskan nafasnya lesu. Hatinya kembali menimang, apakah saran dari Fara itu solusi untuk masalahnya?

Dalam permasalahan ini Anindira tidak betul-betul berperan sebagai antagonis. Sebab wanita itu merupakan orang special Ibram, jauh sebelum bertemu dengannya. Moira tidak mau mendapati fakta yang dapat membuatnya lebih sakit lagi dari ini. Untuk saat ini seperti itu, entah jika nanti.

***

Tak terasa 6 hari sudah Ayah berpulang. Satu jam yang lalu, Moira dan Ibram baru pulang dari tahlilan yang diadakan di rumah orangtua Ibram.

Saat ini Moira tengah menonton televisi sendirian. Acara yang ditontonnya merupakan komedi. Melihat kelucuan para lakon dirinya jadi teringat mendiang Ayah yang jenaka.

Memorinya tertarik ke masa lalu, saat Ayah mencoba menenangkannya yang terus menangis ketakutan karena rumah gelap akibat mati lampu.

“Dengar, Moira, Ayah punya cerita.” Ayah berucap sambil mengelus puncak kepala anaknya, kala itu Moira memeluk erat sekali tubuh Ayah saking takutnya. “Moira mau dengar?”

“Iya,” jawab Moira pelan disela isaknya.

“Suatu hari seorang tukang becak bersikap sombong saat hendak menanjak pada tanjakan yang cukup tinggi. Dia berteriak pada pengguna sepeda motor butut yang terbatuk-batuk knalpotnya, ‘sudahlah kau takan sanggup menanjak dengan motor bututmu itu! Kayuhanku akan menang melawanmu!’.

“Merasa tak terima sang pengendara sepeda motor pun mengajak tukang becak sombong itu untuk balapan, berlomba untuk sampai lebih dulu ke atas tanjakan. Dengan angkuh tukang becak menyanggupinya,” ucap Ayah yang berhenti sejenak, putri semata wayangnya telah berhenti menangis.

“Terus! Terus!” pinta Moira tak sabaran ingin mengetahui kisah selanjutnya.

“Lalu mereka pun balapan, tukang becak mengerahkan seluruh tenaga untuk mengayuh becaknya. Sedang pengendara sepeda motor bersusah payah untuk menarik gas dengan tangan kanannya yang kian lama kian membuat tangannya hampir berputar 360 derajat.” Ayah berhenti untuk mengambil nafas karena banyak bicara.

“Lanjut, Ayah,” protes Moira.

“Pengendara motor jauh tertinggal oleh tukang becak. Tak lama terdengar suara ledakan. BOOM!!” kata Ayah seraya mempraktikan suara ledakan itu dengan kedua tangannya. Moira sampai tersentak karena kaget. “Pertanyaannya, siapa yang menang?” tanya Ayah.

“Tukang becaklah. Suara ledakan tadi pasti dari ban sepeda motor yang meletus,” jawab Moira enteng.

“Salah!” jawab Ayah yang langsung mendapat protes dari Moira.

“Kok bisa, sih?!”

“Sebab suara ledakan tadi berasal dari betis tukang becak yang meletus!” Seketika tawa Moira meledak mendengar penuturan Ayah, sampai-sampai kedua pipinya sakit saking lebarnya ia tertawa.

Tak terasa Moira tersenyum mengingat momen sederhana yang tak bisa dinilai dengan nominal itu.

“Kenapa senyum-senyum? Lagi mikirin Akmal?!” Tiba-tiba Ibram menginterupsi membuat senyuman di wajah Moira hilang tak tersisa.

“Sini,” pinta Moira seraya menepak-nepak sofa bed. “Mas Ibram duduk di sini.” Moira menyuruh Ibram untuk duduk di sampingnya.

Ibram tampak ragu menuruti, tetapi tak lama tubuhnya ia gerakan juga untuk meghampiri Moira. Sofa bed sedikit bergerak kala Ibram mendaratkan bokongnya.

“Mas Ibram,” panggil Moira pelan. “Di kampus tak cuma Akmal, lawan jenis yang bergaul dekat dengan Moira. Mas Ibram tahu sendiri di fakultas Moira kebanyakan dihuni sama laki-laki.” Ibram setuju untuk kalimat terakhir. Fakultas Ilmu Komputer hampir sama dengan Teknik yang rata-rata dihuni kaum adam, walau FASILKOM tak separah FT.

“Terus,” ucap Ibram seraya mengangkat sebelah alisnya. Mencoba memahami kemana arah pembicaraan ini.

