Loading...
Logo TinLit
Read Story - Langit Jingga
MENU
About Us  

Sudah pukul lima sore, perempuan itu malah mampir ke sebuah saung di sisi jalan, beberapa gang sebelum tempat tinggal sementaranya di perantauan. Langit masih cerah, tentu. Guratan jingga belum sepenuhnya mengisi pendar cahaya, yang sebelumnya berwarna biru-putih. Kedua kaki mengayun pelan menikmati melodi alam. Tenang, menyenangkan.

 

Yaa habiibal qolbiii ...

 

Dering handphone menggema, terlantun sholawat yang memang sengaja disetel untuk panggilan masuk. Lyra mengangkat benda tersebut dan memulai obrolan dengan pemanggil, ternyata ibunya.

 

“Waalaikumsalam,” ujar Lyra dengan suara lembut. “Iya, teteh baik disini. Ibu sama Bapak gimana? Adek sekolahnya lancar, Bu?”

 

Lyra tertegun sebentar, menunggu jawaban dari seberang. Baru beberapa saat ia mendengarkan, raut yang semula cerah berubah masam.

 

Kulit wajah gadis itu memerah, sendu menyelimuti. Gejolak yang memuncak ditahannya, dengan perlahan menutup telepon. “Teteh kesana secepatnya, Bu. Assalamualaikum,” sahutnya mengakhiri pembicaraan.

 

Tangis tumpah, kepala menengadah pada barisan awan yang telah hampir seluruhnya terkontaminasi jingga. Teringat sepotong kalimat yang ia dengar kemarin, Mario Teguh dadakan.

 

Gelar macam apa itu? “Tidak pantas, tidak pantas!” pekik Lyra kepada diri sendiri. Kuat di luar, namun rapuh di dalam. Lyra ingin menangis sejadi-jadinya. Namun segera air mata diseka, lantas bangkit dan merapikan penampilan. Kemudian berlari sekencang-kencangnya.

 

**

 

Sekali lagi, sepoi angin perlahan menyapu duka yang sempat mendera. Meski sembab, Lyra nyatanya telah berhasil meyakinkan diri, berusaha untuk tidak terluka. Untung saja pimpinan restaurant tempat ia bekerja memberi izin cuti dadakan kepadanya selama seminggu, bahkan bisa ditambah jika memang belum cukup.

 

“Aku memang cengeng,” katanya memaki diri sendiri. Kemudian memasang headset di telinga untuk meminimalisir pandangan orang terhadap dirinya, yang mungkin di anggap gila karena berbicara sendiri. Yah, meski sebenarnya ia tidak menyetel musik satupun. “Masalah begini saja aku down, padahal sudah sering mendengar curhatan teman-teman tentang beban mereka yang lebih berat dari pada diriku. Ah, remahan rengginang.”

 

Kedua telapaknya ia masukkan ke dalam jaket jeans, setelah sebelumnya memasang masker untuk menghindari ‘godaan’ orang-orang iseng sepanjang jalan, meski tidak terlalu ampuh. Setidaknya, Lyra sedikit merasa nyaman dari manusia kurang kerjaan itu.

 

Ia menerawang pada jalanan kota Cirebon yang ramai. Memang sengaja Lyra melewati jalan raya, tidak seperti biasanya yang melewati jalan pintas. Seperti saat duduk di saung pinggir jalan tadi, misalnya. Mungkin kebisingan dan pemandangan senja yang mulai pudar, dapat mengobati kepanikan diri atas kabar buruk yang baru saja diterima.

 

Lyra menarik napas dalam-dalam. Menguatkan kaki yang lemas atas kecemasan yang tidak juga menghilang. Dada terasa sesak, dan bulir bening kian menyesak. Berulang kali ditengadahkan wajah yang memerah menghadap langit, menahan agar emosi tidak tumpah. Karena sekali menangis, sulit bagi gadis itu untuk berhenti. “Tidak, aku tidak boleh menyerah. Mario Teguh dadakan!”

