Loading...
Logo TinLit
Read Story - Langit Jingga
MENU
About Us  

“Ra, bangun.”

 

Jarum jam menunjukkan pukul delapan tepat. Sinar mentari telah menerobos jauh dari luar jendela, membawa rasa hangat sekaligus hawa dingin secara bersamaan. Lyra meringkuk. Ia baru ingat bahwa Kota Cirebon yang panas telah ditinggalkannya, setelah mendengar kabar sang bapak. Kuningan asri, sungguh sejuk dan damai.

 

“Jam delapan?” Gadis itu terbelalak. Bagaimana tidak? Ia yang biasa terbangun pagi buta ketika kerja karena harus berangkat jam tujuh tepat, malah bangun sejam dari waktu dimana seharusnya sudah beraktivitas. “Ibu ‘kok nggak bangunin teteh, hoaamm,” protesnya seraya menggeliat.

 

Wanita dengan hijab pendek dan daster se-mata kaki menyahut, setelah membuka tirai jendela, “Gimana mau bangunin, teteh tidur kaya kebo,” kelakar ibu lantas meninggalkan kamar. “Kebooo, kebooo,” sahut Varsya—adiknya—yang ternyata masih berada di rumah.

 

“Berisik, Syapir!” sungut Lyra sambil merapikan selimut, meski tidak rela meninggalkan benda hangat itu sekarang. Ia sungguh rindu udara dingin ini, bergemul dibalik kain tebal dan meringkuk seperti tadi. Andai Cirebon memiliki hawa yang sama. Atau, andaikan dia bisa bekerja dengan gaji serupa di kota kelahirannya ....

 

Memang bak pinang dibelah dua wajah Lyra dengan sang ibunda, namun tidak demikian pada adiknya. Tetapi jangan tanya, bagaimana ributnya mereka! “Keboo belum mandi, masih bau jigong.”

 

Lyra menoleh garang, “Bodo amat, yang penting teteh nggak suka bolos.”

 

Varsya yang sebelumnya hanya duduk di sofa ruang tamu—letaknya di depan kamar Lyra— mendelik kesal. “Sotoy ayam!” dengusnya kemudian kembali fokus pada layar handphone.

 

“Lah, apa namanya dong kalau hari sekolah tapi malah santuy di rumah? Gurunya nyuruh home schooling karena capek? Ngaco! Hahaha,” seru gadis yang rambutnya mengembang mirip singa hutan kelaparan itu, sembari berjalan lunglai menuju kamar mandi.

 

Belum sampai semenit, kepala gadis itu mencuat kembali dari balik dinding yang memisahkan ruang televisi dengan kamar mandinya. “Syapir, kamu nganter bapak ke rs.?”

 

“Aku mau ke Kuningan. Ada acara organisasi, Teh!”

 

Lyra manggut-manggut, kemudian menyampirkan handuk di lehernya, yang telah dia ambil dari gantungan depan kamar mandi. Ia menghela napas. “Aku kuat. Aku harus kuat, iya!”

 

***

 

“O-operasi?” Pekiknya terbata. Bukankah penanganan medis tersebut menelan biaya yang tidak sedikit? Salivanya diteguk secara kasar, seakan berusaha menelan pahit kabar berita yang menghampiri, meski sulit. Terbayang kini puluhan kertas lembaran merah dengan nominal angka nol lima digit, yang sulit digapainya. Pun baru setahun lebih merantau, untuk kiriman kepada orang tua juga seadanya. Uang dari mana sebanyak itu?

 

“Tumornya ganas, kata dokter harus dilaksanakan secepatnya, itulah tujuan kita membawa bapakmu kemari.”

 

Lyra masih linglung, “Ibu tidak bilang harus ada operasi ... Kalau Ibu bilang, mesti Lyra membawa uang lebih kemari. Kita ‘kan bukan anggota BPJS.” Raut gadis itu bertambah sedih. Dipandangnya tubuh lelaki tua yang kian renta, kurus dengan wajah kesakitan yang menyayat pilu. Cairan infus yang menetes, menambah gusar jiwa Lyra. “Rumah sakit ini sangat besar, Bu,” gumamnya hampir tidak terdengar.

 

Ibunya menghela napas berat, “Sedang Ibu usahakan, Ra. Alhamdulillah pemerintah desa dapat membantu, lumayan untuk menutupi biaya operasi. Hanya jika masih kurang, itu yang masih membebani Ibu.”

