Loading...
Logo TinLit
Read Story - HARMONI : Antara Padam, Sulut dan Terang
MENU
About Us  

Semilir angin berembus halus. Membuat rambut pemuda bertubuh jejak yang berdiri di pusat taman seolah melambai. Pandangannya terus menyisir area sekitar seperti mencari sesuatu. Ditemani kenangan masa lalu yang terus berputar di kepala. Memberinya ketenangan meski berada di tengah keramaian.

Terlihat beberapa orang melakukan aktifitas tubuh. Ada beberapa yang sedang lari pagi meski mentari setengah terik. Beberapa anak berlarian dengan wajah penuh tawa, mengitari air mancur yang seolah menari di pusat taman. Terdengar di sudut lain beberapa orang menggesek biola dengan nada yang serasi di telinga.

Matanya kini tertuju ke arah jam dua belas dari tempat dia berdiri. Terlihat wanita dengan rambut terurai lurus, kaos pink dan celana jeans biru. Sneakers berwarna putih membalut kaki dan tas kecil hitam bertali tipis menggantung di punggung. Serasi dengan gelang manik berwarna pastel yang dipakai di lengan kanannya. Sosok yang telah lama dikenal dan wajah yang tak pernah asing di mata pemuda tersebut. Asih Larasati.

Jantungnya berdegup kencang kala langkah Asih memperkecil jarak di antara mereka berdua. Bahkan kawanan burung merpati yang berterbangan dari sarang menggantung di pohon mahoni, tidak dapat mencuri pandangannya dari gadis tersebut.

Jarak mereka kini hanya tinggal lima langkah. Semakin menegaskan wajah keduanya di mata masing-masing. Berbeda dengan pemuda yang wajahnya berubah sumringah disebabkan rindu yang tertahan lama. Asih terlihat lebih serius dengan tatapan menusuk lurus tepat ke mata pemuda tersebut.

"Anung. Aku ngga bisa lama-lama. Apa yang mau dibicarakan." Ucap Asih dengan tergesa. Seolah sedang dikejar sesuatu kepada pemuda yang dipanggil Anung tersebut.

Tanpa berkomentar apapun Anung memutar tubuh menuju kursi panjang yang terbuat dari besi di salah satu tepi taman. "Ngga baik ngobrol sambil berdiri."

Jajaran pohon karet kebo dan mahoni yang berseling dihiasi lampu taman nan cantik di beberapa sudut, tidak mampu memecah kebekuan mereka. Bahkan bau kretek yang dahulu membuat Asih rewel dan merajuk meminta pindah tempat, tidak mampu membuat Asih bergeming. Bermodal tisu di tangan Asih menutup mulut dan hidung guna menghindari aroma asap kretek yang menyapa penciumannya.

"Mau pindah tempat?" Tawaran ramah diberikan Anung. Asih hanya menggelengkan kepala tanda tidak setuju dengan tawaran tersebut.

"Aku sudah bilang tadi. Aku tidak punya waktu banyak." Ulang Asih singkat.

Paham dengan situasi yang dihadapinya, Anung membuka tas yang sedari tadi di punggung, mengeluarkan ampop coklat bertali untuk segera diberikan kepada Asih.

Sejenak Asih diam. Diterimanya amplop tersebut dengan penuh tanya seraya mengeluarkan isinya.

"Itu surat-surat perhiasan yang dulu aku berikan sewaktu melamar kamu. Maaf kalau terlalu lama. Surat-surat itu terselip di kamar lama." Mendengar penjelasan Anung, Asih sigap merapihkan kembali isi amplop tersebut dan menyodorkannya ke arah Anung.

"Aku ngga butuh ini, Anung." Jawab Asih dengan sorot mata tajam. "Justru aku berniat mengembalikan semua pemberian kamu. Termasuk perhiasan yang pernah kamu berikan."

