LEAD TO YOU – PART 25
*****
Omar, Detektif Baldi dan Alghaz sedang terlibat pembicaraan serius menyangkut teori yang tadi sempat diungkapkan Alghaz padaku. Aku duduk di sebelah Alghaz dan mendengarkan diskusi mereka. Omar memberikan usul untuk mengorek keterangan tentang Max dari Amber, dan Alghaz yang harus melakukan hal itu. Aku tidak setuju. Alghaz menoleh padaku, “Aku suka kalau kau cemburu seperti itu, Dis” ujarnya sambil meremas tanganku.
Detektif Baldi punya dugaan lain, bahwa Max juga ada kaitannya dengan pembunuhan orang tua Alghaz, karena ia bersahabat dengan ayahku. Ia menduga bisa jadi Max adalah dalang dari pembunuhan itu. Ya Tuhan, aku tidak menyangka semua ini bisa berhubungan seperti ini, kalau semua dugaan ini benar. Tapi ia harus mencari bukti kuat untuk menjatuhkan Max dan membuatnya membayar semua perbuatannya, termasuk perbuatannya padaku.
Aku lagi-lagi memikirkan Dinar, anak Max.
“Dia akan membayar perbuatannya padamu, Dis! Aku dan timku akan menemukan bukti-bukti itu” ujarnya sambil menangkup wajahku. Aku mengangguk sambil menatap mata coklat gelapnya yang hangat dan penuh hasrat.
Aku menyentuh tangannya di pipiku, "Sekali lagi, aku minta maaf atas nama ayahku, Al. Dan terima kasih untuk rasa cintamu padaku, aku berjanji tidak akan pergi lagi, aku akan menemanimu sepanjang hayatku, sampai aku tidak bernapas lagi. Aku yang akan membayar perbuatan ayahku, yang sudah membuatmu kehilangan kasih sayang, membuatmu kesepian dan sendirian. ....Aku akan selalu bersamamu, membuat keluarga, dan melahirkan anak-anakmu, kalau kau menginginkan itu, aku akan mencintaimu sepenuh hatiku, dengan nyawaku. Walau aku tahu cintaku mungkin tidak sebesar cintamu, tapi aku akan tetap ada untukmu Al, selalu...!" ujarku panjang lebar.
Alghaz menatapku tanpa berkedip, lama kelamaan senyumnya terbentuk di wajahnya membuat lesung pipinya semakin kentara dan dalam, semakin lebar senyumnya semakin dalam lubang di pipinya itu. “Aku cinta kamu, Dis. Kamu malaikat yang dikirim Tuhan untuk menghapus bayang-bayang masa laluku. Walau awalnya begitu menyakitkan, tapi aku tahu, bersamamu aku tidak lagi dihinggapi mimpi buruk itu. Bersamamu hatiku terasa damai, dendamku yang sejak lama kupendam menguap begitu saja. Aku sadar, dengan menyimpan dendam itu tidak akan membuat orang tuaku hidup kembali, tapi aku malah kehilangan kebahagiaanku sendiri. Sekarang setelah aku menyingkirkan rasa dendam itu, hatiku malah lega, aku bahagia kau ada di sisiku lagi. Aku tidak mau kehilanganmu lagi, Dis. Rasanya sangat tidak enak!” ujarnya.
Alghaz menarik kepalaku ke dadanya, memelukku erat. ” Aku mencintaimu...” desisnya, suaranya terdengar parau.
"Aku juga cinta padamu, Al” balasku.
"Alhamdulillah...." jawab Alghaz dan membuatku mendongak menatapnya dengan mata melebar.
“Kenapa?” tanyanya.
"Kamu bilang apa tadi?"
"Aku cinta kamu"
"Bukan itu"
"Alhamdulillah?"
"Aku baru dengar kata itu keluar dari mulut kamu..."
"Alhamdulillah...Alhamdulillah...Alhamdulillah...ALHAMDULILLAAAHH!" ujar Alghaz dengan senyum memancarkan kebahagiaan.
"Alhamdulillah!" sahutku sambil memeluk erat tubuhnya.
..
Suara gaduh itu membuatku dan Alghaz saling berpandangan dan menoleh ke arah pintu ruang makan, di mana Bu Ami tergopoh-gopoh menghampiri kami yang sedang makan malam.
“Ada apa Bi?” tanya Alghaz.
“Maaf Nak Alghaz, ada tamu mencari Nak Alghaz, tapi sambil marah-marah” ujar Bu Ami. Ia tetap tidak mau memanggil Alghaz tanpa embel-embel di depannya.
Dahi Alghaz berkerut menatapku, aku mengedikkan bahu dan mengangguk, “Coba temui dulu” sahutku.