 

Ia sedikit lega, setidaknya untuk saat ini. “Kalau begitu, nanti Lyra coba pinjam sama bos Lyra. Yang penting bapak sembuh,” ucapnya lantas mengusap peluh di kening bapaknya, yang masih menunggu proses registrasi dari rumah sakit. Terlalu ramai, juga kesiangan. Mereka mendapat penanganan dari IGD terlebih dahulu agar bapaknya mendapat pereda nyeri sementara. “Ayah pasti kuat,” bisik gadis itu di sisi ayahnya. Sedang sosok pria yang merupakan cinta pertama sang putri jelita, memejamkan mata dalam rasa sakit.

 

Waktu berlalu, sudah satu jam hening. Lyra sibuk menatap sedih pada alat pengontrol detak jantung milik pasien sebelah, yang ia sendiri tidak tahu apa namanya. Karena penasaran, ditengoklah sosok dibalik tirai penutup itu, yang menjadi sekat penghalang pandangan antara satu pasien dengan yang lainnya. Sedang ibunya tidur di sisi sang ayah, jua lelaki tersayangnya sedang berjuang hidup dengan penderitaan yang mungkin akan segera diangkat. Lyra sangat berharap lebih.

 

Dengan takut dirinya mengkokohkan nurani. “Astagfirullah ...” Dua wanita hebat yang menjaga seorang balita, terkejut akan ‘mata’ yang seakan mengintai mereka sedari tadi. Lyra terenyuh, bukan was-was karena ketahuan mengintip tanpa izin aktivitas orang lain tanpa izin—seperti yang seharusnya. Tubuh mungil diberondong dengan banyak tempelan di sekitar dada, dimana bajunya tersingkap. Berbeda dengan ekspresi Lyra yang hampir menangis, anak itu hanya diam menggenggam jemari wanita muda yang diperkirakan sebagai ibunya. Dua perempuan di kanan dan kiri balita pun juga tersenyum.

 

“Neng, ada apa?” tanya salah seorang yang nampak seperti nenek si adik kecil. Lyra hanya menggeleng, dan memaksakan wajah-aku-hanya-lewat-bu.

 

“Mau lihat si dedek yah?” tanya ibu dari anak tersebut. Lagi-lagi Lyra hanya menjawab dengan isyarat tubuh, ia mengangguk. Dengan sisa rasa penasaran yang sebagian sudah menjadi keibaan, didekatinya anak itu. Mengecup keningnya sekilas, lantas bulir bening yang memupuk di mata hampir saja jatuh. Buru-buru ia tahan sekuat tenaga. “Terima kasih sudah menjenguk.”

 

Menjenguk? Ini hanya kebetulan, sebenarnya. Dan terlanjur juga, sudah sampai sejauh ini. Biasanya ia tidak gegabah ikut campur dalam suatu hal, apalagi jika sama sekali tidak kenal. “Anu, Bu. Dedek sakit apa?” tanya Lyra akhirnya. Ia meraba pergelangan adik kecil yang didekatnya terletak sebuah selang infus, membelai perlahan.

 

“Jantung bocor,” jawab si ibu santai, berbanding terbalik dengan Lyra yang seakan ingin roboh. “Umurnya sekarang tiga tahun, tapi dari kecil memang jantungnya bermasalah. Harus sering dirawat jadinya.”

 

Lyra menutup mulutnya rapat. Oh, Tuhan. Sebegitu lemahnya aku. Sebegitu tidak bersyukurnya aku.

 

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • PenaLara

    @yurriansan Siyap, Mom. Thank you ^^

    Comment on chapter Bagian 3 - Langit; Awan Mendung
  • yurriansan

    @PenaLara waaah aku dpet julukan baru lgi di Tinlit wkwkwk.
    eh sma kok, aku juga msh bljar. lapakku aja bnyak kritikan juga.

    update chapter bru dlu, next aku bca2 lg ya...

    Comment on chapter Bagian 2 - Jingga; Penenang Jiwa
  • PenaLara

    @yurriansan thanks mommy,masih belajar πŸ˜…. Semoga mommy mau sering-sering krisan karyaku 😍

    Comment on chapter Bagian 2 - Jingga; Penenang Jiwa
  • yurriansan

    Dari yg aku bca, aku blum mnmukan "greget" d crita ini, mungkin kamu hrus cpt2 tmbh chapter baru, biar trjawab :D.
    Klau boleh saran, tuljsanmu udah rapi dan diksinya bagus, tpi lbh bags lg klo lebih Showing. supay cerirany lbh hidup

