Pernah nggak sih, ketemu orang yang namanya udah tercemar satu sekolah, dan langsung mendapatkan rasa malu baru di hari yang sama?
Hari itu, seantero SMA 1 Naraya gempar. Padahal ini baru hari pertama sekolah di semester ganjil. Hari pertama buat anak-anak baru untuk diperkenalkan kehidupan SMA yang indah oleh senior-seniornya.
Nyatanya, bukan MOS yang bikin riuh Jagad Naraya, bukan pula anak-anak fresh graduate SMP yang cakep-cakep. Tapi kabar dari salah satu anggota baru kelas XI IPS 1 yang katanya…kerja jadi “cewek nakal” selama liburan.
“Seriusan? Nin, kasih tau aku, seriusan kamu selama liburan…seriusan?!”
Cewek yang rambut panjangnya dikepang dua itu histeris. Mengguncang bahu seseorang yang namanya langsung viral pagi ini. Si cewek yang diguncang cuma memandang capek…bercampur bosan.
Bercampur nggak ngerti juga. Apa maksudnya pertanyaan “seriusan kamu selama liburan…seriusan?” Kalau Nina ditanya pas liburan dia serius banget, nggak pernah main, cuma fokus cari duit banyak, ya emang benar dia “seriusan”.
Tapi Nina sama sekali nggak mood untuk jawab sekarang. Nggak di saat semua teman-teman sekelas curi-curi pandang kepadanya. Mencoba mendengar sebisik pun klarifikasi dari gosip yang hari ini menyeruak sekolah.
Lagipula, otak Nina juga lagi konslet paska dilabrak Bu Noviana – guru BP Naraya – setengah jam lalu. Bahkan sampai sekarang, bulu kuduk Nina masih berdiri mengingat ancaman mematikan guru BP legendaris itu.
“Kalau kamu mau terus sekolah di sini, kamu harus ke luar dari pekerjaan itu! Jangan sampai ada orang melihat kamu berkeliaran di sana lagi!”
Nina menghela napas lagi. Berat. Kepalanya jadi sakit lagi mengingat ancaman dari Bu Noviana. Kalau dia bertahan di pekerjaan ini, dia akan di-drop out dari sekolah. Kalau ke luar, Nina nggak akan bisa membayar SPP bulanannya lagi, yang artinya ia akan di-drop out pula.
Lagian dari awal…siapa sih yang mau punya pekerjaan seperti ini? Dari awal Nina juga nggak mau, tahu. Tapi sekolah nggak mau mengerti, betapa sulitnya seorang cewek 16 tahun mencari kerja saat ini.
“Liv, please. Jangan tanya-tanya lagi ya, sekarang. Kamu kan sahabatku, jadi percaya aja sama aku, ya? Aku mau ke WC dulu.”
***
Pagi menjelang siang itu, lapangan upacara sekolah masih dipenuhi anak baru yang latihan baris-berbaris. Nina Amalia Putri menundukkan mukanya, menghindari tatapan panitia MOS yang tertegun melihatnya.
“WOI, NINA!”
Jantung Nina melompat saat mendengar sebuah suara besar memanggilnya. Dari barisan-barisan siswa cewek, menyeruak sesosok cowok tinggi yang tersenyum lebar padanya. Di bawah sinar matahari, cowok itu tampak bersinar. Kulitnya yang kuning langsat dipenuhi peluh, deretan gigi yang berjajar rapi dan putih, dan matanya tajam berbinar.
Melihat cowok itu menghampiri, Nina segera tancap gas. Berlari menuju WC cewek yang tinggal 15 meter jauhnya.
Tapi sang cowok lebih sigap. Begitu melihat arah lari Nina, ia langsung lari ke tempat yang sama. Lalu pasang badan, tepat di depan pintu WC.
“Eits, mau ke mana nih, Dek Nina?” sapa cowok itu, menunduk memandang Nina yang 30 senti lebih pendek darinya.
Tangan Nina mengepal erat, sangat erat. Dari sudut matanya, bisa ia lihat barisan anak-anak kelas satu mulai kocar-kacir. Terutama yang cewek, karena perhatian mereka tertuju pada kakak panitia ganteng yang jadi penjaga pintu WC dadakan.
“Please, ngerti kondisi. Jangan ganggu aku sekarang.” Nina menggerutu dengan susah payah. Giginya bergemeretuk saking sebalnya.
“Mau ke mana? Ditanya baik-baik kok.” Cowok itu lagi-lagi melempar kerlingan nakal. Mengumbar senyuman menggoda.
