Read More >>"> Salju yang Memeluk Awan [PUBLISHING IN PROCESS] (Takut) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Salju yang Memeluk Awan [PUBLISHING IN PROCESS]
MENU
About Us  

Beberapa minggu telah berlalu sejak kejadian mengerikan di Pangandaran itu. Aku dan Ryo tidak berbicara. Harus kuakui, aku memang sedikit keterlaluan. Aku harusnya tahu Ryo tidak mungkin sengaja menyerempet Jet Ski Devon. Itu kecelakaan. Dan toh Ryo akhirnya menolong Devon. Tapi tetap saja aku marah, dan lagi, aku tidak suka meminta maaf. Maaf itu tidak ada di kamusku. 

Aku dan Devon sedang meminum teh botol kami di tangga dekat kantin. Aku jadi terbawa Devon yang ternyata fans berat teh botol. Sekarang aku benar-benar 'apa pun makanannya, minumnya teh botol Sosro'. Tiba-tiba Devon berkata padaku bahwa dia akan pergi ke kelas sebentar untuk mengambil botol minumnya. Wajahnya pucat sekali jadi aku diam-diam mengikutinya.

"Yuki,," tiba-tiba aku mendengar suara Ryo dari belakang.

"Sst!" Aku melotot menatapnya sambil meletakkan jari telunjukku di depan bibir.

"Kita perlu bicara," lanjutnya.

"Kalo lo mau minta maaf mending lo simpen aja. Gue udah nggak marah kok sama lo," Aku tetap berbisik dan Ryo pun terlihat agak bingung.

"Ngapain sih lo bisik-bisik gitu?" 

Sebelum aku sempat menjawab tiba-tiba kudengar bunyi sangat keras seolah ada sesuatu yang jatuh. Seolah diputar dalam slow motion aku menengok dan melihat Devon sudah terbaring di lantai.

"DEVONNNNNNNN!" aku yakin itu teriakanku sendiri karena aku bisa merasakan keringat dingin di leherku dan jantungku yang berpacu dua kali lebih cepat.

Aku berlari ke arah Devon tanpa bisa kukontrol.

"Devon! Lo kenapa, von!? Bangun, von!!" teriakku, histeris.

Aku bisa melihat dari ujung mata kalau Ryo masih berdiri kaku di tempatnya.

"Ryo, lo ngapain?! Cepet telepon ambulans! Seseorang telepon ambulans, please!!" Aku tahu aku sudah benar-benar hilang kendali ketika tangisku pecah.

Semuanya terjadi seperti film sinetron yang di-slow motion dan di fast-forward di adegan-adegan tertentu. Aku bahkan tidak tahu kenapa air mataku tidak berhenti mengucur. Aku dan Ryo ada di dalam ambulans bersama dengan Devon ketika dia dibawa ke rumah sakit. Aku harus menyaksikan jantungnya dipompa dan dia dipasangi alat untuk membantunya bernapas. Aku memegang tangannya sepanjang jalan dan aku tidak tahu apakah tangannya yang dingin atau tangankulah yang dingin. 

Ryo hanya diam duduk di sana. Dia tidak bergerak dan bahkan tidak berekspresi. Dia bahkan bukanlah orang yang menelepon ambulans saat aku berteriak-teriak di sekolah tadi. Clanica lah yang menelepon ambulans untuk Devon dan untuk pertama kalinya aku berterima kasih pada cewek berisik itu. Aku ingin memukul Ryo rasanya. Apa sih yang dipikirkannya? 

Devon sedang di ruang ICU dan aku bersama Ryo duduk di kursi panjang di depan ruangan itu. Air mataku sudah kering dan aku kehabisan tenaga untuk mengatakan apa pun. Ryo masih tetap diam tak bergerak walaupun menurut film-film dia tuh seharusnya mengambilkanku minum atau setidaknya memelukku. Tiba-tiba kulihat Papa lari tergopoh-gopoh mendekatiku.

"Yuki sweetheart!" Papa segera memelukku begitu ia melihatku duduk dengan lemas.

"Apa yang terjadi? Papa dengar dari Pak Rahmat yang kebetulan datang ke sekolah lebih cepat bahwa kau pergi dengan temanmu dengan mengendarai ambulans," katanya dengan cemas.

"Aku tidak apa-apa, Pa. Tapi.."

"Tapi apa?" tanya Papa dengan tidak sabar.

"Devon, Pa.." jawabku sambil terisak.

"Siapa?"

"Temanku.. Temanku pingsan," tangisku pecah kembali.

"Aku.. Aku nggak tahu kenapa aku begitu takut saat dia pingsan, Pa. Aku belum lama mengenalnya. Tapi aku belum.. aku belum pernah merasa begitu takut kehilangan," aku menangis di pelukkan Papa.

"Sweetie, it's okay. It's okay. He is going to be okay," katanya berusaha menenangkanku.

Tanpa aku sadari, Ryo menyelinap pergi. Aku hanya berhasil melihat punggungnya yang menjauhi ruang ICU ketika aku sedang berada di pelukan Papa.

