Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ketika Kita Berdua
MENU
About Us  

"Setelah mengecupku, kau mencampakkanku lagi. Kini, tinggallah aku yang tak bisa apa-apa tanpamu."
-Raya Aurora-

Sesak
Oleh: Rini Oktaviani

Aku terus berputar pada dunia yang menarikku
pada dunia yang kuciptakan sendiri
Aku tak sempat membayangkan apa itu cinta
hingga kau hadir dan menyentuhku
tepat di sini
Di ruang kosong yang belum pernah terjamah
Di sebuah titik bernama hati

Aku bodoh
karena terlambat menyadari
tapi bukankah semestinya cinta itu menunggu?
Bukankah semestinya cinta itu jujur?
Mungkin itu hanya pemikiranku
tidak bagi pemikiranmu

Aku tertipu 
sialnya kau masih melekat pekat di benakku
Rinduku berkata ingin
tapi amarahku berkata jangan
Benarkah cinta pertama harus sesesak ini?

Raya menitikkan air mata. Jari-jemarinya berhenti menari setelah menuliskan bait terakhir. Pandangan gadis itu masih mengarah ke hadapan monitor laptop. Dadanya terasa sesak, teringat tadi siang ketika Radit meninggalkannya bersama wanita lain. Entah ke mana.

"Raya, mana puisi yang saya minta?" Teo tiba-tiba muncul bersamaan dengan atmosfer suram yang tercipta.

Raya menghapus air matanya cepat-cepat sebelum menjawab pertanyaan dari tukang tagih naskah. "Ini, Mas, tapi..." Suara Raya terdengar bergetar. Dia menatap Teo dengan takut. "baru dua."

"Baru dua?" tanya Teo dengan suara meninggi. "Kamu udah cuti 2 hari, tapi cuma nulis 2 puisi? Raya, kamu ngerjain saya?"

"Maaf, Mas, aku stuck," jawab Raya sambil menunduk.

"Stuck? Kita lagi dikejar deadline, kamu bilang stuck? Raya, kamu benar-benar ngerjain saya, ya?"

"Enggak, Mas. Aku memang lagi stuck. Nggak bisa nulis produktif. Cuma ini yang bisa aku tulis. Maaf."

"Haduh, saya rasa salah Mas Bima dan Mas Aldo merekrut kamu!"

"Tapi aku udah berusaha, Mas."

"Kirimin saya naskahnya," perintah Teo. "Sekarang!" tambahnya, penuh penekanan. Raya terkesiap, lalu bergegas mengirimkan naskah puisinya yang terbaru. Dia hanya berdoa dalam hati agar selamat dari amukan Teo yang lebih parah lagi. Beberapa menit kemudian, doanya terjawab dengan cemoohan yang sering dia terima dari editornya itu. "Patah hati lagi, patah hati lagi! Raya, yang kamu jual itu puisi, bukan kegalauan hati kamu sendiri! Paham?" gertak Teo. "Mulai sekarang, jangan tulis puisi menye-menye lagi! Bukan selera saya dan bukan branding Rivmedia Utama."

Sejujurnya Raya heran dengan selera Teo. Kenapa anti puisi patah hati, padahal di jagat perbukuan, tema ini sangat digandrungi anak muda? Raya juga heran dengan branding penerbit yang menaunginya, kenapa menolak sesuatu yang digilai pembaca? Bukankah penerbit buku itu adalah perusahaan yang mencari profit, yang sudah semestinya bisa fleksibel mengikuti perkembangan zaman? Apalagi penerbit milik Aldo dan Bima ini adalah penerbit yang baru.

Raya pusing. Kepalanya seperti ditimpah ribuan batu marmer. Lebih-lebih hatinya, hancur tak berbentuk. Sudah hancur oleh tingkah Radit, ditambah dengan omongan pedas Teo. Dia juga merutuki tingkat profesionalitasnya yang turun drastis karena masalah percintaannya yang berantakan. Raya ingin harinya segera berakhir. Tidak. Dia ingin hidupnya berakhir detik ini juga.

