LEAD TO YOU – PART 14
*****
Aku terbangun di tengah malam, sangat ketakutan. Karena aku baru saja bermimpi kalau aku bertemu lagi dengan Max dan ia kembali mengejarku. Aku bangkit dari tempat tidur dan terkejut karena rasa nyeri pada bagian pribadiku. Pipiku kembali memanas mengingat kejadian tadi. Alghaz masih terlelap dan aku bergerak dengan sangat pelan menuju kamar mandi. Aku mandi membersihkan diri dan mengambil wudhu.
Aku menangis dalam shalatku karena takut mimpiku akan jadi kenyataan. Dan ternyata tangisku membuat Alghaz terbangun.
"Gadis?? Ada apa?" tanyanya lembut sambil bersimpuh di sebelahku. Ia memelukku yang terisak.
"Aku bermimpi Max membawaku pergi darimu Alghaz, aku takut"
Alghaz menangkup pipku dan menatap mataku yang basah oleh air mata. "Dengar sayang, tidak ada yang bisa menjauhkanmu dariku" ujarnya tegas dan kembali memelukku.
"Kamu shalat apa malam-malam begini?" tanyanya.
"Shalat tahajud” jawabku, “aku merasa lebih tenang dengan shalat tengah malam" lanjutku.
Alghaz mengangguk-angguk berusaha mengerti.
..
Kami menikmati sarapan di restoran yang sama dan Alghaz tidak hentinya menggodaku di depan teman-temannya. Atau bahkan ia hanya menatapku terus-menerus dan membuat Omar berdecak melihat tingkahnya.
"Pertemuan kita siang ini di meeting room yang sudah kita sewa di lantai 21 jam 11 siang ini" ujar Lidya.
"Aku menunggu di kamar saja, tidak apa-apa" ujarku, tapi Alghaz menggeleng dengan cepat.
“Na na! Kamu ikut saja” katanya.
"Tuh, aku baru saja mau komentar kalau suamimu itu enggak akan pernah membiarkanmu lepas dari pandangannya..." tukas Omar melirik ke Alghaz yang sedang menyantap sarapannya.
Alghaz mengangguk setuju, "Yap, kali ini kau benar, Omar! Dan kamu ikut kemanapun aku pergi" tegasnya ditujukan ke arahku.
..
Aku sedang mencuci tanganku di dalam toilet, ketika aku mendengar suara yang sangat kukenal dan kuhindari. Suara itu berasal dari belakangku. Dengan gerakan lambat aku mendongak ke arah cermin dan tercekat melihat bayangan yang memantul dari dalamnya. Mataku membesar dan jantungku berdentum keras ketakutan. Walaupun ia menggunakan kacamata hitam, topi dan masker hitam yang menutupi wajahnya. Aku tahu dia adalah Max!
"Apa kabar, Gadis?" tanyanya dengan suara beratnya yang menakutkan.
Aku berbalik dengan tubuh bergetar, karena melihatnya menutup pintu dan menguncinya dari dalam. Tapi aku yakin dia tidak mungkin berani macam-macam sekarang.
"Kau sudah menikah, huh?" ujarnya dengan nada mengejek dan melirik jariku. “Pasti dia membayar lebih dariku untuk bisa menikmati tubuhmu itu, kan?” tambahnya makin tidak sopan.
Mataku mulai panas dan berkaca-kaca, tapi sebisa mungkin aku tidak mau menunjukkan rasa takutku di depannya. Mulutnya memang berbisa, tidak seharusnya aku merasa sakit hati, karena dia tidak berarti apa-apa untukku. Pria itu berjalan mendekatiku, dan posisiku terdesak antara tubuhnya dan wastafel. Seketika aku merasa lega ketika aku mendengar suara Alghaz yang memanggil namaku dari luar.
"Gadis!"
Setidaknya suara Alghaz membuatnya berhenti mendekatiku. Aku menatap matanya ketika ia membuka kacamatanya di depanku. "Kau harus membayarnya! Lihat ini! Ini yang kau lakukan pada mataku, Gadis!" ujarnya penuh dendam. Ia menyingkap penutup matanya, dan menunjukkan matanya yang rusak akibat perbuatanku waktu itu.