Orang-orang bilang cowok ini mirip Cole Sprouse, tapi Nina bodo amat. Soalnya siapa Cole Sprouse itu dia nggak kenal.
Yang dia tahu, cowok bernama Raka ini akan jadi salah satu cowok paling dibencinya seumur hidup.
“Oke.” Nina memutuskan ini bukan hari yang baik untuk bertengkar lagi dengan Raka.
Sebelumnya, Nina bisa melakukan apa saja saat Raka mencoba menggodanya. Memukulnya? Pernah. Menjotos? Pernah. Menendang tulang keringnya? Sering. Kebiasaan defensive seperti itu sudah berjalan kurang lebih setahun, sejak Nina dan Raka dipertemukan di MOS tahun lalu.
Nina berbalik lagi, bermaksud kembali ke kelasnya. Tapi tiba-tiba…tangannya dicengkeram erat oleh tangan yang lebih besar darinya.
“Aku pengen ngasih kamu sesuatu.” bisik Raka.
Tanpa disadari, tanpa aba-aba sama sekali, Nina tiba-tiba ditarik ke tengah lapangan. Ia meronta-ronta. Tapi tangan itu tetap kukuh menggenggamnya.
“Bismillahirrohmanirrohim. Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.”
Raka tiba-tiba mengambil mic kabel yang tergeletak di salah satu teras kelas. Satu tangannya memegang mic, sementara tangan lainnya bergulat dengan tangan Nina yang mulai mencakar-cakar.
Tapi Raka nggak peduli.
“Adek-adek, sebelum kalian resmi masuk sekolah dan diterpa ghibah ini-itu dari rakyat Naraya, Kak Raka ingin mengumumkan sesuatu. Eh diem dulu dong bentar, babe…”
Raka mengencangkan lagi pegangan tangannya yang mengendur. Kini kuku-kukunya mulai menusuk. Nina yang barusan menggoreskan cakaran panjang di tangan Raka, terengah-engah kehabisan napas. Menatap pandangan-pandangan menusuk dari junior-juniornya.
Orang-orang bilang cowok ini mirip Aliff Ali, tapi Nina bodo amat. Yang dia tahu, cowok bernama Raka ini akan jadi salah satu cowok paling dibencinya seumur hidup.
Cowok yang membuat hari pertamanya di kelas 11 ini semakin buruk.
Cowok yang akan melebur lumat reputasinya yang udah hancur.
Cowok yang akan membuatnya dihantui rasa malu seumur hidup.
Cowok yang…Nina nggak bisa mendefinisikan lagi, karena air matanya yang jarang-jarang mengalir mulai ke luar dari sarangnya.
“Kak Raka ulangi, sebelum kena gosip nggak jelas selama di Naraya, aku pengen mengenalkan cewek ini. Namanya Nina Amalia Putri, kelas XI – kakak tingkat yang tadi kalian gosipin jadi cewek nakal selama liburan. Beberapa panitia aku dengar gosipin Nina juga.”
Raka memandang ke kerumunan panitia cewek di ujung barisan anak kelas satu. Semuanya merengut benci, tapi nggak ada yang berani tatapan mata sama ketua panitia acara ini, Raka.
“Sekarang pake logika kalian, apa mungkin cewek sepolos ini melakukan hal semacam itu? Lihat aja, rambutnya pendek begini, awut-awutan, baunya apek. Wajahnya juga pas-pasan, kalo di-rating 3 dari 5 lah. Banyak keringetnya lagi. Kalian pikir cewek macam begini bakal laku kalau jual diri?”
Hati Nina tertusuk-tusuk mendengar hinaan spontan dari Raka, tepat di depan 150-an siswa baru Naraya. Meski sepintas Nina berpikir Raka sedang membelanya, air matanya toh tetap bercucuran.
“Coba dipikir-pikir lagi, cowok aja ogah-ogahan mau deket, cuma aku doang kayanya yang mau pegang dia begini. Dicakar-cakarin lagi.”
“Jadi ingat, mulai sekarang, Kak Raka melarang kalian semua buat ganggu kak Nina. Kalau sampai aku dengar lagi, aku nggak bakal segan-segan menghukum kalian. Nggak peduli kalian peserta atau panitia.”
Melihat adegan romantis nggak terduga disajikan di depan mereka, siswa baru SMA Naraya bertepuk tangan riuh. Beberapa di antaranya bersiul-siul. Raka menganggukkan kepalanya dengan bangga, macam superstar yang baru aja memberikan penampilan terbaiknya.
@elham udah dong om udah updet. Makasih ya udah nungguin. Lagi sakit gigi haha