“Akmal adalah sahabat Moira. Dibanding dengan kawan laki-laki Moira yang lain, Moira lebih dekat dengan Akmal sebab dia kawan satu SMA Moira dulu,” terangnya.

“Kamu percaya persahabatan antara pria dan wanita?” tanya Ibram. Pertanyaan itu begitu mulus keluar dari mulut Ibram sebab dirinya pernah mengalami sahabat jadi cinta. Anindira, dialah wanita yang mulanya ia anggap sebagai sahabat.

“Percaya,” jawab Moira mantap. “Moira sama Akmal contohnya.”

Ibram menyeringai ketika telinganya menangkap jawaban Moira. “Belum saja,” jawab Ibram membuat kening Moira berkerut.

Moira tak tertarik untuk membahasnya walau dalam hati penasaran. Tetapi sekonyong-konyong ia berkata, “Semisal Akmal pacar Moira, gimana tanggapan Mas Ibram?”

Ibram mengangkat kedua bahunya, seolah itu bukan masalah besar baginya. Sedang, Moira tengah kecewa atas respons yang tak sesuai keinginannya. Lalu, Moira teringat ucapan Fara. Sepertinya ini waktu yang pas untuk membicarakan semuanya.

“Aku ke atas.” Belum-belum Moira membuka suara, pria itu malah mendahului untuk pamit ke kamarnya.

“Belum waktunya,” bisik Moira lesu.

***

Menikmati akhir pekan dengan berlibur bagai mimpi indah di siang bolong bagi mahasiwa Teknik Informatika. Di hari Sabtu ini Moira telah janjian bersama teman sekelompoknya untuk mengerjakan tugas di salah satu mal yang menyediakan internet corner untuk pengunjung.

Sengaja mereka pilih di sana agar dapat wifi gratis yang merupakan surga bagi para mahasiswa.

Moira berangkat menggunakan ojek online ke sana. Niatnya ingin meminta Ibram untuk mengantar, tapi pada saat Moira ke kamarnya tak terlihat batang hidung pria itu. Ingin mengirim pesan pun tak bisa sebab pria itu meninggalkan ponselnya. Dalam hati Moira penasaran ke mana perginya pria itu.

Sesampainya di mal, Moira hanya mendapati Akmal di sana. Teman-temannya yang lain tampak belum datang. Padahal sengaja Moira datang mepet dari waktu yang dijanjikan agar tidak lama menunggu.

“Assalamualaikum,” sapa Moira yang membuat focus Akmal teralihkan.

“Waalaikumsalam,” jawabnya yang kemudian kembali lagi pada aktivitasnya yang sedang memantengi gawainya.

“Moira dicuekin nih?!” Moira merasa tidak senang ketika melihat Akmal yang lebih memilih gawainya dibanding mengobrol dengan Moira. Lalu dektik berikutnya Moira mengaduh ketika kepalanya ditimpa oleh kepalan tangan Akmal. “Sakit tahu!” protesnya.

Akmal tertawa melihat ekspresi kesakitan Moira. Dirinya memang selalu seperti itu, senang menjahili Moira. Akmal menganggap Moira seperti bayi besar sebab gadis yang beranjak dewasa itu memiliki deretan gigi yang mungil. Kadang ingin sekali mengusel wajah Moira dengan tangannya kuat-kuat saking gemasnya.

Tetapi siapa pun yang melihat Moira akan merasakan hal yang sama dengan Akmal. Tubuh kecilnya dengan tinggi 150, lesung pipit pada kedua pipinya yang tercetak dalam kala tersenyum, bibir tipisnya, gigi mungilnya, ah Moira seperti gadis usia 13 tahun diumurnya yang ke-20.

Moira memanfaatkan situasi Akmal yang tengah lengah. Sebelah alisnya terangkat, berencana hendak membalas Akmal. Belum sampai kepalan tangannya mengenai Akmal, tiba-tiba Akmal menangkisnya. Tetapi bukan Moira namanya kalau menyerah. Dirinya tetap berusaha untuk membalas dengan perasaan jengkel. Sedang Akmal tertawa dibuatnya sambil terus menangkis tangan Moira.

Lihatlah, mereka bak Tom and Jerry sekarang. Beberapa pengunjung yang lewat sampai-sampai menggelengkan kepala.

Detik berikutnya secara tiba-tiba Moira menghentikan usahanya. Akmal hendak memanfaatkan situasi untuk membalasnya namun urung ia lakukan kala melihat Moira yang tiba-tiba terdiam. Netranya mengikuti pandangan Moira yang terpaku pada suatu objek.