"Aku udah ikhlas. Insya Allah di tanganmu semuanya lebih bermanfaat." Sambil mendorong amplop yang disodorkan kepada Anung. "Kalo di tanganku barang-barang itu cuma berakhir di penyimpanan atau yang lebih parahnya bisa kujual untuk hura-hura. Mubadzir.

"Aku tau di tanganmu barang-barang itu lebih bermanfaat. Terserah kamu mau apakan. Bahkan kalau kamu mau jual untuk kebutuhan sehari-hari pun ngga masalah. Seengganya lebih berguna. Di tanganku ngga ada manfaatnya." Lanjut Anung sambil menatap kosong kawanan merpati yang mematuk-matukkan paruhnya ke tanah mengais makan di pinggir air mancur.

"Tapi aku ngga bisa terima ini semua, Anung. Ayahku minta semua pemberian kamu dikembalikan." Asih bersih keras. Entah memang itu penyebabnya atau karena Asih tidak sanggup menyimpan benda pemberian Anung yang terlalu sarat akan kenangan. Anung tidak tau.

Jika bukan karena memberikan dokumen tersebut, Anung mungkin tidak akan pernah menginjakkan kaki di tempat ini. Terlalu banyak kenangan tersimpan di tempat tersebut yang seketika berubah pahit dan harus ditelan. Termasuk sumpah serapah yang terlanjur terucap hingga berujung pada kesengsaraan panjang bagi Anung.

Memori Anung terlempar ke sebelas bulan sebelum pertemuan tersebut terjadi. Kala Anung dan Asih masih dalam dekapan hangat perasaan yang saling menguatkan. Di mana semua keburukan seolah tak nampak dan hanya saling memandang kelebihan masing-masing saling melengkapi. Memanggil satu sama lain dengan panggilan mesra, serta saling mempercayai seakan mereka adalah satu tubuh yang tidak dapat bergerak jika kehilangan.

*

Sebelas bulan sebelumnya.

Lampu jalan berwarna kuning kemerahan menerangi jalan raya tempat Anung dan motornya bertengger. Suara klakson motor dan mobil saling bersahutan. Padahal angin berembuskencang, tapi yang terasa di tubuh Anung hanyalah panas yang membakar. Mungkin karena riuhnya suasana orang berlalu-lalang pulang kerja. Belum lagi ketika kereta berhenti menurunkan penumpang yang telah sampai tujuan. Suasana depan stasiun semakin sesak dengan gerombolan orang pulang kerja yang tunggang langgang.

Anung masih bersabar dengan smartphone di tangan. Duduk santai sambil menunggu Asih keluar dari supermaket depan stasiun tempat ia bekerja. Sesekali Anung memandangi langit merah yang bersiluetkan awan hitam tanda hujan segera turun. Anung harap-harap cemas. Berdoa dalam hati semoga turunnya hujan dapat ditunda sampai dia berhasil mengantar pemaisurinya ke rumah dengan selamat.

Sepuluh menit telah dilalui, Anung masih asik dengan ebook yang dibaca sambil sesekali komat-kamit berdoa. Terlihat dari arah pintu keluar gadis dengan rambut dikuncir ekor kuda mengenakan jaket merah muda membalut tubuh. Anung mengenali gadis tersebut dari jaket yang dikenakan. Sebab dia yang memberikan jaket tersebut untuk gadis itu saat ulang tahun keenam belas.

"Maaf ya, Dear. kamu nunggunya kelamaan yah?" Sapa gadis itu ketika menghampiri Anung.

"Ngga lama ko, Dear. Aku juga baru sampe." Jawab Anung bohong. "Tadi dari kantor jalan macet banget soalnya."

"Syukur deh kalo nunggunya ngga lama"

Tanpa basa-basi panjang. Asih sudah bertengger di atas motor tua milik Anung. mengenakan helm dan membuka smartphone untuk sekedar melihat pemberitahuan yang terlewat. Terlihat ada satu pesan dari Anung yang isinya pesan bahwa Anung telah sampai di tempat penjemputan. Melihat jam pesan tersebut dikirim. Asih tau kalau kekasihnya tersebut berbohong. Anung telah menunggu lebih dari tiga puluh menit.

