Kalau kau butuh alasan, aku membutuhkan dirimu.
……
“Lo abis ngapain sama Mansa kemarin, Az?” tanya Septi.
“Gak ada,” jawab Azmariah lalu memakan mie ayam yang dia pesan tadi.
“Masa?”
Azmariah hanya mengangguk. Dia memperhatikan Asya yang asik menoleh ke arah lain.
“Sya, lo kenapa?” tanya Azmariah.
“Hm? Enggak apa-apa, kok. Kenapa?”
“Enggak.”
Mata mereka semua tertuju ke tempat penjualan telur gulung. Makanan terenak di kantin sekolah mereka. Entah apa yang membuat telur gulung itu berbeda dengan telur gulung lainnya.
Namun, alasan Azmariah menatap kea rah sana bukan karena telur gulung itu. Melainkan Mansa yang sedang bersama dengan Malik dan Adonis.
Mansa yang merasa diperhatikan menoleh ke Azmariah. Mata mereka sempat bertemu beberapa detik. Azmariah memalingkan wajahnya lebih dulu dibandingkan dengan Mansa.
“Az?” panggil Septi.
Azmariah menoleh seraya menaikkan kedua alisnya.
“Mansa?”
“Kenapa sama dia?”
“Lo tahu? Mansa anaknya siapa?” tanya Asya.
“Anak Mama-Papanya lah,” jawab Azmariah ala kadarnya.
“Az, dia itu anak guru di sini,” ucap Septi.
“Siapa?”
“Bu Muntianah,” jawab Idelisa.
Azmariah hanya membuka mulutnya lalu mengerjapkan kedua matanya. Seorang Mansa adalah anak dari guru matematika mereka? Sekaligus Pembina OSIS sekolah ini? Azmariah tidak bisa berkata apapun.
“Kan, langsung diam,” gumam Idelisa.
“Bohong, kan?”
“Ngapain bohong?” ucap Asya.
Septi menghela napasnya sejenak. “Makanya, kalau lo penasaran sama Mansa, tanya Bu Mun aja langsung,” ujarnya.
“Hebat …,” gumamnya takjub.
“Yang anak OSIS siapa, yang tahu siapa,” cicit Idelisa.
“Waktu itu Bu Mun sempat singgung masalah anaknya, sih … gue gak nyangka aja kalau itu Mansa,” ucap Azmariah.
“Lo gakpapa, Sya?” tanya Septi.
Asya mengalihkan pandangannya yang kembali ke penjual telur gulung tadi. “Apanya?”
“Diam aja dari tadi.” Septi menoleh ke penjual telur guung yang lumayang ramai di sana. Dia berdiri dan menghampiri penjual itu.
“Kumat, tuh, mau makan telur gulung,” gumam Azmariah.
“Mar?”
Azmariah menoleh ke sumber suara yang tepat di belakangnya. Dia melihat Mansa dengan tatapan datar lalu kembali melihat mangkuk mie ayam yang tersisa sedikit.
Mansa mengambil minuman botol yang ada di samping mangkuk. Tak lain, itu adalah minum Azmariah.
“Sa!” seru Azmariah dan kembali menoleh ke Mansa.
“Kan, noleh,” ucap Mansa
“Apa, sih?”
“Ada yang mau gue omongin.”
Azmariah berdiri dari duduknya. Dia berpamitan dengan Asya dan Idelisa sebentar dan mengikuti Mansa.
Sepanjang perjalanan, mereka hanya diam, walaupun Mansa berdeham berkali-kali. Azmariah sadar kode dari Mansa, tapi gadis itu tidak mempedulikannya.
Hingga mereka sampai ke anak tangga terakhir. Pintu yang ada di sana dibuka oleh Mnasa. Sinar matahari di siang hari cukup terang membuat Mansa maupun Azmariah menyipitkan matanya.
“Lo mau ngomong apa, Sa? Kenapa ngajak gue ke atap sekolah?”
Mansa hanya diam dan keluar lewat pintu itu. Dia menolwh Azmariah yang masih berdiri di 3 anak tangka terakhir.
“Sini. Lo gak tahu tempat terbaik sekolah, kan?”
Azmariah menyiritkan dahinya dan mengerucutkan bibirnya. “Sok tahu.”
“Lo mainnya di ruang OSIS terus, makanya lo gak tahu,” ucap Mansa enteng.
Azmariah menginjakkan kakinya ke tempat terbuka di sekolahnya itu.
Awalnya, atap sekolah ini ingin dijadikan ruangan lagi. Untuk tempat ekstrakurikuler yang baru. Tapi, karena beberapa alasan, atap ini dibiarkan seperti ini.
Tidak banyak murid yang suka datang ke sini. Selain angin yang cukup kuat, sekitaran atap tidak diberi pagar. Banyak yang takut terjatuh atau terpeleset di pinggiran atap.
“Sini,” ajak Mansa.
Mansa duduk di pinggir atap yang langsung menghadap lapangan sekolahnya. Beberapa murid yang sedang bermain bola terlihat dari sini.
Azmariah duduk di sebelahnya dengan takut. Mansa memegang tangan Azmariah untuk membantunya duduk. Saat Azmariah duduk, Mansa tidak melepas tangannya, melainkan tetap menggenggam tangan Azmariah dalam diam.
“Tempat ini … jangan pernah dilupain, Mar,” ucap Mansa.
@yurriansan makasih banyak kak sudah mampir^^
Comment on chapter 03. Pulang BarengAku suka nama mansa garem wkwkwkwkw
Oke kak,^^