Read More >>"> IKRAR (BAB 2: Perjanjian yang Kokoh) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - IKRAR
MENU
About Us  

Selamat membaca 😊

۞۞۞

Angin malam tak sedingin kemarin, tak juga semenyejukan dua puluh menit yang lalu. Semuanya terasa panas dan sesak. Itulah yang tengah dirasakan Ibram.

Kepercayaan dirinya mengenai Anindira yang akan menerima lamarannya kali ini sudah benar-benar runtuh. Matanya masih tak lepas dari punggung wanita yang semakin lama semakin menjauh. Mungkin seperti itulah nanti hubungannya dengan Anindira.

Bak buah simalakama, Ibram tengah dilanda kebingungan. Di satu sisi ia tak mau menikah dengan gadis pilihan orangtuanya, namun di sisi lain ia harus menepati janjinya pada Bunda. Teringat nasihat Sayyidina Ali yang mengatakan jangan mengambil keputusan ketika marah. Lihatlah, sekarang Ibram menyesalinya.

Setibanya di rumah niatnya Ibram ingin langsung masuk ke kamarnya dan lekas tidur agar semua kerumitan ini dapat ia lupakan sejenak. Namun, sayangnya hal itu harus ia urungkan dulu sebab Bunda dan Abi langsung menghadangnya di ruang tengah.

“Bagaimana?” tanya bundanya to the point dengan air muka yang harap-harap cemas.

“Bisa tidak kita bicarakan nanti pagi aja?” jawab Ibram frustasi.

“Lebih cepat, lebih baik,” sahut abinya.

Ibram menggertakan giginya menahan emosi. “Ibram setuju!” kesalnya sambal berlalu meninggalkan kedua orangtuanya.

“Apa baik, Bi, jika dilakukan secara terpaksa?” tanya Lita cemas.

“Nanti kita bicarakan lagi kalau hati dan kepalanya sudah dingin,” ucap Adam dengan bijaksana.

Sesuatu yang dimulai tanpa hati, maka akan berakhir tanpa hati pula. Itulah yang dicemaskan oleh Lita. Pernikahan adalah ibadah, ibadah adalah hal yang berurusan dengan Tuhan, patutkah dijalani tanpa hati?

***

“Wanita itu dipilih bukan memilih. Wanita itu dimulai bukan memulai. Dan, wanita itu diakhiri bukan mengakhiri.” Tausyiah Ustazah Salma dengan seksama didengarkan para jamaah yang semuanya adalah akhwat, mahasiswa kampus tempat Moira menimba ilmu. Tema kali ini mengenai hakikat wanita dalam memilih jodoh. “Akan tetapi, wanita tetaplah mempunyai suara untuk mengambil keputusan apakah pria yang akan menjadi pendampingnya itu baik untuk agamanya,” imbuhnya.

Kajian yang berlangsung selama satu jam akhirnya selesai setelah sesi tanya jawab berakhir. Semua jamaah yang hadir satu persatu mulai beranjak untuk lekas keluar dari masjid. Tetapi, Moira masih terduduk di tempatnya. Merasa sudah mulai sepi, Moira menghampiri sang Ustazah yang terlihat sedang mengobrol dengan panitia acara.

“Assalamu’alaikum,” sapa Moira seraya mengulurkan tangannya ketika Ustazah dan panitia tersebut menyambutnya dengan senyuman.

“Wa’alaikumsalam,” jawabnya lembut.

“Maaf mengganggu, Ustazah.” Moira duduk di samping Ustazah setelah panitia yang tadi bersama Ustazah meninggalkan mereka berdua. “Ada yang ingin saya tanyakan,” sambungnya.

“Mangga tanyakan, sayang. Insya Allah saya jawab.”

“Terkait pembahasan tadi, bagaimana kalau misalnya wanita dan laki-laki dijodohkan oleh orangtuanya?”

Sebelum menjawab Ustazah tersenyum seraya memandang wajah Moira yang manis. “Apakah wanita dan laki-laki itu setuju?” tanya Ustazah.

Moira mengangguk dengan ragu.

“Dalam agama kita sebenarnya tidak ada ketentuan mengenai boleh atau tidaknya perjodohan. Islam hanya menekankan carilah pasangan hidup yang baik agamanya, yang shalih dan shalihah.” Ustazah menjeda ucapannya tiga detik. “Perjodohan diperbolehkan asalkan kedua belah pihak setuju.”