"GADIS!!" suara Alghaz berubah menjadi panik. “Kalau kau tidak keluar juga, aku yang akan masuk!” katanya.
“Kau tidak akan bisa melakukan apapun lagi padaku! Aku punya seseorang yang akan melindungiku sekarang!” tukasku dengan nada berani dan galak.
“Oya?” kekehnya sambil menyeringai menjijikkan. Kemudian ia membuka pintunya dan berlari keluar hampir menabrak Alghaz yang terkejut karena melihat ada pria yang keluar dari toilet wanita. Alghaz langsung menyeruak masuk mencariku yang masih syok karena kejadian tadi.
“Gadis?!”
Aku menghambur ke pelukan Alghaz dan menangis di dadanya. Alghaz bingung, namun ia membelai rambutku dan mencoba menenangkanku. Ia meraih teleponnya dan memerintahkan Omar mencari tahu tentang laki-laki yang baru saja keluar dari toilet ini barusan.
Lidya dan Vini, staf Alghaz menghampiriku dan membawakanku air putih. Aku menenggaknya sampai tersisa setengah. “Pria tadi adalah Max, Al...Dia mencariku, dia mengejarku sampai ke sini” ujarku dan tanpa sadar suaraku bergetar.
Tubuh Alghaz menegang mendengarku, kemudian ia mengajakku kembali ke kamar dan meminta Vini dan Lidya untuk mengatur meeting nanti siang dengan keamanan yang maksimal. Ia tidak mau sampai Max bisa mendekatiku lagi.
"Baik Mr. Devran, saya kabari kalau ruangan sudah siap" ujar Lidya.
Aku duduk di sofa sambil menutup wajahku, tangisku sudah tidak ada, tapi rasa takutku belum hilang juga. Alghaz duduk di sebelahku sambil memelukku. Ia menggenggam tanganku dan menciumi setiap ujung jarinya. Mata coklatnya menatapku lekat-lekat.
"Aku tidak akan membiarkan dia mendekatimu lagi!" janjinya sungguh-sungguh.
Aku mengangguk percaya padanya dan memeluk pinggang Alghaz dengan erat dan suamiku membalas pelukanku lebih erat. Sepertinya ia merasa sangat senang karena aku membutuhkan pelukannya sekarang, untuk menenangkanku.
"Terima kasih, Al" lirihku pelan. "Dan aku tidak jadi menunggumu di kamar, aku mau ikut kemanapun kau pergi!" lanjutku seraya menjauhkan wajahku darinya agar aku leluasa menatap matanya. Aku suka menatap mata coklat Alghaz, suamiku. Karena aku bisa menemukan kehangatan dan kelembutan di sana, di balik tatapannya yang tajam. Bahkan aku juga berharap menemukan cintanya di sana, karena ia belum pernah sekalipun mengucapkan kata itu. Tapi apakah itu mungkin? Seorang Alghaz mencintaiku? Gadis biasa saja? Tapi dia menikah denganku, apa alasannya kalau bukan cinta?
Alghaz terkekeh geli, "Aku tahu..." ocehnya, "sorry, entah kenapa aku merasa lucu mendengarmu berkata begitu" ujarnya sambil mencium dahiku. Alghaz makin mendekatkan wajahnya, sedikit menunduk dan miring, kemudian bibirnya sudah berada di bibirku yang terbuka karena terkejut. Aku terbuai dan mabuk kepayang merasakan gerakan bibir Alghaz, tapi aku tidak menyangkal bahwa aku menyukai sensasinya. Bibirnya selembut dan sehangat yang selalu kubayangkan. Ini bukan pertama kalinya lagi, tapi rasanya tetap sama. Jantungku berdebar dan bergetar bersamaan.
"I think I love you, my wife!" ujar Alghaz dalam bahasa Inggris.
*****
@yurriansan terima kasih ya, oke aku mampir
Comment on chapter Lead To You - Part 2