Sebuah tangan besar dan hangat menggenggam tangan Katarina yang terkulai di atas meja. Perlahan lamunan akan masa lalunya buyar. Matanya yang terfokus sekarang menatap pemandangan luar jendela dengan latar belakang hitam. Hujan di luar kian lebat dan macet jalanan di bawahnya menciptakan warna warni dari pendar lampu kendaraan bak kilau bintang buatan manusia.
Katarina buru-buru menarik tangannya. Kepalanya menyusul menoleh pada orang yang barusan menyentuhnya. Seorang lelaki sudah mengambil duduk di seberangnya, mengenakan setelan jas abu-abu tua, lelaki itu tampak gagah dengan bahu yang bidang. Wajahnya yang persegi – dengan bayangan janggut menghiasi kontur rahangnya yang tegas – memancarkan kemaskulinan. Hidungnya mancung, rambutnya yang hitam tersisir rapih. Matanya, Katarina terpaku ... mata itu mirip Josh. Jantungnya berdesir.
Tidak mungkin, bukan? Dari bermiliyar-miliyar manusia di atas bumi, tidak mungkin ia bertemu Josh lagi, sekalipun lelaki itu mencarinya. Ya, pasti bukan dia.
Setelah meyakinkan dirinya, Katarina tersenyum. Ia mengubah posisi duduknya menjadi lebih resmi sambil mengeluarkan topeng profesionalnya, "Selamat malam, Pak. Maaf tadi saya melamun, jadi tidak sadar bapak sudah di depan saya." Katarina berharap wajahnya tidak sekusut surat Josh yang diremukkan tangan Hadi.
"Tidak masalah, aku suka melihatmu melamun."
Dasar hidung belang! Hati Katarina menghujat lelaki di depannya namun bibirnya tetap memancarkan senyum mautnya. Dengan tenang, Katarina membuka tas dan mengeluarkan kartu namanya dari kotak logam berwarna merah.
"Ini kartu nama saya, Pak. Perkenalkan, saya dengan Katarina Wijaya, dari divisi MarCom PT. Rajawali Bangun Perkasa." Diulurkannya kartu namanya ke seberang meja. Lelaki tadi menerima dengan sopan tanpa berkata-kata. "Maaf, kalau boleh tau, Bapak dengan siapa? Kebetulan atasan saya tidak memberikan nama Bapak ke saya."
Lelaki itu berhenti membolak balik kartu namanya dan menatap manik mata Katarina lekat. Katarina dapat merasakan jantungnya berdentum-dentum keras dalam cangkangnya, ia merasa takut. Selama menjalani profesinya sebagai MarCom, dia telah sangat pengalaman menghadapi banyak orang kaya muda, taipan kelas dunia, bahkan Presiden dan jajaran para Menteri, mengapa tatapan lelaki ini membuatnya ciut di tempat? Katarina menelan gumpalan yang menghalangi nafasnya.
Deretan gigi putih yang terawat rapih menampakkan dirinya manakala lelaki itu tersenyum. Dikeluarkan sebuah tempat kartu nama yang terbuat dari kulit dari balik jasnya dan disodorkan pada Katarina tanpa berkata apa-apa.
Katarina menerima kartu nama itu dan membacanya dua kali. Satu tangannya gemetar sementara tangan lainnya menutup mulutnya, ketika membaca tulisan pada lembaran kartu nama berlatar abu-abu gelap itu dimana terukir sebuah nama dari tinta emas bertuliskan : JOSH HADINATA - CEO.
Apakah sekarang ia berhalusinasi? Katarina barusan melamunkannya, menangisinya dalam kenangan yang terputar lagi di otaknya bagai film lawas hitam putih. Jika lamunan bisa membawa Josh kembali menjadi nyata, ia seharusnya melakukan ini dari dulu.
"Kat, kamu gak papa? Kamu kelihatan pucat." Tubuh Josh maju ke depan, mengamati wajahnya tanpa rasa segan. Katarina mengangkat wajahnya, matanya bertemu pandang dengan Josh.
Gak papa?! Bisa-bisanya kamu menanyakan apakah aku gak papa?! Setelah sekian lama menghilang, mengapa kamu harus muncul lagi sekarang, ketika hidupku sudah tertata rapih? Mengapa nasib tega mempermainkanku?!
Rasanya pantas jika sekarang dia juga membenci Josh. Josh dan Billy, keduanya sudah dimasukkan Katarina dalam daftar hitam orang-orang yang harus dikutuknya setiap hari. Katarina ingin meneriaki lelaki di depannya dan menyiram wajahnya dengan teh mahal yang barusan menemani lamunannya, namun wajah atasannya segera muncul menghentikannya. Bagaimanapun, dia adalah client penting perusahaannya yang harus diperlakukan seperti raja.
Katarina mengatur nafasnya untuk meredam berbagai emosi yang berdesakan dalam dadanya dan mengumpulkan kepercayaan dirinya lagi yang barusan berserakan di lantai ketika ia menerima kartu nama Josh. Ditatapnya Fossil Georgianya yang sekarang menunjukkan pukul 19.42. "Kita sudah terlambat dari jadwal meeting, mungkin kita langsung mulai saja, bagaimana Pak?"
"Kita makan dulu yuk." Josh mengambil buku menu yang terbungkus kulit di depannya dan membaliknya halaman demi halaman.
Bahkan suaranya terdengar berbeda di telinga Katarina. Apakah Katarina sudah lupa mengenai Josh ataukah lelaki itu memang telah berubah?
"Terima kasih, Pak, tapi saya tidak lapar." Tegas Katarina merapatkan bibirnya menjadi satu garis tipis ketika dirasanya bibirnya mulai bergetar. Sakit di dadanya mulai terasa nyata. Ia ingin ini semua cepat selesai agar bisa segera pulang dan mengubur dirinya dalam tanah. Ia telah salah mengatakan pada Hadi, mungkin sebaiknya dia saja yang mati ketimbang lelaki di depannya yang telah mengoyak-ngoyak hatinya dan membiarkan luka itu menganga dan dimakan belatung.
Josh menutup menu di tangannya, "Kalau begitu kita mulai dulu, baru makan?" Lelaki itu tersenyum lagi, garis usia di sudut matanya yang muncul malah menambah ketampanannya.
"Oke." Katarina mengiyakan dulu ajakan Josh, jelas ia tidak merencanakan bergabung dengannya untuk makan malam. Ia hanya ingin malam ini cepat selesai, agar Josh tidak bisa melaporkan pada atasannya bahwa Katarina tidak menjalankan profesinya dengan baik.
Katarina memulai presentasinya di depan Josh. Begitu dia masuk dalam ranah dimana pekerjaannya membutuhkannya, ia bisa menyingkirkan dirinya dan masa lalunya dengan orang yang sedang duduk di depannya. Katarina memberikan penjelasan mengenai kelebihan perusahaannya dan apa saja pencapaian yang telah mereka raih selama 20 tahun lebih berdiri di muka pertiwi dengan membuka lembar demi lembar company profile di tangannya.