"Maaf, Mas, aku udah ngecewain. Aku janji besok setor puisi yang banyak."

"Halah, janji-janji, kamu! Buktikan, jangan cuma janji!"

"Iya, Mas, iya."

Teo menatap Raya dengan kemurkaan tingkat tinggi. "Tepati janji kamu atau saya rekomendasikan penulis baru ke Mas Bima!" ancamnya. "Saya nggak akan ngomong ke Mas Aldo, karena saya tahu Mas Aldo suka sama kamu dan sudah pasti akan melindungi kamu," tutupnya, lalu meninggalkan ruangan tanpa rasa bersalah.

Raya bergeming untuk beberapa saat sebelum menumpahkan air mata yang ditahannya sedari tadi. Lagi-lagi Raya menangis. Lalu tiba-tiba sebuah pemikiran muncul di kepalanya, dia harus bertemu dengan sumber dari semua ini. Sumber dari kekacauan hati, pikiran, dan karier kepenulisannya. Dia harus bertemu dengan Raditya agar semua masalah ini bisa selesai.

Namun, perlahan rasa kantuk datang. Kenapa juga aku ngantuk di saat-saat tegang kayak gini? omelnya pada diri sendiri. Menit berikutnya, tangan Raya melemah, lalu terkulai di atas meja bersamaan dengan kepala yang seakan terjatuh dari tempatnya, disusul dengan kedua mata yang perlahan terpejam. Raya tertidur. Mungkin lebih baik bila dia melupakan sejenak kegelisahan hatinya yang datang tanpa permisi.

--

Keesokan paginya, Raya terbangun sambil mengucek mata yang seakan masih tertutup kepulan asap. Kacamata? Raya terperanjat saat menyadari sudah tidak lagi mengenakan kacamata kesayangannya. Dia meraba-raba daerah di sekeliling berusaha mencari alat bantu penglihatan untuk matanya yang minus itu, lalu terperanjat untuk kedua kalinya ketika bukan meja kerja yang berhasil diraba oleh tangannya, melainkan sebuah kasur.

Semalam Raya tertidur di atas meja kerjanya dan pagi ini dia terbangun di atas kasur kamar messnya? Bagaimana bisa? Siapa yang memindahkannya atau jangan-jangan semalam Raya tidur sambil berjalan? Gadis itu bergidik ngeri dengan pemikirannya sendiri.

Raya melupakan sejenak pemikiran konyolnya, lalu beranjak mencari kacamata yang selalu digunakannya untuk menulis. Gadis yang terlihat semakin kurus itu tersenyum lega saat menemukan kacamatanya berada di dalam sebuah kotak berwarna biru. Namun, siapa yang menyimpannya di sana? Lagi-lagi pertanyaan baru muncul di benaknya.

Raya mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Apakah semalam ada hal yang aneh? Karena tiba-tiba tebersit dalam ingatannya, samar-samar seperti ada yang membelai rambut indahnya saat dirinya tertidur, tapi siapa? Raya mengernyitkan kening dan nyaris berteriak jengah kalau saja pintu kamar messnya tidak ada yang mengetuk.

"Ya, sebentar." Raya tergesa-gesa merapikan rambut yang tadi sempat diacak-acak oleh kedua tangannya karena merasa kesal dengan pemikirannya sendiri.

"Pagi, Mbak Raya," sapa seorang office boy dengan manis.

"Pagi, Kang Asep. Ada perlu apa, ya?" tanya Raya sopan.

"Ini Kang Asep mau nganterin paket buat Mbak Raya. Katanya semalam dia lupa bawa, makanya tadi dianterin ke sini." Office boy yang disapa Kang Asep itu menyodorkan dua buah dus berukuran sedang dan dua paper bag ke hadapan Raya yang saat ini nyaris mengeluarkan isi bola matanya.

