Karenamu aku bimbang, karenamu pula aku kesal.
…….
Azmariah sudah bertekad untuk kembali masuk sekolah. Walaupun rasanya berat membuka pintu rumah. Dia meminta Dean untuk menjemputnya pagi ini.
Walaupun begitu, dia tetap menghindar dari Mansa seharian, hal itu membuat Mansa semakin bersalah.
Di mana ada Mansa, di sana ada Azmariah yang sibuk menghindarinya. Seperti saat sedang mengumpulkan tugas, menghapus papan tulis, membersihkan meja, maupun pergi ke kantin.
“Apa, sih?!” tanya Azmariah kesal.
“Gue mau ngomong,” balas Mansa santai.
“”Lo siapa ngajak gue ngomong? Gue gak kenal! Dan gak akan pernah kenal sama lo!”
“Yaudah, ayo kenalan.”
Perkataan Mansa yang kelewat santai membuat Azmariah menendang tulang kering sebelah kirinya dengan kesal. Dia berlari ke ruang musik dengan kesal dan meninggalkan Mansa begitu saja.
“Salah gue apa coba….” gumam Mansa seraya mengusap kaki kirinya.
Azmariah berhenti di depan ruang music laluu mengatur napasnya. Dia menatap pintu ruangan itu dengan nanar. Ketakutan kembali menghantuinya.
Saat keberaniannya sudah terkumpul, seseorang menepuk bahu sebelah kanannya. Dia menoleh dengan wajah terkejut dan kesal karena dipikiannya, Mansa yang menepuk bahunya itu.
“Apaan, sih?!” serunya setengah berteriak seraya menoleh kebelakang.
“Hah? Lo kenapa?”
Azmariah menghela napasnya saat melihat orang yang berdiri di belakangnya lalu tersenyum manis, “Gak apa-apa, Ma,” jawabnya.
Rahma menyiritkan dahinya lalu membuka pintu ruang music terlebih dulu dari Azmariah. Dia mengambil gitar dan tissue yang ada di pojokan ruangan itu untuk membersihkan gitar.
“Lo mau main itu?” tanya Raha seraya mennunjuk piano yang sudah berdebu dengan dagunya.
“Lo ngeledek?
“Buat?”
“Lupakan.”
Azmariah berjalan menuju piano itu dan duduk di depannya. Dia membuka tutup piano lalu mengusap setiap tuts dengan lembut. “Gak ada yang urus, ya?” tanyanya.
“Semenjak lo gak main, jarang ada yang bersihin. Paling Surya sama Adonis,” jawab Rahma.
“Kasihan…,” lirih Azmarah.
“Main, Az,” ucap Rahma.
Azmariah terkekeh mendengarnya. “Gak bisa,” gumamnya lalu memperhatikan kedua tangannya. “Tangan gue….”
Rahma hanya tersenyum dan bangkit dari duduknya. “Setidaknya, lo masih mau coba. Jangan pernah berubah, Az.” Rahma pergi meninggalkan Azmariah sendrian di dalam ruang music.
Azmariah kembali menatap piano itu yang sudah dia bersihkan secara tidak langsung. Ia mengnhela napasnya lalu memegang beberapa tuts dengan jari-jari kecilnya.
“Sekali, bisa kali, ya,” gumamnya.
Alunan music mulai bergema di dalam ruang music yang tepat ada di lantai tiga. Tangannya yang memang lincah itu memainkan Fantaisie Impromptu yang merupakan andalannya sejak kecil. Cepat dan lembut
……
Mansa mendengar suara alunan music yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri.
Dia mencari Azmariah sedari tadi, untungnya dia menemukan gadis itu lewat alunan music yang mengganjal di sana. Siapa juga yang mau memainkan piano di jam kosong?
“Fantaisie … Impromptu …?”
Dia membuka pintu ruang music dan melihat Azmariah yang meletakkan kedua tangannya di atas tuts piano dengan kasar. Tangannya tidak kuat lagi untuk bermain di atas sana.
“Kenapa berhenti?” tanya Mansa dari depan pintu.
Azmariah hanya menoleh sejenak dan kembali menatap piano yang ada di depannya.
“Masih marah?”
“Diam aja.” Azmariah menoleh ke arah Mansa dengan tatapan tajam. “Lo gak tahu apa-apa tentang gue, begitu juga sebaliknya.”
“Karena lo gak bilang,” jawab Mansa menggidikkan bahunya tak acuh.
“Emangnya lol bilang ke gue?”
Mansa hanya diam.
“Lo bilang gak tangan lo kenapa? Lo jawab pertanyaan gue gak waktu itu? Harus gue yang bilang kalau gue kenapa? Miris, Sa!” ucap Azmariah cukup keras. Air mata Azmariah mulai membentuk bendungan. “Gue gak pernah minta yang lain, gue cuma nanya. Kalau lo gak mau jawab, gak masalah, kok,” lanjutnya menahan sak tangis yang hampir terdengar.
“Lo gak perlu bawa orangtua gue, Sa …,” lirihnya.
“Coba cerita, gue bakal dengar,” ucap Mansa.
“Udah, lupain aja.” Azmariah berdiri dari duduknya. Tangan sebelah kirinya berusaha menghapus air matanya yang berjatuhan, sedangkan tangan kanannya mulai memegang knop pintu.
Sebelum Azmariah membuka pintu, tangan kanannya ditarik oleh Mansa hingga tubuh mereka bertabrakan. Mansa mengaitkan kedua lengannya di punggung Azmariah.
“Lepas, Sa!”
“Kalau gue cerita … apa lo mau dengar?” bisik Mansa.
Azmariah hanya terdiam. Dia merasakan tubuh Mansa yang sangat dingin sama seperti tangannya waktu itu.
“Kalau gue mau cerita… apa lo mau cerita juga? Kalau iya….” Mansa menjauhkan tubuhnya namun memegang kedua bahu Azmariah dengan lembut. “Gue bakal cerita.”
“Maksud lo … apa?”
Mansa hanya menghela napasnya lalu menepuk dahinya. “Coba lo pikir pakai otak lo yang pintar itu, Mar,” ucapnya lalu pergi keluar dari ruang music.
“Yang gue tanya, maksud dia meluk tadi itu apa? Kok, begonya sampai ke tulang, sih?”
@yurriansan makasih banyak kak sudah mampir^^
Comment on chapter 03. Pulang BarengAku suka nama mansa garem wkwkwkwkw
Oke kak,^^