 

**

 

“Kamu mau pulang?” tanya Vena, yang baru saja mencapai daun pintu. Ketika didapatinya rekan sekamar tengah bergelut dengan beberapa pakaian dan bawaan lain, sampai ia lupa mengucap salam.

 

“Waalaikumsalam,” sahut Lyra, masih terfokus pada tumpukan pakaian yang tengah disusunnya pada sebuah tas berukuran sedang. “Lima rasanya cukup,” katanya setelah menghitung isi tas tersebut.

 

“Hei, Lyra. Pertanyaan aku nggak dijawab.”

 

Lyra menoleh sebentar pada temannya. Sosok pria asing mengikuti gadis itu dari belakang, Lyra hanya mengulas senyum tipis. Sedikit tampan bermata sipit, namun gaya lelaki itu membuat Lyra bergidik. Tatto di dada kanan yang terlihat sedikit meski tertutup kerah pakaian, anting hitam—yang entah namanya apa—tersemat pada telinga kiri, kemudian rambut cepak dengan warna coklat di beberapa helai bagian depan. Pasti dialah yang dimaksud Vena tempo hari. Gadis itu hanya beristigfar setelah mengetahui first sight sahabatnya, yang memiliki type jauh berbeda dari gebetan terakhir Vena di masa sekolah.

 

“Kamu sendiri nggak ngucap salam. Udah kaya setan, deh.”

 

“Assemm.”

 

“Lain kali, kalau mau dianggap, ya pakai etika masuknya.” Dia sudah masa bodoh dengan sahabatnya yang mungkin tersinggung. Karena etika adalah nomor satu dimanapun, termasuk kepada orang yang telah sangat dekat dengannya. Setidaknya hal tersebut ajaran orang tua dan guru yang berusaha diingat meski telah sangat jauh dari rumah. Lyra menggendong bawaannya, kemudian memakai sandal selop yang terdapat di belakang pintu. “Aku pulang, ya.”

 

”Eh, tapi kamu pulang kenapa?”

 

“Bapakku masuk rumah sakit, aku izin kerja seminggu,” tutur Lyra dengan susah payah menahan massa tas yang ternyata lebih berat dari dugaan. Padahal, isinya haya beberapa baju, oleh-oleh yang dibeli mendadak sepulang kerja, dan make up serta peralatan penunjang yang rutin dibawa kemana-mana. “Kamu baik-baik, ya. Jangan macem-macem. Jangan rindu.”

 

“Pret.” Vena terkikik geli.

 

Mereka bersalaman, kemudian Lyra menunduk melewati lelaki yang kemungkinan mengantar Vena pulang. “Maaf, Mas. Laki-laki dilarang masuk kost wanita. Assalamualaikum.”

 

“Waalaikumsalam. Hati-hati, Bu Hajah.”

 

Lyra memoleh pada daun pintu sekali lagi, mendapati Vena masih berdiri disana. Sedang si pria terduduk di lantai kosong depan kamar kost mereka. Hatinya sedikit lega. “Kalau rindu bilang, ya,” pekik Lyra seraya tertawa.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • PenaLara

    @yurriansan Siyap, Mom. Thank you ^^

    Comment on chapter Bagian 3 - Langit; Awan Mendung
  • yurriansan

    @PenaLara waaah aku dpet julukan baru lgi di Tinlit wkwkwk.
    eh sma kok, aku juga msh bljar. lapakku aja bnyak kritikan juga.

    update chapter bru dlu, next aku bca2 lg ya...