"Tapi..." Raya masih menyusun kalimatnya.

"Tapi ini lumayan berat, Mbak, Kang Asep masukin ke dalam, ya," potong Kang Asep. "Permisi ya Kang Asep numpang lewat." Kang Asep melewati Raya yang ragu-ragu ingin menghalangi jalannya.

"Kang Asep, aku nggak paham. Ini paket dari siapa?"

"Dari mas yang paling ganteng, Neng," jawab Kang Asep dengan wajah polosnya.

"Ha? Siapa?"

"Aduh, Neng, pokoknya udah gitu aja. Kang Asep nggak dibolehin ngomong lama-lama sama Neng Raya, soalnya kata mas-nya, Kang Asep juga laki-laki."

"Apa sih Kang Asep? Aku makin nggak paham."

"Udah ya, Neng. Kang Asep takut digibeng sama mas-nya." Kang Asep mengambil langkah seribu, mengabaikan Raya yang masih bertanya-tanya dan mengomel-omel.

Raya penasaran setengah mati dengan isi paket yang baru saja diperdebatkan dengan Kang Asep. Belum lagi, dia juga masih penasaran dengan pertanyaan siapa yang memindahkannya saat tertidur semalam. Namun, janjinya pada Teo yang menyeramkan jauh lebih genting. Kemudian, gadis itu bergegas memasuki kamar mandi dan mengabaikan paket-paket yang bertengger menggoda di atas meja. ∩∩∩

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (17)
  • hayriin

    @Gladistia Wah, terima kasih banyak, ya. Senang bisa menghibur.

    Comment on chapter Ditolak Lagi
  • Gladistia

    Halo kak ^^
    Ceritanya seru, aku terhibur banget. Apalagi pas Raya sama Radit. Ada ajah kelakuan mereka....
    Ditambah sama Aldo yg....
    Ahhhh gemas. Aku tunggu next-nya ya kak.
    Semangat dan sukses untukmu ya kak ^^♡

    Comment on chapter Sambut Tanganku
  • hayriin

    @Akashisidu makasih ya, dear. 😊

  • Akashisidu

    senyum senyum sendiri bacanya. sensasi macam apa ini? niceee lanjutkan...

  • hayriin

    @enhaac Terima kasih, Kak. Aku sudah mampir ke spotmu hehe...

  • enhaac

    Enak banget bacanya.

  • Oreoreo

    Lanjuuuttt..
    Lucuu

  • shanntr

    aaa seru aku sukaa:))
    lanjutkan kak semangat yaa:)
    kunjungi sotry ku juga kalo sempet:))

  • rara_el_hasan

    @hayriinsama sama mbk Rini semangat ya

  • hayriin

    @yurriansan makasih, Kak. Iya, sama-sama. Udah ada bagian barunya nih hehe

Similar Tags
Luka Adia
836      508     0     
Romance
Cewek mungil manis yang polos, belum mengetahui apa itu cinta. Apa itu luka. Yang ia rasakan hanyalah rasa sakit yang begitu menyayat hati dan raganya. Bermula dari kenal dengan laki-laki yang terlihat lugu dan manis, ternyata lebih bangsat didalam. Luka yang ia dapat bertahun-tahun hingga ia mencoba menghapusnya. Namun tak bisa. Ia terlalu bodoh dalam percintaan. Hingga akhirnya, ia terperosok ...
No Longer the Same
520      372     1     
True Story
Sejak ibunya pergi, dunia Hafa terasa runtuh pelan-pelan. Rumah yang dulu hangat dan penuh tawa kini hanya menyisakan gema langkah yang dingin. Ayah tirinya membawa perempuan lain ke dalam rumah, seolah menghapus jejak kenangan yang pernah hidup bersama ibunya yang wafat karena kanker. Kakak dan abang yang dulu ia andalkan kini sibuk dengan urusan mereka sendiri, dan ayah kandungnya terlalu jauh ...