"Dear. Makan dulu yuk?" Ajak Asih dengan nada mendayu.

"Mau makan di mana?" Tanya Anung sambil membelah kemacetan Ibu kota yang padat. Gesit motor dibawa berkelok kiri dan kanan mencari celah di antara mobil yang bertumpuk.

"Makan apa aja, Dear. Yang penting pedes, berkuah, sama ada baksonya." Jawab Asih dari kursi belakang memeluk Anung dan memasukan kedua tangannya di saku jaket yang dikenakan Anung.

"Bilang aja mau makan bakso."

"Hihihihihi. Kan kita udah lama ngga makan bakso, Dear." Kata Asih manja.

"Yaudah, Iya. Di Bakso Tresno ya, Dear?" Tanya Anung.

"Okeh" Jawab Asih setuju.

Tanpa aba-aba Anung merubah rute yang awalnya mengantar Asih pulang ke rumah, menuju tukang bakso untuk sejenak melipur lapar.

*

Semangkok Bakso dengan kuah penuh sambal, satu mangkuk Mie Ayam dan dua botol air mineral telah tersaji di meja. Asih menyelipkan rambut ke telinga mencari perhatian Anung yang duduk di sebelahnya.

Anung yang sibuk mengaduk Mie tidak serta merta memperhatikan hal tersebut. Ia justru asik sendiri dengan hidangan di depan matanya. Tergoda dengan aroma kaldu yang sedap dan tampilan yang menggugah. Dengan penuh konsentrasi mie tersebut tandas dalam waktu kurang dari lima menit.

Asih yang merasa tidak diperhatikan Anung memasang muka masam sambil sesekali mengaduk Bakso di hadapannya.

"Ko manyun gitu, Dear?" Tanya Anung yang heran melihat perubahan pada wajah kekasihnya.

"Ngga apa-apa." Jawab Asih singkat.

"Oh, yaudah kalo ngga apa-apa." Respon Anung sambil meneguk botol air mineral. Membuat wajah Asih semakin masam.

"Kamu mau kapan?" Tanya Anung lagi.

"Kapan apanya?"

"Abangmu kan urusannya sudah selesai, kamu mau kita nyusul kapan?" Jelas Anung.

"Nikah maksudnya?"

"Ya iya nikah, Dear. Masa kapan nyusul bulan madu? Nikah aja belum udah mau bulan madu." Jawab Anung sambil tertawa.

"Apa sih? Bulan madu aja. Bulan Ramadhan sebentar lagi." Jawab Asih sambil menyuap sepotong Bakso ke mulutnya.

Tawa Anung memecah rasa sebal Asih yang gagal mencari perhatian. Melihat keringat bercucur deras di pelipis Asih, dengan sigap Anung menarik tisu di hadapannya dan mengusap pelipis kekasihnya tersebut.

"Kita udah lima tahun bersama. Tiga tahun pacaran dan dua tahun kita tunangan. Dua kali pula kita harus menunda rencana pernikahan karena aku harus menyelesaikan pendidikan dan Abangmu yang menolak dilangkah kita. Sekarang mau tunggu apa lagi?" Jelas Anung lembut.

"Aku diskusikan dengan keluargaku dulu ya, Dear. Mudah-mudahan kali ini ngga ada lagi yang membuat kita menunda niat baik kita" Jawab Asih.

Semoga jawab Anung dalam hati sambil harap-harap cemas. Dia tahu betul bahwa penundaan yang terjadi berulang akan berujung pada ledakan penyesalan



Bersambung...

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • nuratikah

    ceritanya menarik.

    Comment on chapter PADAM : Jumpa Usai Luka
  • yurriansan

    @Jee_Moch siip smgat

    Comment on chapter PADAM : Jumpa Usai Luka
  • Jee_Moch

    @yurriansan Terimakasih, Ka.
    Ikutin terus kisahnya ya, Ka. Insya Allah akan di update setiap kamis.