    Comment on chapter Bagian 2 - Jingga; Penenang Jiwa
  • PenaLara

    @yurriansan thanks mommy,masih belajar πŸ˜…. Semoga mommy mau sering-sering krisan karyaku 😍

    Comment on chapter Bagian 2 - Jingga; Penenang Jiwa
  • yurriansan

    Dari yg aku bca, aku blum mnmukan "greget" d crita ini, mungkin kamu hrus cpt2 tmbh chapter baru, biar trjawab :D.
    Klau boleh saran, tuljsanmu udah rapi dan diksinya bagus, tpi lbh bags lg klo lebih Showing. supay cerirany lbh hidup

    Comment on chapter Bagian 2 - Jingga; Penenang Jiwa
Similar Tags
Letter hopes
1137      626     1     
Romance
Karena satu-satunya hal yang bisa dilaukan Ana untuk tetap bertahan adalah dengan berharap, meskipun ia pun tak pernah tau hingga kapan harapan itu bisa menahannya untuk tetap dapat bertahan.
Loading 98%
652      399     4     
Romance
Lost in Drama
1973      783     4     
Romance
"Drama itu hanya untuk perempuan, ceritanya terlalu manis dan terkesan dibuat-buat." Ujar seorang pemuda yang menatap cuek seorang gadis yang tengah bertolak pinggang di dekatnya itu. Si gadis mendengus. "Kau berkata begitu karena iri pada pemeran utama laki-laki yang lebih daripadamu." "Jangan berkata sembarangan." "Memang benar, kau tidak bisa berb...
Love after die
477      326     2     
Short Story
"Mati" Adalah satu kata yang sangat ditakuti oleh seluruh makhluk yang bernyawa, tak terkecuali manusia. Semua yang bernyawa,pasti akan mati... Hanya waktu saja,yang membawa kita mendekat pada kematian.. Tapi berbeda dengan dua orang ini, mereka masih diberi kesempatan untuk hidup oleh Dmitri, sang malaikat kematian. Tapi hanya 40 hari... Waktu yang selalu kita anggap ...
My Perfect Stranger
9174      3394     2     
Romance
Eleanor dan Cedric terpaksa menjalin hubungan kontrak selama dua bulan dikarenakan skandal aneh mengenai hubungan satu malam mereka di hari Valentine. Mereka mencurigai pelaku yang menyebarkan gosip itu adalah penguntit yang mengincar mereka semenjak masih remaja, meski mereka tidak memiliki hubungan apa pun sejak dulu. Sebelum insiden itu terjadi, Eleanor mengunjungi sebuah toko buku misteri...
The Second Lady?
453      327     6     
Short Story
Tentang seorang gadis bernama Melani yang sangat bingung memilih mempertahankan persahabatannya dengan Jillian, ataukah mempertahankan hubungan terlarangnya dengan Lucas, tunangan Jillian?
Orange Haze
523      364     0     
Mystery
Raksa begitu membenci Senja. Namun, sebuah perjanjian tak tertulis menghubungkan keduanya. Semua bermula di hutan pinus saat menjelang petang. Saat itu hujan. Terdengar gelakan tawa saat riak air berhasil membasahi jas hujan keduanya. Raksa menutup mata, berharap bahwa itu hanyalah sebuah mimpi. "Mata itu, bukan milik kamu."
Because Love Un Expected
14      13     0     
Romance
Terkadang perpisahan datang bukan sebagai bentuk ujian dari Tuhan. Tetapi, perpisahan bisa jadi datang sebagai bentuk hadiah agar kamu lebih menghargai dirimu sendiri.
Venus & Mars
6095      1571     2     
Romance
Siapa yang tidak ingin menjumpai keagunan kuil Parthenon dan meneliti satu persatu koleksi di museum arkeolog nasional, Athena? Siapa yang tidak ingin menikmati sunset indah di Little Venice atau melihat ceremony pergantian Guard Evzones di Syntagma Square? Ada banyak cerita dibalik jejak kaki di jalanan kota Athena, ada banyak kisah yang harus di temukan dari balik puing-puing reruntuhan ...
Kalopsia
750      551     2     
Romance
Based of true story Kim Taehyung x Sandra Sandra seharusnya memberikan sayang dan cinta jauh lebih banyak untuk dirinya sendiri dari pada memberikannya pada orang lain. Karna itu adalah bentuk pertahanan diri Agar tidak takut merasa kehilangan, agar tidak tenggelam dalam harapan,Β  agar bisa merelakan dia bahagia dengan orang lain yang ternyata bukan kita.Β  Dan Sandra ternyata lupa karna meng...