LEAD TO YOU – PART 13
*****
Omar dan Lidya sepertinya sedang mengurus proses check in hotelnya. Sedangkan aku dan Alghaz menunggu di lobi hotel, sebetulnya ada kursi yang disediakan, tapi aku memilih berdiri saja, karena sudah duduk terlalu lama dalam pesawat. Tentu saja Alghaz ikut berdiri menemaniku. Alghaz meraih tanganku dan membuka sarung tanganku, karena kami sudah berada dalam ruangan yang hangat. Ia memasukkan sarung tanganku ke kantong mantelnya. Dan ia kembali menggenggam tanganku. Panasnya kulit telapak tangannya langsung mengalir di tubuhku, rasanya hangat dan nyaman. Aku membalas genggamannya dan ia tersenyum menatapku dengan mata bronze-nya.
Lidya menghampiri Alghaz, “Ini kartu aksesnya Mr. Devran" ujarnya.
"Oke!” ujarnya tanpa mengucapkan terima kasih.
"Terima kasih, Mbak Lidya" ujarku dan Lidya tersenyum ke arahku.
Alghaz menggandengku menuju lift. Pintu lift terbuka dan kami berenam masuk dan keluar di lantai yang sama. Omar keluar lebih dulu dan menahan pintunya dengan menekan tombolnya. “Sepertinya kau akan di kamar terus-terusan dan aku akan sendirian...” ocehnya ketika kami melewatinya.
"Sebaiknya kau cari teman kencan baru!” seloroh Alghaz sambil menyeringai jail.
Aku berdecak kagum ketika masuk ke kamar hotelnya, perpaduan dinding bercat putih, dengan langit-langit berwarna biru, lantai warna kayu yang temaram, dan sofa dengan warna kuning lembut yang hangat. Kamar tidurnya dipisahkan oleh dinding sekat bermotif bunga-bunga dengan warna dasar biru, kamar ini benar-benar terkesan romantis. Aku menghambur ke jendela yang menghadirkan pemandangan kanal dengan perahu-perahu kecil yang berbaris di pinggir kanal, sinar lampu yang memantul di air juga membuat indah pemandangan kanalnya. .
“Alghaz, coba lihat...!”
Alghaz menghampiriku dan melihat pemandangan yang sama denganku, “Aku mau ke sana!” ujarku riang. Alghaz memeluk pinggangku dan menyandarkan dagunya di pundakku, membuatku sedikit melonjak.
“Tentu saja, kita akan ke sana setelah makan malam, oke?”
Aku tidak menjawabnya, karena masih tertegun dengan sikap Alghaz yang spontan memelukku seperti ini. Aku mengangguk dalam gerakan lambat, Alghaz memutar tubuhku menghadapnya. Ia memegang daguku dan mengangkatnya. Bola mata coklatnya bergerak-gerak antara mata dan bibirku, kemudian matanya fokus menatap di bibirku, jantungku berdentum keras. Satu tangannya masih memegang pinggangku, ia menariknya lebih rapat dan mendekatkan wajahnya ke wajahku, embusan napasnya sangat terasa, aku hampir mabuk oleh wanginya. Kemudian aku melengos begitu saja. Alghaz menghela napasnya dan menempelkan dahinya di kepalaku.
“Baiklah, aku akan mencobanya lagi, nanti” katanya.
“Ma-maaf Al” kataku merasa tidak enak.
Alghaz menyapu bibirku dengan jarinya, seraya menggeleng pelan. “Tidak perlu minta maaf sayang, mintalah yang lain...” katanya sambil menyeringai dan sontak membuat pipiku memanas lagi. Ya ampun Alghaz ini.
Kemudian ia kembali memelukku dari belakang, setelah sebelumnya membuka jilbabku. Alghaz menyurukkan lagi kepalanya di rambutku, “Aku suka...harum kamu” katanya. Aku menoleh padanya, dan ia dengan cepat mencium sudut bibirku. Aku sempat melonjak kaget, kaget karena rasanya seperti terkena setrum. Aku menatapnya dan Alghaz juga melakukan hal yang sama.
"Apa kau suka?" tanyanya. Aku heran kenapa Alghaz selalu menanyakan hal ini padanya. Tapi aku mengangguk malu-malu. “Karena aku tidak mau melakukannya kalau kamu tidak menyukainya” ujarnya lagi.
“Ya, saya suka, Al. Saya suka dengan semua yang kamu lakukan untukku” kataku.
Matanya berkilat senang, “Benarkah?”
Tiba-tiba ia mencium bibirku dengan cepat, pipiku memanas, pasti warnanya semerah tomat segar sekarang. Ya ampun aku malu karena tatapan Alghaz yang aneh padaku sekarang. Aku menutup wajahku dan mendengar Alghaz tertawa kecil. Syukurlah aku mendengar suara bell pada pintu kamar. Alghaz menghampiri pintu dan membukanya. Kemudian ia menggerutu sambil menjauh dari pintu. “Omar yang datang...” katanya dan aku buru-buru menyambar jilbabku dan memakainya.
“Assalamualaikum, Gadis” sapa Omar.
“Waalaykumussalam, Omar”
“Sepertinya aku mengganggu kalian ya? Tampang Alghaz jadi jelek dan jutek begitu” kelakarnya.
Aku hanya tersenyum kecil menanggapinya.
