Every person is a new door to a different world.
-Unknown-
Anna.
Dua hari di Bandung cukup membuatku ter - distract dari Harrys. Dan yang tidak pernah ku sangka, Papa dan Mama sangat senang mengetahui aku akan menginap di Bandung selama seminggu saat aku baru sampai di rumah dua hari yang lalu. Itu menyadarkanku tentang betapa selama ini aku terlalu fokus pada Harrys hingga melupakan kedua orang tuaku yang hanya memilikiku sebagai anak tunggal.
Selama lima tahun berhubungan dengan Harrys, aku tidak pernah cuti untuk pulang ke rumah. Pergi bersama Harrys adalah pilihanku, entah itu ke Bali, Maldives, Raja Ampat, Macau, Thailand atau ke New York. Aku hanya sesekali pulang di sabtu minggu saat Harrys tidak berada di apartemen. Dan sejak Harrys semakin sering pergi, aku pun semakin sering pulang ke rumah saat weekend. Dan cuti kali ini sebenarnya tidak pernah aku rencanakan sebelumnya. Aku hanya tiba-tiba ingin pulang ke rumah dalam waktu yang cukup lama dengan satu alasan, menghindari Harrys untuk sementara waktu.
Perubahan Harrys yang cukup drastis membuatku banyak berpikir beberapa bulan ini. Ia tidak seperti Harrys yang aku tahu sebelumnya. Harrys lebih sering ke luar negeri di luar jadwal yang aku ketahui dan ia tidak pernah lagi mengajakku. Ia juga sulit sekali dihubungi saat berada di luar negeri. Sebelumnya, seberapa sibukpun dirinya mengurusi bisnisnya, ia pasti akan menyempatkan untuk menelepon di sela-sela waktunya. Setiap malam ia juga akan menelepon untuk bercerita tentang banyak hal sampai ia ketiduran. Harrys is used to be that sweet person. But now, he's changed into someone I never know.
Aku duduk sendiri di gazebo belakang rumah. Tanganku menggenggam i-pad dan melihat lagi memori-memori yang tersimpan dalam sebuah foto atau video. And the sweetest gift Harrys ever gave to me was the video of his sweet words ever. Harrys bukanlah tipe pria yang akan sempat untuk membuat video-video bahkan menyimpan semua foto-foto bersama. Namun, di video yang ia berikan saat itu adalah Harrys mengumpulkan foto-foto kami dan menjadikannya video yang membuatku terharu saat itu. Then, in the end of his video, He with his warm smile said,
"Anna, I may not be the best man you ever had. I could not be that sweet man. But, I will do everything to give the best for you, to make you smile the brightest smile ever, to give you all happiness in the world. Anna, I'm just a man who really into you, so please Anna, do not ever think of leaving me. I love you Anna. Happy birthday!"
Dan sekali lagi, airmataku tidak terbendung setiap kali Harrys mencuat dalam pikiranku karena aku tahu Harrys tidak akan melakukan hal semacam ini lagi jika mengingat apa yang ia katakan beberapa hari yang lalu.
"Anna?" sebuah suara mengagetkanku dan seketika aku menghapus airmataku. Aku menoleh ke asal suara dan di sampingku sudah berdiri sesosok pria yang sedang tersenyum padaku.
Pria dengan tinggi sekitar 185 cm, kulit kuning kecoklatan namun memiliki wajah yang bersih itu lalu duduk di sampingku sebelum aku mempersilakan. Mataku masih mengawasi wajahnya. Di sekitar rahangnya tumbuh jenggot tipis yang dicukur rapi dan rambutnya, with top knot style. Ia mengenakan kemeja denim dan celana jeans. Over all, he's just that eye-catching man!
Aku tidak mengenal pria yang tiba-tiba berada di gazebo belakang rumahnya. Aku juga tidak punya saudara laki-laki yang kemungkinan membawa temannya ke rumah. Then, who is that man?
"Hai." Pria itu tersenyum dan menggugahku dari memandanginya dengan bingung.
"Gue Nathan. Masih ingat?" ucapnya lagi.
Aku mencoba memutar ulang memori dan mengingat siapa pria yang sedang duduk di sampingku ini. Namun, tidak satu pun memoriku menyimpan wajah pria itu.
"Nama yang familiar, tapi tidak dengan wajah." Jawabku.
"Singapore sling? Masquarade party?" Nathan masih berusaha membantuku untuk mengingat.
Aku langsung tertawa kecil saat ingatanku membawaku ke bartender yang aku temui di masquerade party yang ku datangi bersama Harrys namun berakhir dengan diabaikan.
"Bagaimana bisa elo tiba-tiba ada di belakang rumah gue?" Aku bertanya namun sedikit menyelidik.
"Papa yang pengen kita kenalan, Ann." Jawab Nathan.
Aku mulai mengerti sekarang. Tadi pagi memang Papa bilang kalau nanti anak dari teman kerjanya akan datang ke rumah sehingga dia bisa berkenalan denganku. Namun karena suasana hati yang sedang tidak bagus, Aku mengabaikan ucapan Papa. Dan siapa yang sangka kalau pria yang akan dikenalkan denganku adalah bartender yang justru telah aku temui lebih dulu.
"Oh, I see. Sorry gue lagi nggak fokus soalnya."
"It's okay Ann." Jawab Nathan. Pria ini memiliki mata yang sangat teduh dan cara bicara yang tenang, diluar dari penampilannya yang sedikit urakan, nilaiku.
"Gue denger dari Papa elo cuti seminggu di Bandung ya?" tanya Nathan.