    Comment on chapter Bagian 2 - Jingga; Penenang Jiwa
Similar Tags
Can You Be My D?
97      87     1     
Fan Fiction
Dania mempunyai misi untuk menemukan pacar sebelum umur 25. Di tengah-tengah kefrustasiannya dengan orang-orang kantor yang toxic, Dania bertemu dengan Darel. Sejak saat itu, kehidupan Dania berubah. Apakah Darel adalah sosok idaman yang Dania cari selama ini? Ataukah Darel hanyalah pelajaran bagi Dania?
Begitulah Cinta?
17831      2689     5     
Romance
Majid Syahputra adalah seorang pelajar SMA yang baru berkenalan dengan sebuah kata, yakni CINTA. Dia baru akan menjabat betapa hangatnya, betapa merdu suaranya dan betapa panasnya api cemburu. Namun, waktu yang singkat itu mengenalkan pula betapa rapuhnya CINTA ketika PATAH HATI menderu. Seakan-akan dunia hanya tanah gersang tanpa ada pohon yang meneduhkan. Bagaimana dia menempuh hari-harinya dar...
Story Of Chayra
13344      3281     9     
Romance
Tentang Chayra si cewek cuek dan jutek. Sekaligus si wajah datar tanpa ekspresi. Yang hatinya berubah seperti permen nano-nano. Ketika ia bertemu dengan sosok cowok yang tidak pernah diduga. Tentang Tafila, si manusia hamble yang selalu berharap dipertemukan kembali oleh cinta masa kecilnya. Dan tentang Alditya, yang masih mengharapkan cinta Cerelia. Gadis pengidap Anstraphobia atau phobia...
IDENTITAS
709      484     3     
Short Story
Sosoknya sangat kuat, positif dan merupakan tipeku. Tapi, aku tak bisa membiarkannya masuk dan mengambilku. Aku masih tidak rela menjangkaunya dan membiarkan dirinya mengendalikanku.
Story of time
2406      949     2     
Romance
kau dan semua omong kosong tentang cinta adalah alasan untuk ku bertahan. . untuk semua hal yang pernah kita lakukan bersama, aku tidak akan melepaskan mu dengan mudah. . .
Pisah Temu
1058      567     1     
Romance
Jangan biarkan masalah membawa mu pergi.. Pulanglah.. Temu
Tumpuan Tanpa Tepi
11397      3158     0     
Romance
Ergantha bercita-cita menjadi wanita 'nakal'. Mencicipi segala bentuk jenis alkohol, menghabiskan malam bersama pria asing, serta akan mengobral kehormatannya untuk setiap laki-laki yang datang. Sialnya, seorang lelaki dewasa bermodal tampan, mengusik cita-cita Ergantha, memberikan harapan dan menarik ulur jiwa pubertas anak remaja yang sedang berapi-api. Ia diminta berperilaku layaknya s...
A Poem For Blue Day
235      182     5     
Romance
Pada hari pertama MOS, Klaudia dan Ren kembali bertemu di satu sekolah yang sama setelah berpisah bertahun-tahun. Mulai hari itu juga, rivalitas mereka yang sudah terputus lama terjalin lagi - kali ini jauh lebih ambisius - karena mereka ditakdirkan menjadi teman satu kelas. Hubungan mencolok mereka membuat hampir seantero sekolah tahu siapa mereka; sama-sama juara kelas, sang ketua klub, kebang...
CHERRY & BAKERY (PART 1)
4307      1158     2     
Romance
Vella Amertaβ€”pindah ke Jakarta sebagai siswi SMA 45. Tanpa ia duga kehidupannya menjadi rumit sejak awal semester di tahun keduanya. Setiap hari dia harus bertemu dengan Yoshinaga Febriyan alias Aga. Tidak disangka, cowok cuek yang juga saingan abadinya sejak jaman SMP itu justru menjadi tetangga barunya. Kehidupan Vella semakin kompleks saat Indra mengajaknya untuk mengikuti les membuat cu...
PALETTE
539      295     3     
Fantasy
Sinting, gila, gesrek adalah definisi yang tepat untuk kelas 11 IPA A. Rasa-rasanya mereka emang cuma punya satu brain-cell yang dipake bareng-bareng. Gak masalah, toh Moana juga cuek dan ga pedulian orangnya. Lantas bagaimana kalau sebenarnya mereka adalah sekumpulan penyihir yang hobinya ikutan misi bunuh diri? Gak masalah, toh Moana ga akan terlibat dalam setiap misi bodoh itu. Iya...