Moira mengangguk-anggukan kepalanya tanda ia paham. Lalu kembali bertanya, “mengenai wanita yang dipilih itu apa tidak terdengar seperti bahwa wanita itu hanya pilihan saja, Ustazah?”

“Pertanyaan bagus,” komentar Ustazah seraya membetulkan kacamatanya. “Kata dipilih tersebut bukan bermaksud ke arah sana sayang, akan tetapi lebih kepada terpilih. Pemenangnya.”

Hati Moira menjadi lega setelah mendengarnya. Dalam hati ia yakinkan bahwa perjodohannya ini bukan berlandaskan keterpakasaan, melainkan dirinya memang sudah terpilih untuk dipinang oleh anak kawan Ayah.

***

“Kamu yakin?” Sekali lagi Lita memastikan seraya memakaikan peci putih pada putranya.

“Insya Allah,” jawab Ibram singkat. Mungkin hatinya tak akan sedikit yakin seperti sekarang setelah melalui mimpi beberapa kali ditunjukkan wajah Moira. Jawaban istikharahnya, mungkin.

Saat memasuki masjid dilihatnya para tamu undangan sudah hadir menunggu akad nikah yang akan dilaksanakan sebentar lagi. Ekor mata Ibram menangkap Moira yang mengenakan kebaya putih lengkap dengan kerudung yang menghiasi wajah bulatnya. Calon istrinya itu tengah duduk bersama Ayah dibelakang tempat akad. Tapi tak ada sedikitpun debaran dihatinya saat ini.

“Saya terima nikah dan kawinnya Moira Azkadina binti Abu Bakar dengan mas kawin tersebut, tunai.” Dengan satu tarikan nafas Ibram mampu mengucapkan ijab qabul. Berpindahlah sudah tanggungjawab Abu Bakar pada Ibram Ganinta Miyaz.

Para saksi mengucapkan sah setelah penghulu sebelumnya bertanya.

Allah menetapkan bahwa pernikahan merupakan pernjanjian yang amat kokoh, mitsaqan ghaliza. Ijab qabul yang dilafalkan oleh Ibram memiki dua makna. Pertama, perjanjiannya dengan manusia. Kedua, penjanjiannya dengan Allah.

Berbeda dari pengantin pria kebanyakan setelah mengucapkan ijab qabul yang di mana ada kelegaan di hati mereka, tetapi berbeda dengan Ibram. Hatinya terasa ada yang mengganjal, tak tenang rasanya.

Setelah acara akad dilanjutkan resepsi sederhana yang diadakan di sebuah gedung yang juga sederhana. Satu persatu tamu undangan menyalami pengantin. Senyum Moira merekah, ceria seperti biasanya. Berebeda dengan Ibram yang tampak diam saja. Moira sedikit sangsi untuk menegur, sekadar memberi tahu suaminya itu untuk tersenyum sedikit saja. Menyempurnakaan kepura-puraannya. Senyumnya itu palsu, hanya untuk menyenangkan orangtuanya dan para tamu.

Bagaimana tidak? Ibram tak sedikit pun mengajaknya bicara. Bahkan dipertemuan kedua dan ketiga pun hanya sedikit mereka bicara mengenai rencana pernikahan.

Senyum yang hendak hilang itu akhirnya kembali merekah tatkala melihat sahabatnya datang mengenakan pakaian kutu baru berwarna army senada dengan kerudung parisnya.

“Moira!” serunya seraya memeluk Moira semangat. Sahabat mana yang tak senang di hari bahagia sahabatnya? Ah, andaikan Fara tahu yang sebenarnya.

“Fara!” seru Moira tak kalah semangat.

Fara mengucapkan doa pernikahan pada Moira seraya menyerahkan sekotak kado yang terbungkus indah dengan kertas coklat. “Akmal gak bisa datang,” ucap Fara memberitahu.

Bahu Moira sedikit mengendur, bagaimana bisa padahal dirinya sangat berharap sekali kedua sahabatnya itu datang keacara pernikahannya.

Mendengar nama laki-laki disebut, Ibram yang sedari tadi tidak tertarik dengan dua sahabat di sebelahnya itu langsung melirik tajam. Ternyata berpacaran juga dia, pikirnya seraya menyunggingkan senyum tak suka.