“Tentu saja! Kau kan selalu datang di saat yang tidak tepat, kan bisa lewat telepon...” tukas Alghaz geram.
“Sudahlah, kalau dia masih marah, kamu turun sama aku aja Dis” sahut Omar.
“Eeeh! Sudah sana, aku dan Gadis menyusul nanti” seru Alghaz sambil menghampiriku dan memelukku.
Omar menggelengkan kepalanya, “Mantan playboy ini benar-benar berubah drastis, Dis. Kamu harus hati-hati” ocehnya. “Aku tunggu di bawah ya” katanya sambil berjalan keluar kamar.
“Padahal bisa saja tadi kita sudah berciuman, ya kan?” katanya dan membuatku memukul dadanya pelan. Ia selalu melontarkan pikirannya dengan spontan, tanpa beban. Padahal mendengar kata berciuman saja sudah membuatku merinding. Ia menghela napas, “Kita makan malam, lalu ke kanal di luar sana dan kembali ke kamar melanjutkan yang tadi, setuju?”
Mataku melebar menatapnya, tapi ia sudah keburu menarikku keluar kamar.
Kami masuk ke sebuah restoran, dan menuju ke meja di mana Omar dan yang lainnya sudah menunggu kami. Alghaz mengajakku berkeliling untuk mengambil apa saja yang kusuka. Dan aku bersorak dalam hati melihat begitu banyak makanan lezat yang belum pernah kucoba sebelumnya. “Ini halal kan, Al?” tanyaku pada Alghaz.
“Tentu saja, apa kau mau tanyakan lagi pada waiter-nya?”
“Tidak perlu, aku percaya padamu”
Dan aku juga melihat beberapa tamu berpakaian sama denganku makan di tempat ini. Insya Allah makanan yang ada di sini halal.
Aku dan Alghaz kembali ke meja kami dengan makanan pilihan kami. Setelah selesai, kami semua sepakat untuk berjalan-jalan keluar hotel dan menikmati pemandangan yang tadi kami lihat dari dalam kamar. Berjalan-jalan berdua dengan Alghaz seperti ini membuat hatiku berbunga-bunga. Aku memandangi wajahnya, masih tidak percaya bahwa aku telah menikah dengan pria di sampingku ini.
“Kenapa?” tanyanya.
Aku menggeleng, “Tidak, saya---“
“Gadis, cobalah ganti saya dengan aku, biar terdengar lebih akrab” ujarnya.
Aku mengangguk setuju, “Baiklah”
Setelah puas berjalan-jalan di pinggir kanalnya dan merasa kedinginan, kami memutuskan kembali ke hotel untuk menghangatkan diri. Karena angin malamnya cukup dingin juga.
Sampai di kamar, aku melepaskan jaketku dan menggosok-gosok tanganku, aku memang mudah kedinginan. Alghaz melihatku dan menghampiriku, ia mengambil tanganku dan menggosokkannya ke pipinya, kemudian ditiupnya, digosok lagi ke pipinya yang hangat sambil menatap mataku intens. Kedua tanganku masih di pipinya, kemudian tangan Alghaz berpindah ke pinggangku, merengkuhku ke dalam pelukannya. Aku menelan ludah mengingat niatnya untuk melanjutkan kegiatan kami yang sempat tertunda tadi. Satu tangannya meraih jilbabku dan mengangkatnya, kemudian membuat rambutku tergerai. Jari Alghaz menyelipkan rambutku yang menjuntai ke belakang telingaku. Kemudian ia merengkuhku lagi dan tanpa aba-aba seperti sebelumnya, ia mencium bibirku. Rasanya---rasanya aku mau jatuh. Dan aku pasti sudah lunglai kalau tangannya tidak menopang tubuhku. Dengan malu-malu dan perlahan, aku mencoba mengikuti tindakan Alghaz. Aku termasuk orang yang cepat belajar.
Alghaz berhenti dan menatapku, “Kamu suka?” tanyanya lagi. Aku menunduk dan mengangguk pelan. “Apa aku boleh melihat bagian lain tubuhmu?” tanyanya dan jangan tanya bagaimana perasaanku mendengar pertanyaannya yang gamblang dan terang-terangan itu.
Dia menahan napasnya ketika aku dengan berani membuka satu persatu lapisan bajuku di depannya. Alghaz menggeleng sendiri, dan kembali mengatur napasnya agar kembali normal, ia pasti tidak menyangka akan melihatku melucuti pakaianku sendiri.
Alghaz mendengus sekali lagi ketika aku hendak membuka lapisan ketiga bajuku. “Gadis, sebenarnya kamu pakai baju berapa lapis sih??” tanyanya tidak sabar.
“Kamu bilang kan Amsterdam itu bisa jadi dingin, dan aku orang yang tidak suka dingin, jadi aku pakai baju kira-kira empat lapis, supaya enggak kedinginan...”
“Apa??? Empat lapis?” pekiknya kaget.
Kemudian yang terjadi adalah Alghaz menerjangku dengan membopongku ke tempat tidur dan melucuti sisa pakaianku dengan tidak sabaran. Ia melakukannya sambil tertawa dan menggelitikku karena sudah mengerjainya.
*****
@yurriansan terima kasih ya, oke aku mampir
Comment on chapter Lead To You - Part 2