    Comment on chapter PADAM : Jumpa Usai Luka
  • yurriansan

    Bagian awalnya udah bikin baper, masih nunggu lanjutannya, enak juga bacanya mengalir gitu

    Comment on chapter PADAM : Jumpa Usai Luka
Similar Tags
Diskusi Rasa
1132      668     3     
Short Story
Setiap orang berhak merindu. Tetapi jangan sampai kau merindu pada orang yang salah.
Forbidden Love
10012      2135     3     
Romance
Ezra yang sudah menikah dengan Anita bertemu lagi dengan Okta, temannya semasa kuliah. Keadaan Okta saat mereka kembali bertemu membuat Ezra harus membawa Okta kerumahnya dan menyusun siasat agar Okta tinggal dirumahnya. Anita menerima Okta dengan senang hati, tak ada prangsaka buruk. Tapi Anita bisa apa? Cinta bukanlah hal yang bisa diprediksi atau dihalangi. Senyuman Okta yang lugu mampu men...
Love Letter: Mission To Get You
563      435     1     
Romance
Sabrina Ayla tahu satu hal pasti dalam hidup: menjadi anak tengah itu tidak mudah. Kakaknya sudah menikah dengan juragan tomat paling tajir di kampung. Adiknya jadi penyanyi lokal yang sering wara-wiri manggung dari hajatan ke hajatan. Dan Sabrina? Dicap pengangguran, calon perawan tua, dan... “beda sendiri.” Padahal diam-diam, Sabrina punya penghasilan dari menulis. Tapi namanya juga tet...
Mimpi Membawaku Kembali Bersamamu
623      439     4     
Short Story
Aku akan menceritakan tentang kisahku yang bertemu dengan seorang lelaki melalui mimpi dan lelaki itu membuatku jatuh cinta padanya. Kuharap cerita ini tidak membosankan.
Malu malu cinta diam diam
513      377     0     
Short Story
Melihatmu dari jauhpun sudah membuatku puas. karena aku menyukaimu dalam diam dan mencintaimu dalam doaku
About Us
2677      1055     2     
Romance
Cinta segitiga diantara mereka...
My Selenophile
659      448     2     
Short Story
*Selenophile (n) : A person who love the moon Bagi Lasmi, menikmati keheningan bersama Mahesa adalah sebuah harapan agar bisa terus seperti itu selamanya. Namun bagi Mahesa, kehadiran Lasmi hanyalah beban untuk ia tak ingin pergi. \"Aku lebih dari kata merindukanmu.\"
Cinta yang Berteduh di Balik Senja
1302      813     2     
Fantasy
Di balik kabut emas Lembah Fengliu tempat senja selalu datang lebih pelan dari tempat lain dua orang duduk bersisian, seolah dunia lupa bahwa mereka berasal dari dua keluarga yang saling membenci sejak tujuh generasi silam. Aurelia Virelle, putri dari Klan Angin Selatan, dikenal lembut dan berkelas. Kecuali saat dia lapar. Di saat-saat seperti itu, semua aura anggun luntur jadi suara perut ker...
Love Rain
20928      2831     4     
Romance
Selama menjadi karyawati di toko CD sekitar Myeong-dong, hanya ada satu hal yang tak Han Yuna suka: bila sedang hujan. Berkat hujan, pekerjaannya yang bisa dilakukan hanya sekejap saja, dapat menjadi berkali-kali lipat. Seperti menyusun kembali CD yang telah diletak ke sembarang tempat oleh para pengunjung dadakan, atau mengepel lantai setiap kali jejak basah itu muncul dalam waktu berdekatan. ...
Perahu Waktu
435      297     1     
Short Story
Ketika waktu mengajari tentang bagaimana hidup diantara kubangan sebuah rindu. Maka perahu kehidupanku akan mengajari akan sabar untuk menghempas sebuah kata yang bernama rindu