 Acara terus berlanjut dengan senyuman Moira yang tak pernah sirna di wajah manisnya. Sementara Ibram seperti tidak ada di sini. Raganya memang di sini tetapi tidak dengan hatinya. Moira dapat merasakan itu. Apakah betul, Moira adalah wanita yang terpilih? Pemenang untuk Ibram?

***

Deringan alarm membangunkan tubuh mungil Moira yang tengah terlelap. Pukul setengah 6 pagi, buru-buru Moira bergegas mengambil air wudhu sebelum kesiangan. Sebelum kembali masuk ke kamar Moira celingak-celinguk melihat seisi rumah. Tampak sepi, tak ada orang di sana. Teringat dirinya yang kesiangan kakinya langsung berlari untuk menghamparkan sajadah.

Akibat terlalu lelah karena acara besar kemarin sampai-sampai Moira lupa dengan semuanya. Bahkan dirinya tidak ingat di mana semalam Ibram tidur, mengingat Kasur di kamar Moira hanya single bad. Semalam memang Ibram ikut dengan Ayah dan Moira ke rumah. Bukan paksaan siapa pun, melainkan keinginan Ibram sendiri.

Selesai shalat subuh, Moira mengenakan kerudung berwarna maroon lalu ke luar kamar untuk kembali memastikan kemana orang-orang. Bi Idah pasti belum datang karena jadwalnya yang satu setengah jam lagi.

Tak lama terdengar suara mengobrol dari luar. Moira hafal betul siapa yang sedang berseloroh di luar sana. Pasti Ayah. Kakinya ia langkahkan ke sumber suara, dan mendapati dua pria yang kini mempunyai status dalam hidupnya. Dilihatnya Ibram dari atas sampai bawah. Pria itu mengenakan koko dan sarung ayahnya, Moira hafal betul.

“Kok bengong?” tanya Ayah yang melihat Moira membatu di tempatnya.

“Eh, i-iya,” ucap Moira gelagapan dan salah tingkah, membetulkan kerudungnya yang memang sudah rapi. Moira menghampiri Ayah mengulurkan tangan untuk salam, diciumnya punggung tangan Ayah penuh bakti.

“Lho, kok suamimu tidak?” tanya Ayah yang kembali keheranan.

Ibram yang berada di samping Ayah tampak biasa saja, berbeda dengan Moira yang terlihat kikuk. Moira memberanikan diri untuk mengulurkan tangannya yang langsung di sambut hangat oleh Ibram. Tapi sambutannya itu tidak benar-benar hangat. Telapak tangannya dingin sama dengan wajahnya. Itulah kesan yang Moira dapati dari suaminya saat ini.

Seperti keluarga pada umumnya, mereka melakukan sarapan bersama. Menu pagi ini juga sama saja, nasi goreng. Kali ini Moira yang membuatnya. Setelah sarapan Ayah pamit untuk jalan-jalan di sekitar kompleks. Hingga tersisa lah Moira dan Ibram di meja makan ini. Moira sangat terlihat canggung, tapi Ibram tetapi biasa saja. Bukan biasa aja, tapi terlihat seperti biasanya. Dingin.

“Hari ini aku tetap kerja, cutiku hanya sehari,” jelas Ibram.

Moira yang sedari tadi terfokus pada piringnya, mengangkat kepalanya. “Baju kerjanya…,” ucap Moira menggantung.

“Aku akan pulang ke rumah terlebih dulu,”

“Ah, iya.” Moira menganggukan kepala. Benar juga, toh baju-bajunya memang belum ia pindahkan kemari. Mereka memang berencana tinggal di rumah Ayah. Itu sudah jadi kesepakatan pada saat pertemuan ke dua.

“Kamu kuliah hari ini?” tanya Ibram kembali membuka percakapan.

“Iya,” jawab Moira singkat, seperti bukan dirinya. Dihadapan Ibram, Moira seperti kehilangan dirinya yang asli.

“Dijemput Akmal?” Moira langsung terbatuk setelah mulut Ibram mulus mengeluarkan pertanyaan itu.

“Kok tahu Akmal?” tanya Moira heran. Apa jangan-jangan suaminya itu stalker, pikirnya.

Ibram hanya mengangkat bahu acuh-tak-acuh. Sebenarnya dia tidak betul-betul ingin tahu hubungan Akmal dan Moira apa. Ibram tidak peduli, ia hanya ingin memastikan dengan apa Moira ke kampus karena jika diingat-ingat gadis itu tidak pernah berkendara sendiri.