Dilihatnya seorang pria tengah mematung menatap Moira. Akmal mengerutkan keningnya, mencoba mengingat siapa pria itu seperti tak asing baginya.

“Mas Ibram,” ucap Moira lemah. Di waktu yang sama Akmal teringat, dengan susah payah ia menelan ludah.

Bukan kelakuannya bersama Akmal yang diketahui Ibram yang membuatnya lemah. Tetapi, tangan seseorang yang melingkar pada lengan suaminya. Anindira. Tiba-tiba matanya berkedut seperti hendak menangis kala melihat Anindira tersenyum puas seraya menatapnya.

Detik berikutnya Ibram pergi begitu saja dengan Anindira di sampingnya. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.

Moira terbayang tatapan dinginnya sebelum melengos. Gadis itu menarik nafasnya yang serasa sesak, bagai rongga parunya tertutup sebuah beton. Rasanya air mata akan segera turun.

Kemudian tanpa Moira sadari Akmal berdiri dengan tangan mengepal dan rahang terkatup rapat. Dengan gerakan cepat Akmal menarik bahu Ibram dan langsung melayangkan tinjunya.

Ibram tak bisa mengelak pukulan Akmal yang tiba-tiba tersebut. Tubuh Ibram terpental ke lantai saking kerasnya pukulan Akmal. Rahangnya lebam dibuat Akmal.

Anindira menjerit bersama pengunjung yang lain, tak terkecuali Moira. Wanita itu mencoba menahan Ibram yang hendak membalas, disusul Moira yang menahan Akmal.

“Brengs*k!” umpat Ibram marah.

“Lo yang brengs*k udah selingkuh dari istri lo!” jawab Akmal seraya menunjuk Ibram.

“Akmal berhenti!” tegur Moira seraya menahan lengan Akmal. Dilihatnya Ibram dengan perasaan iba juga takut yang menyelimuti kala melihat matanya yang berkilat merah. Ibram jelas marah besar. Ibram tidak lagi meronta, namun kini pandangan pria itu jatuh padanya.

Moira melepaskan lengan Akmal yang sedari tadi meronta. Lepas itu Moira langsung berlari meninggalkan keributan ini. Gadis itu sangat berusaha keras agar tidak menangis. Tak lama terdengar namanya diteriaki Akmal.

Ibram? Tak satu huruf pun terdengar dari mulutnya. Hari ini lengkap sudah kekecewaan Moira. Akmal telah bertindak tergesa-gesa. Sedang Ibram menjatuhkan harga dirinya sebagai seorang istri.

Aku adalah pakaianmu, Mas Ibram. Tanpa malu kau membukanya dihadapan semua orang.

***

Terima kasih sudah mampir dan meninggalkan jejak, jazakumullah khairan katsiran wa jazakumullah ahsanal jaza 😊

Jangan sungkan untuk memberi kritik dan saran ^^

18 Juni 2019,

Arney

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (5)
  • yurriansan

    @itsarney akunku yurriansan. klo kmu mau mampir dluan boleh, aku bksln lmbat feedbacknya. krena klo wattpad bsanya buka pke lptop, aku gk dnload aplikasinya. dan lptopku lg d service

    Comment on chapter BAB 1: Keputusasaan
  • itsarney

    @yurriansan akunku ini kak https://www.wattpad.com/user/itsarney
    ayo kak dengan senang hati ^_^

    Comment on chapter BAB 1: Keputusasaan
  • yurriansan

    @itsarney wattpad? Akunnya apa?
    Kbtulan critaku yg rahasia Toni aku publish d wattpad juga. Nnti bisa saling kunjung xD

    Comment on chapter BAB 1: Keputusasaan
  • itsarney

    @yurriansan Masya Allah Kak terima kasih sudah berkenan membaca cerita ini. Aamiin semoga Allah kabul, makasih doanya^_^
    Ah, ya. Cerita ini juga bisa dibaca di Wattpad^^