Aku menjawabnya dengan anggukan saja dan senyum tipis.
"Udah jalan – jalan kemana saja?" tanya Nathan.
"Hibernasi di rumah aja sih. Mau ke mana-mana juga males." Jawabku.
"Sayang lo Ann, libur tapi di rumah aja. Mau ikut gue?"
Aku menoleh pada Nathan. Baru benar-benar bertemu dan berkenalan dengan benar hari ini, dan dia sudah berani mengajak jalan.
"Mau ke mana?"
"Gue mau ngambil gambar aja sih, mumpung ke Bandung." Jawab Nathan.
"Fotografer?"
"Bukan sih. Cuma suka aja. Gimana mau ikut besok?" Nathan masih saja mengajak. Dari yang ku lihat ia berharap aku mengiyakan ajakannya.
"Kita liat besok aja ya Nate." Jawabku ragu-ragu.
"Itu bukan jawaban Anna. Just say yes or no." Nathan terdengar tegas.
"Next time then." Jawabku dengan tegas pula. Aku masih gamang dengan kondisiku sekarang, ditambah aku baru saja mengenalnya dengan benar, jadi aku masih enggan jika harus keluar bersama dengannya. Meskipun aku tahu, Papa pasti akan mengenalkanku pada pria baik, tetapi untuk jalan bersama pria lain, aku masih menjaga perasaan Harrys sebagai pasanganku.
Meskipun aku baru saja menolaknya, kami berdua masih berlanjut dengan berbincang tentang satu sama lain. Mencoba untuk mengenal pribadi masing – masing. Dan dari cerita yang keluar dari mulut Nathan, Aku bisa menyimpulkan Nathan adalah pria yang bebas dan menyenangkan. Ia adalah seorang wiraswasta yang mempunya café yang sudah tersebar di beberapa kota besar di Indonesia. Ia juga mempunyai galeri foto yang di sana ia menyimpan ratusan foto yang ia ambil saat menjadi traveller. Pria ini memiliki pengamalan hidup yang luar biasa di usianya yang mencapai 32. Dia sudah pergi ke beberapa negara dan merasakan hidup di budaya yang berbeda – beda. Satu hal yang perlu dicatat di sini adalah ia tidak menggunakan uang orang tuanya untuk berkeliling ke beberapa negara. Ia menghasilkan uang sendiri sejak kuliah di Inggris. Ia pernah menjadi wartawan ataupun kameramen media asing. Ia juga pernah menjadi bartender saat ia membutuhkan uang lebih agar bisa pergi ke negara lainnya.
"So, you're wandering around for years?" aku merasa takjub dengan pengalaman hidupnya.
Satu hal lagi yang membuat ku senang mendengar ceritanya adalah caranya bercerita. Ia tidak sedikitpun terkesan sombong ataupun pamer. Dia hanya bercerita dengan wajah lempengnya namun terdengar antusias.
"Yep."
"Dan sekarang masih pengen kemana lagi?"
"Sekarang di Indonesia aja sih Ann. Fokus sama kerjaan. Udah bukan waktunya lagi muter – muter kesana kemari lagi." Jawabnya.
"Kenapa Nate?"
"Ya enggak pa pa Ann. Cuma udah ngerasa tua aja sih. Waktunya kerja serius dan hidup yang bener."
Aku mengangguk-angguk. "Maksudnya mau nikah ya?"
Nathan tertawa kecil mendengar pertanyaanku. "Ya kalau ada yang mau di nikahi Anna."
"Trus kalau enggak ada yang mau dinikahi?" Aku bertanya sembari tertawa karena aku tidak bersungguh-sungguh dengan pertanyaanku.
"Apes deh nasib gue. Cuma hidup sama anak-anak tapi enggak ada istri." Jawabnya sambil tertawa.
"Elo udah punya anak?" Aku sedikit kaget dengan jawaban Nathan. Dan itu membuatku mempertanyakan pilihan Papa.
"Nanti kalau elo sudah mengiyakan ajakan gue. Gue kenalin ke mereka." Jawab Nathan dengan begitu semangatnya.
More than one? Aku memaksakan untuk tersenyum namun dengan sejuta pertanyaan di kepala. Mataku menatap Nathan dengan hati yang bertanya, benarkah pria ini seorang single dad?
Nathan.
Looking at you. Seeing you smile. Being with you closely. Aku merasa sangat bahagia, meskipun aku tahu tidak akan mudah jalan yang aku pilih ini. Mendekati Anna bukanlah sesuatu yang mudah. Papanya bahkan juga mengatakan hal seperti itu. Walaupun, aku sudah lebih dulu mengetahuinya sebelum Papa bercerita banyak hal tentang Anna.
Sejak pertemuan pertama di pesta itu, aku sudah merasakan hatiku bergetar lagi setelah sekian lama aku menutupnya. Dan aku memberanikan diri untuk menyapanya dengan menawari segelas Singapore Sling. Walaupun pembicaraan waktu itu hanya singkat, ketertarikan itu membuatku semakin ingin mengenalnya. Namun, genggaman tangan dari pria yang ada didekatnya saat itu juga membuatku tahu kalau dia sudah menjadi milik seseorang. Dan orang itu bukanlah orang biasa. Dia adalah CEO dari perusahaan multinasional yang memiliki gurita bisnis di luar negeri juga. Kenyataan itu cukup menyakitkan, namun bukankah tidak ada yang mengalahkan kekuatan sebuah doa? Karena mulai saat itu Ann, aku selalu menyebutkan namamu di setiap sujudku.
-00-