“Ng…Mas Ibram,” panggil Moira ragu-ragu pada suaminya yang terpaut usia delapan tahun itu. Ibram menaikan sebelah alisnya. “Boleh enggak Moira nebeng ke kampus?” tanya Moira hati-hati. Sejujurnya ia siap dengan penolakan.

“Kenapa? Akmal gak jemput kamu sekarang?”

“Akmal ‘kan bukan tukang ojeknya Moira.”

“Jadi, aku tukang ojeknya kamu?” tanya Ibram seraya menautkan alisnya.

“Bukan. Bukan. Bukan gitu maksud Moira,” jelas Moira seraya mengibas-ibaskan tangannya di depan wajah. “Yaudah kalau enggak boleh,” ucapnya murung.

“Aku antar,” ucap Ibram akhirnya membuat wajah murung Moira sirna.

***

Sibuk dengan pikiran masing-masing sepertinya lebih menarik ketimbang memulai untuk membuka percakapan. Tak ada obrolan apa pun disepanjang jalan menuju rumah Ibram. Moira dan Ibram sama-sama diam.

Moira tentu saja bingung harus memulai percakapan dari mana, sementara Ibram memang tidak tertarik untuk membuka obrolan.

Tiba-tiba suara bersin Moira memecah keheningan di dalam mobil.

Yarhamkillah,” sahut Ibram setelah mendengar Moira mengucap hamdalah.

Moira merasakan sesuatu di bawah sana, rasanya tidak nyaman. Semakin lama semakin basah rasanya. Lalu Moira menepuk jidatnya. Saking kerasnya membuat Ibram menoleh padanya.

“Kenapa?” Ibram jelas terheran atas tingkah Moira di sampingnya. Dilihatnya Moira tengah menengok ke kanan dan ke kiri mengecek tempat duduk. Tunggu dulu, Ibram melihat sesuatu yang aneh di jok mobil yang Moira duduki. “Kamu datang bulan?” tanya Ibram terkejut setelah melihat ada bercak merah di sana.

“Hah?” teriak Moira sama terkejutnya dengan Ibram.

Kemudian Moira mengangkatkan sedikit pantatnya dan di dapati ada noda merah di celana dan jok mobil Ibram. Panik. Itulah yang Moira saat ini rasakan.

“Gimana ini, Mas.” Moira sangat merasa bersalah, saat ini wajahnya seperti anak kecil yang kehilangan lolipopnya. “Aku enggak tahu. Maaf, ya,” imbuhnya lalu mengigit bibir seraya menatap Ibram yang saat ini tengah terfokus ke depan untuk memarkirkan mobilnya di bahu jalan.

“Nanti bisa dibersihkan,” jelas Ibram menenangkan walau dengan tampang datarnya. “Kamu bawa pembalut?”

Moira menggeleng dengan ekspresi yang masih sama.

Ibram menghembuskan nafasnya kasar. “Tunggu di sini,” pintanya lalu turun dari mobil.

Mulanya Moira tidak tahu Ibram akan kemana, namun setelah melihat suaminya masuk ke dalam sebuah minimarket dirinya langsung menebak. Moira merutuk dirinya sendiri dalam hati, bagaimana bisa dirinya mempermalukan diri dengan seperti ini. Pakai acara tembus lagi. Menyebalkan. Dipukul-pukul kepalanya dengan frustasi.

“Nih,” sodor Ibram pada Moira. Sebungkus pembalut.

“Kok beli itu sih, Moira gak biasa pakai itu,” protes Moira. Ibram menatapnya dengan malas, bukannya berterima kasih pikirnya.

“Sama-sama,” sarkas Ibram seraya menyodorkan dengan kasar pada Moira.

“Eh, iya makasih,” ucap Moira merasa bersalah. “Tapi, masa pakai di sini?” protesnya lagi.

“Memangnya aku suruh ganti di sini?!” jawab Ibram ketus. “Sebentar lagi sampai ke rumah. Habis itu ke rumahmu lagi buat ganti pakaian.”

Moira menganggukan kepalanya. Ternyata si wajah dingin itu punya perikemanusiaan juga, pikirnya.

***

Ibram menyipitkan matanya tatkala mendapati seorang wanita yang tengah berdiri di depan gerbang rumahnya. Wanita tersebut tampak ragu-ragu untuk masuk.