    Comment on chapter BAB 1: Keputusasaan
  • yurriansan

    Tulisanmu bagus ,πŸ˜„.
    Smoga ramai like ya

    Comment on chapter BAB 1: Keputusasaan
Similar Tags
Sisi Lain Tentang Cinta
714      385     5     
Mystery
Jika, bagian terindah dari tidur adalah mimpi, maka bagian terindah dari hidup adalah mati.
Farewell Melody
215      144     2     
Romance
Kisah Ini bukan tentang menemukan ataupun ditemukan. Melainkan tentang kehilangan dan perpisahan paling menyakitkan. Berjalan di ambang kehancuran, tanpa sandaran dan juga panutan. Untuk yang tidak sanggup mengalami kepatahan yang menyedihkan, maka aku sarankan untuk pergi dan tinggalkan. Tapi bagi para pemilik hati yang penuh persiapan untuk bertahan, maka selamat datang di roller coaster kehidu...
Wannable's Dream
33913      4897     42     
Fan Fiction
Steffania Chriestina Riccy atau biasa dipanggil Cicy, seorang gadis beruntung yang sangat menyukai K-Pop dan segala hal tentang Wanna One. Dia mencintai 2 orang pria sekaligus selama hidup nya. Yang satu adalah cinta masa depan nya sedangkan yang satunya adalah cinta masa lalu yang menjadi kenangan sampai saat ini. Chanu (Macan Unyu) adalah panggilan untuk Cinta masa lalu nya, seorang laki-laki b...
Temu Yang Di Tunggu (up)
15133      2413     12     
Romance
Yang satu Meragu dan yang lainnya Membutuhkan Waktu. Seolah belum ada kata Temu dalam kamus kedua insan yang semesta satukan itu. Membangun keluarga sejak dini bukan pilihan mereka, melainkan kewajiban karena rasa takut kepada sang pencipta. Mereka mulai membangun sebuah hubungan, berusaha agar dapat di anggap rumah oleh satu sama lain. Walaupun mereka tahu, jika rumah yang mereka bangun i...
Mendadak Halal
5666      1798     1     
Romance
Gue sebenarnya tahu. kalau menaruh perasaan pada orang yang bukan makhramnya itu sangat menyakitkan. tapi nasi sudah menjadi bubur. Gue anggap hal ini sebagai pelajaran hidup. agar gue tidak dengan mudahnya menaruh perasaan pada laki-laki kecuali suami gue nanti. --- killa. "Ini salah!,. Kenapa aku selalu memandangi perempuan itu. Yang jelas-jelas bukan makhrom ku. Astagfirullah... A...
Return my time
244      208     2     
Fantasy
Riana seorang gadis SMA, di karuniai sebuah kekuatan untuk menolong takdir dari seseorang. Dengan batuan benda magis. Ia dapat menjelajah waktu sesuka hati nya.
Crystal Dimension
276      184     1     
Short Story
Aku pertama bertemu dengannya saat salju datang. Aku berpisah dengannya sebelum salju pergi. Wajahnya samar saat aku mencoba mengingatnya. Namun tatapannya berbeda dengan manusia biasa pada umumnya. Mungkinkah ia malaikat surga? Atau mungkin sebaliknya? Alam semesta, pertemukan lagi aku dengannya. Maka akan aku berikan hal yang paling berharga untuk menahannya disini.
Ending
4511      1180     9     
Romance
Adrian dan Jeana adalah sepasang kekasih yang sering kali membuat banyak orang merasa iri karena kebersamaan dan kemanisan kedua pasangan itu. Namun tak selamanya hubungan mereka akan baik-baik saja karena pastinya akan ada masalah yang menghampiri. Setiap masalah yang datang dan mencoba membuat hubungan mereka tak lagi erat Jeana selalu berusaha menanamkan rasa percayanya untuk Adrian tanpa a...
Bersua di Ayat 30 An-Nur
744      336     3     
Romance
Perjalanan hidup seorang wanita muslimah yang penuh liku-liku tantangan hidup yang tidak tahu kapan berakhir. Beberapa kali keimanannya di uji ketaqwaannya berdiri diantara kedengkian. Angin panas yang memaksa membuka kain cadarnya. Bagaimana jika seorang muslimah seperti Hawna yang sangat menjaga kehormatanya bertemu dengan pria seperti David yang notabenenya nakal, pemabuk, pezina, dan jauh...
Sugar On Top
17      16     1     
Romance
Hazel Elodie adalah gadis manis berambut pirang dengan hati yang keras seperti baja. Bertahun-tahun setelah ia dan kakaknya, Sabina, 'dibuang' ke London, Hazel kembali ke kota kelahirannya dengan tekad untuk merebut kembali apa yang menjadi haknyaβ€”warisan keluarga yang dirampas secara licik. Namun, kepulangannya tak semudah yang ia bayangkan. Tanpa Sabina, si perisai emosinya, Hazel harus be...