Ryo's Point of View

Aku tidak bisa merasa apa-apa ketika Devon jatuh begitu saja di depan mataku. Bisa dibilang dia itu adikku. Adik satu ayah. Dia terbaring kaku di dalam ambulans dan dipasangi berbagai alat, selang dan kabel. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku bahkan tidak tahu apa aku menyayanginya atau membencinya. Aku sangat takut karena wajahnya begitu pucat. Wajah itu sedikit banyak memang mirip wajahku. 

"Sial!" tanpa sadar aku sudah menonjok cermin di kamar mandi rumah sakit. 

Aku tahu darah sudah mengucur dari jari-jari tanganku tapi aku bahkan tidak merasa sakit. Rasanya hatiku berpuluh-puluh kali lebih sakit. Ingin rasanya aku menonjok-nonjok lagi cermin itu untuk mengebalkan rasa sakit yang tak terjelaskan di hatiku.

"Halo, Pa," Aku bisa mendengar suaraku sendiri bergetar ketika ayahku mengangkat teleponku.

"Halo, Ryo. Ada apa?" tanyanya di seberang sana.

"Devon.. Devon ada di rumah sakit, Pa," pandanganku mulai buram karena air mata.

Sial! Dengan kasar kutarik tissue yang disediakan di samping wastafel dan kuhapus air mata itu.

"Ryo, apa katamu? Devon ada di rumah sakit?"

"Iyah, Pa. Cepat ke sini. Aku nggak tahu harus bagaimana."

"Ryo, coba tenang dulu. Kamu ada di mana? Papa ke sana sekarang!"

"Aku ada di Rumah Sakit Harapan," Jawabku dengan singkat dan suara tercekat. Aku memutuskan telepon sebelu mendengar jawabannya karena tanganku bergetar hebat dan aku tidak ingin ayahku mendengar isakanku. Aku tidak mungkin menangisi Devon, pecundang itu. Aku tidak mau mengakuinya. Tidak!

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • Kang_Isa

    Keren. Lanjut, ya. Sukses selalu. :)

    Comment on chapter Prolog
  • TamagoTan

    @ikasitirahayu1 Salam kenal juga! :) Thank you dah mampir yah.

    Comment on chapter Prolog
  • ikasitirahayu1

    Salam kenal, kak

    Comment on chapter Sang Salju dan Sang Awan
Similar Tags
Altitude : 2.958 AMSL
658      443     0     
Short Story
Seseorang pernah berkata padanya bahwa ketinggian adalah tempat terbaik untuk jatuh cinta. Namun, berhati-hatilah. Ketinggian juga suka bercanda.
Just a Cosmological Things
748      412     2     
Romance
Tentang mereka yang bersahabat, tentang dia yang jatuh hati pada sahabatnya sendiri, dan tentang dia yang patah hati karena sahabatnya. "Karena jatuh cinta tidak hanya butuh aku dan kamu. Semesta harus ikut mendukung"- Caramello tyra. "But, it just a cosmological things" - Reno Dhimas White.
Kepada Gistra
434      322     0     
Short Story
Ratusan hari aku hanya terfokus mengejar matahari. Namun yang menunggu ku bukan matahari. Yang menyambutku adalah Bintang. Kufikir semesta mendukungku. Tapi ternyata, semesta menghakimi ku.
Rumah yang Tak Pernah Disinggahi Kembali
397      280     0     
Short Story
Tawil namanya. Dia berjalan hingga ke suatu perkampungan. Namun dia tidak tahu untuk apa dia berada di sana.
NWA
1862      760     1     
Humor
Kisah empat cewek penggemar boybend korea NCT yang menghabiskan tiap harinya untuk menggilai boybend ini
SERENA (Terbit)
15932      2797     14     
Inspirational
Lahir dalam sebuah keluarga kaya raya tidak menjamin kebahagiaan. Hidup dalam lika-liku perebutan kekuasaan tidak selalu menyenangkan. Tuntutan untuk menjadi sosok sempurna luar dalam adalah suatu keharusan. Namun, ketika kau tak diinginkan. Segala kemewahan akan menghilang. Yang menunggu hanyalah penderitaan yang datang menghadang. Akankah serena bisa memutar roda kehidupan untuk beranjak keatas...
A Place To Remember
988      601     5     
Short Story
Cerpen ini bercerita tentang kisah yang harus berakhir sebelum waktunya, tentang kehilangan, tentang perbedaan dunia, juga tentang perasaan yang sia-sia. Semoga kamu menyukai sepotong kisah ini.
SEBUAH KEBAHAGIAAN
498      385     3     
Short Story
Segala hal berkahir dengan bahagia, kalau tidak bahagia maka itu bukanlah akhir dari segalanya. Tetaplah bersabar dan berjuang. Dan inilah hari esok yang ditunggu itu. Sebuah kebahagiaan.
Ikhlas, Hadiah Terindah
577      357     0     
Short Story
Menceritakan ketabahan seorang anak terhadap kehidupannya
Transformers
234      196     0     
Romance
Berubah untuk menjadi yang terbaik di mata orang tercinta, atau menjadi yang selamat dari berbagai masalah?