Wanita itu sangat familiar. Tinggi semampai, rambut pendek sebahu berwarna coklat gelap. Tak lain dan tak bukan. Anindira Kala.

“Kamu tunggu di sini,” pinta Ibram pada Moira yang sedang terfokus pada ponselnya.

“Sudah sampai?” tanya Moira yang tak mendapatkan jawaban. “Benar sudah sampai.” Moira melihat Ibram yang terburu-buru keluar dari mobil, matanya mengikuti gerakan Ibram hingga membuat keningnya berkerut kala melihat Ibram menghampiri seorang wanita di sana.

Moira menyipitkan matanya, menelisik siapa gerangan? Sama sekali tak mengenali wanita itu.

“Ada apa kamu di sini?” tanya Ibram yang membuat Anindira terlonjak kaget.

“Ibram!” serunya kemudian memeluk Ibram. “Ibram aku mau menikah denganmu,” sambungnya dengan suara bergetar seperti menahan tangis. “Aku mendengar kamu akan menikah,” imbuhnya lagi.

Merasa Ibram tak membalas pelukan maupun ucapannya, Anindira mengurai pelukannya. Dilihatnya air muka Ibram tanpa ekspresi. Matanya terfokus melihat sesuatu di bawah sana.

“Ibram, kenapa kamu diam saja?”

“A-aku,” ucap Ibram terbata. “Anindira, aku minta maaf.” Kali ini Ibram menatap Anindira.

“Apa maksudmu?” Kerutan di kening Anindira bertambah dalam.

“Aku sudah menikah,” jawab Ibram pelan, bahkan nyaris berbisik.

Air mata Anindira jatuh. Hatinya bagai tertimpa sebuah beton. Bagaimana bisa Ibram melakukan ini padanya? Padahal mereka sudah berjanji akan selalu bersama. Tak percaya dengan apa yang dikatakan Ibram, Anindira menarik kerah baju Ibram yang masih mengenakan koko milik ayah mertuanya.

“Katakan kamu berbohong!” serunya dengan dua aliran sungai terbentuk pada pipinya.

“Maafkan aku.” Hanya itu yang bisa Ibram katakan. Andai di dalam mobil sana tidak ada Moira, tentu Ibram akan langsung memeluk Anindira. Menenangkan kekasihnya itu di dadanya, seperti dulu ketika Anindira menangis.

“Aku tidak akan memaafkanmu, Ibram.” Anindira melepaskan cengkraman tangannya pada baju Ibram. “Aku akan tetap menuntut janjimu, ikrarmu, yang akan selalu bersamaku,” pungkasnya terisak seraya melengos dan pergi meninggalkan Ibram yang membatu di tempatnya.

***

Halo, terima kasih sudah membaca! Cerita ini juga saya publish di Wattap :)

Wattpad: itsarney

IG: ceritaarney

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (5)
  • yurriansan

    @itsarney akunku yurriansan. klo kmu mau mampir dluan boleh, aku bksln lmbat feedbacknya. krena klo wattpad bsanya buka pke lptop, aku gk dnload aplikasinya. dan lptopku lg d service

    Comment on chapter BAB 1: Keputusasaan
  • itsarney

    @yurriansan akunku ini kak https://www.wattpad.com/user/itsarney
    ayo kak dengan senang hati ^_^

    Comment on chapter BAB 1: Keputusasaan
  • yurriansan

    @itsarney wattpad? Akunnya apa?
    Kbtulan critaku yg rahasia Toni aku publish d wattpad juga. Nnti bisa saling kunjung xD

    Comment on chapter BAB 1: Keputusasaan
  • itsarney

    @yurriansan Masya Allah Kak terima kasih sudah berkenan membaca cerita ini. Aamiin semoga Allah kabul, makasih doanya^_^
    Ah, ya. Cerita ini juga bisa dibaca di Wattpad^^