Alghaz berdiri dan meninggalkan makanannya, aku mengikutinya di belakangnya. Ekspresi Alghaz berubah keras ketika tahu siapa yang datang dan membuat keributan, Amber. Ia menghela napasnya menahan marah. “Mau apa ke sini, Amber?”
“Alghaz! Kau tidak benar-benar menolakku selama ini kan? Sudah lama sekali kau tidak menyentuhku, Al!” ujarnya tanpa sungkan di depanku. Alghaz menatapku dengan tatapan menyesal. Aku mengangguk, memberitahunya bahwa aku baik-baik saja.
“Aku tidak akan pernah menyentuhmu lagi! Aku sudah pernah bilang padamu, bukan?”
Mata Amber menatapku dengan berkilat-kilat. “Pasti karena perempuan itu!” semburnya sambil menunjukku.
“Bukan hanya karena itu, tapi karena aku tahu bahwa yang kita lakukan itu salah!” jawab Alghaz tegas.
Amber berjalan cepat menghampiri Alghaz dan berusaha memeluknya, tapi tangan Alghaz mendorongnya. “Jangan coba-coba Amber. Aku sudah menikah!” tegasnya sambil menunjukkan tangan dengan cincin pernikahan kami di jarinya.
“Bulshit Al! Kenapa kau jadi berubah sok alim begini?” tanyanya.
“Devran, Amber! Aku memintamu memanggilku dengan Devran, bukan nama depanku”
“PERSETAN! Aku bebas memanggilmu apa saja!” ujarnya dengan mata menyala-nyala karena amarah.
Alghaz menghela napasnya, berusaha sabar dan menahan emosinya.
“Dengar baik-baik Alghaz! Aku mencarimu setiap saat bukan tanpa sebab!” ia merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah amplop, kemudian melemparkannya ke dada Alghaz, “baca itu! Baca di depan istri palsumu itu!” semburnya.
Palsu? Enak saja dia menyebutku istri palsu. Aku melihat Alghaz menatapnya geram. Ia hampir saja menyerang Amber kalau aku tidak menahan tangannya. Aku menggeleng pelan. Kemudian ia membuka amplop yang tadi diberikan Amber. Alghaz membaca kertas berupa hasil laboratorium dari Amber yang menyatakan bahwa dirinya positif hamil. Mataku melebar membacanya dan menatap Alghaz dengan syok. Alghaz buru-buru menggeleng. “Tidak, Gadis. Kumohon jangan terpengaruh, ini salah satu usaha Amber membuatmu membenciku” ujarnya buru-buru meraih tanganku.
Dadaku bergemuruh dan berdebar cepat. Aku menelan ludah dan memandang ke arah Amber yang sedang tersenyum puas penuh kemenangan. Tapi kemudian aku terkejut ketika Alghaz dengan kasar melemparkan kertas itu kembali pada Amber, “Aku tidak akan percaya begitu saja itu anakku. Aku tahu kau tidak hanya tidur denganku, Amber. Lakukan tes DNA!” tegasnya.
Giliran mata Amber yang membelalak, “Alghaz! Teganya kau berkata begitu padaku!”
Alghaz menghampiri Amber, “Tapi itu memang kenyataannya kan? Aku tahu niatmu Amber” desisnya menakutkan. Mata Amber menatapnya nyalang, kehabisan kata-kata.
Alghaz menghela napasnya panjang, “Aku mau tanya satu hal padamu” ujarnya, “Apa kau kenal dengan pria bernama Max? Atau jonathan?” tanyanya.
Ah iya, satu hal yang aku lupa tanyakan pada Dinar, nama asli ayahnya.
Dahi Amber berkerut, “Siapa mereka? Aku tidak kenal!” serunya hampir histeris, “apa kau pikir mereka itu ayah dari anakku ini?”
Alghaz mengangguk, ya bisa saja kan?” ujarnya, membuatku mual tiba-tiba.
Amber menggelengkan kepalanya, “Aku tidak percaya perempuan itu berhasil mencuci otakmu, Al!”
“DEVRAN!” bentak Alghaz membuat Amber melonjak kaget, begitu juga denganku, karena suaranya begitu keras dan menggelegar. "Panggil aku Devran, Amber! Sekarang angkat kaki dari rumahku! Dan JANGAN PERNAH BERANI KEMBALI LAGI!” Alghaz mengusir Amber dengan mendorongnya keluar dari pintu. Sebagai perempuan, aku tidak tega melihatnya, tapi sebagai istri Alghaz, aku suka melihat pemandangan di depanku ini, suamiku menolak perempuan yang berusaha merebut perhatiannya. Ya, aku mendukungnya mengusir perempuan itu dari rumahku.
*****
@yurriansan terima kasih ya, oke aku mampir
Comment on chapter Lead To You - Part 2