    Comment on chapter BAB 1: Keputusasaan
  • yurriansan

    Tulisanmu bagus ,πŸ˜„.
    Smoga ramai like ya

    Comment on chapter BAB 1: Keputusasaan
Similar Tags
Sisi Lain Tentang Cinta
713      384     5     
Mystery
Jika, bagian terindah dari tidur adalah mimpi, maka bagian terindah dari hidup adalah mati.
Farewell Melody
214      143     2     
Romance
Kisah Ini bukan tentang menemukan ataupun ditemukan. Melainkan tentang kehilangan dan perpisahan paling menyakitkan. Berjalan di ambang kehancuran, tanpa sandaran dan juga panutan. Untuk yang tidak sanggup mengalami kepatahan yang menyedihkan, maka aku sarankan untuk pergi dan tinggalkan. Tapi bagi para pemilik hati yang penuh persiapan untuk bertahan, maka selamat datang di roller coaster kehidu...
Wannable's Dream
33889      4878     42     
Fan Fiction
Steffania Chriestina Riccy atau biasa dipanggil Cicy, seorang gadis beruntung yang sangat menyukai K-Pop dan segala hal tentang Wanna One. Dia mencintai 2 orang pria sekaligus selama hidup nya. Yang satu adalah cinta masa depan nya sedangkan yang satunya adalah cinta masa lalu yang menjadi kenangan sampai saat ini. Chanu (Macan Unyu) adalah panggilan untuk Cinta masa lalu nya, seorang laki-laki b...
Temu Yang Di Tunggu (up)
15130      2410     12     
Romance
Yang satu Meragu dan yang lainnya Membutuhkan Waktu. Seolah belum ada kata Temu dalam kamus kedua insan yang semesta satukan itu. Membangun keluarga sejak dini bukan pilihan mereka, melainkan kewajiban karena rasa takut kepada sang pencipta. Mereka mulai membangun sebuah hubungan, berusaha agar dapat di anggap rumah oleh satu sama lain. Walaupun mereka tahu, jika rumah yang mereka bangun i...
Mendadak Halal
5657      1789     1     
Romance
Gue sebenarnya tahu. kalau menaruh perasaan pada orang yang bukan makhramnya itu sangat menyakitkan. tapi nasi sudah menjadi bubur. Gue anggap hal ini sebagai pelajaran hidup. agar gue tidak dengan mudahnya menaruh perasaan pada laki-laki kecuali suami gue nanti. --- killa. "Ini salah!,. Kenapa aku selalu memandangi perempuan itu. Yang jelas-jelas bukan makhrom ku. Astagfirullah... A...
Return my time
244      208     2     
Fantasy
Riana seorang gadis SMA, di karuniai sebuah kekuatan untuk menolong takdir dari seseorang. Dengan batuan benda magis. Ia dapat menjelajah waktu sesuka hati nya.
Crystal Dimension
276      184     1     
Short Story
Aku pertama bertemu dengannya saat salju datang. Aku berpisah dengannya sebelum salju pergi. Wajahnya samar saat aku mencoba mengingatnya. Namun tatapannya berbeda dengan manusia biasa pada umumnya. Mungkinkah ia malaikat surga? Atau mungkin sebaliknya? Alam semesta, pertemukan lagi aku dengannya. Maka akan aku berikan hal yang paling berharga untuk menahannya disini.
Ending
4511      1180     9     
Romance
Adrian dan Jeana adalah sepasang kekasih yang sering kali membuat banyak orang merasa iri karena kebersamaan dan kemanisan kedua pasangan itu. Namun tak selamanya hubungan mereka akan baik-baik saja karena pastinya akan ada masalah yang menghampiri. Setiap masalah yang datang dan mencoba membuat hubungan mereka tak lagi erat Jeana selalu berusaha menanamkan rasa percayanya untuk Adrian tanpa a...
Bersua di Ayat 30 An-Nur
744      336     3     
Romance
Perjalanan hidup seorang wanita muslimah yang penuh liku-liku tantangan hidup yang tidak tahu kapan berakhir. Beberapa kali keimanannya di uji ketaqwaannya berdiri diantara kedengkian. Angin panas yang memaksa membuka kain cadarnya. Bagaimana jika seorang muslimah seperti Hawna yang sangat menjaga kehormatanya bertemu dengan pria seperti David yang notabenenya nakal, pemabuk, pezina, dan jauh...
Sugar On Top
17      16     1     
Romance
Hazel Elodie adalah gadis manis berambut pirang dengan hati yang keras seperti baja. Bertahun-tahun setelah ia dan kakaknya, Sabina, 'dibuang' ke London, Hazel kembali ke kota kelahirannya dengan tekad untuk merebut kembali apa yang menjadi haknyaβ€”warisan keluarga yang dirampas secara licik. Namun, kepulangannya tak semudah yang ia bayangkan. Tanpa Sabina, si perisai emosinya, Hazel harus be...