Saffa Keenan Aleyski.
Happy Reading!
Malam ini terasa lebih dingin dari biasanya Saffa menutup jendela kamarnya yang berada di lantai dua. Sebelum benar-benar menutup jendelanya, Saffa menatap langit yang cerah dan dipenuhi oleh bintang-bintang yang berkerlap-kerlip, dengan sang rembulan.
Ia tersenyum sesaat lalu menghirup udara malam, terasa tenang rasanya. Ia menutup jendela kamarnya dan langsung merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur berwarna biru laut itu. Tak lupa dengan sebuah selimut biru laut yang menutupi separuh tubuhnya.
Baru saja Saffa ingin memejamkan matanya pergi ke alam mimpi, ponselnya bergetar, dengan gerakan malas Saffa mengambil benda pipih itu yang tergeletak manis diatas nakasnya.
Sebuah pesan dengan nama kontak 'SingaGalak' dan emotikon Macan yang berasal dari kakak kelas yang tadi sore baru saja membuat kesepakatan dengannya itu sukses membuat Saffa bangkit dari posisi duduknya. Sebuah pesan yang membuat Saffa berfikir yang tidak-tidak pada Aslan.
SingaGalak🐯
Saffa,
Can i call you rn?
Mau ngapain?!
Ngomongin soal Adrian. Jangan ke-geeran deh.
Oohh.. Kirain situ kangen :v
G.
Angkat, ya?
Iya.
Tak lama kemudian Aslan menelpon Saffa saat itu juga, Saffa pun menggeser tombol hijau yang ada dilayar ponselnya, dan menempelkan benda pipih itu ke telinganya. Terdengar suara berat yang ia kenali di sebrang sana.
"Halo?"
"iya.."
"Apa yang harus gue lakuin, buat besok?" tawar Aslan to the point yang membuat Saffa senang bukan main.
"Lo mau dapet traktiran dari gue, ya? Makanya nawar-nawarin kaya gini?" tanya Saffa jahil yang membuat Aslan berdecak disebrang.
"Mumpung gue lagi mood nih!"
Kini giliran Saffa yang berdecak, "Iya, iya! Marah-marah mulu si. Hmm... Besok, gue pengen makan bareng sama ka Adrian di kantin. Lo bantu gue bisa, kan?"
"Bisa."
"Caranya?"
"Ya gampang, tinggal ajak Adrian ke kantin, trus tinggalin dia sendiri. Nah, pas itu lo datengin dia deh, ajak makan bareng." Jelas Aslan di sebrang yang membuat Saffa memekik kegirangan, belum kejadian saja anak ini sudah kesenangan dulu.
"Wahh.. Bener juga lo, kak! Kok gue gak kepikiran ya?" Saffa terkekeh lalu menggaruk pelipisnya.
"Kan emang lo gak punya pikiran." celetuk Aslan disana lalu disusul suara tawa yang sudah Saffa sangat hafal.
"Sialan! Btw, kak lo belum tidur?" tanya Saffa penasaran. Sebenarnya ia belum mau memutuskan sambungan telfon dengan kakak kelas yang sekarang menjadi temannya itu.
"Belum, mau nulis dulu." balas Aslan,
"Lo suka nulis? Nulis apa?" Saffa kembali bertanya penasaran, kini posisi Saffa sudah tengkurap, menikmati percakapan dengan cowok tinggi itu.
"Puisi."
Mata Saffa berbinar senang, ia sangat menyukai cowok yang suka menulis, apalagi menulis puisi. Sangat hebat pikirnya. "Wahh, gue boleh gak liat salah satu puisi lo?"
Aslan tersenyum di sebrang walaupun Saffa tidak melihatnya, "Nanti, ya?"
"Ish! Kapan?" kini Saffa tengah mengerucutkan bibirnya,
"Nanti. Gue kasih langsung ke lo."
"Khusus buat gue, nih?"
"Ya."
Saffa menggigit bibir bawahnya, entah kenapa seperti ada kupu-kupu berterbangan di perutnya, dengan cepat Saffa menggeleng menyadarkan dirinya sendiri, bahwa ia menyukai Adrian, bukanlah Aslan.
"Ah, lo bisa gak, bikinin puisi romantis buat kak Adrian?"
Aslan langsung membelalakan matanya, lalu menggeleng tegas walau Saffa tidak melihatnya, "Lo pikir gue homo?!"
Bukannya mikir Saffa malah terbahak di sebrang yang membuat Aslan mengulum senyumnya, ia jadi menyukai suara tawa cewek berambut sebahu itu.
"Yaudah, yaudah.. Ajarin gue bikin puisi buat kak Adrian dongg.."
"Gak. Tugas gue cuma bantu lo deket doang. Bukan ngajarin lo bikin puisi buat dia."
"Tapi kan--"
"Bye aneh!"
Belum sempat Saffa melanjutkan bicaranya Aslan sudah memutus sambungan telpon yang membuat Saffa mengerucutkan bibir sebal.
Sudahlah pikirnya, Saffa pun men-charge ponselnya lalu kembali merebahkan badan dan menyelimutinya. Tak lupa ia memanjatkan doa sebelum tidur. Baru saja ia menutup matanya, rupanya Gadis itu sudah pulas sambil memeluk guling, Saffa memang seperti itu, pantas saja Natali memberi julukan pelor pada Saffa, yang artinya 'Nempel Molor' Sangat pas untuknya.
***
Saat bel istirahat berbunyi sepuluh menit yang lalu, Saffa dan sahabatnya Natali tidak langsung mengunjungi Kantin untuk mengisi perutnya, melainkan mereka berdua pergi ke UKS untuk mengecek obat-obatan yang tersedia disana.
Natali memang sudah di tegur oleh Aslan, bahwa Natali sebagai salah satu dari divisi logistik harus selalu mengecek obat-obatan yang ada di UKS. Cewek berambut lurus itu pun mengajak Saffa untuk menemaninya, dengan upah akan dibelikan Chattime sepulang sekolah nanti.
"Paracetamol ada, ponstan... Ada," gumam Natali sembari mencatat nama-nama obat tersebut, sementara Saffa hanya memperhatikan sambil tiduran di ranjang UKS.
"Saff, bantuin sini." Ujar Natali tanpa melihat Saffa, cewek itu masih fokus pada obat-obatan didepannya.
"Nggak ah, lo kan minta ditemenin doang? Bukan minta bantuin."
Natali berdecak lalu menatap Saffa sebal. "Yaelah sama temen itungan banget, sih!"
Saffa menepuk dahinya tiba-tiba saat dia baru teringat soal makan bareng saat istirahat dengan Adrian yang dibantu oleh Aslan, cewek itu segera turun dari ranjang dan berlari keluar tanpa berpamitan dengan Natali.
"Woy, Saffa! Mau kemana lo?!" teriak Natali, namun Saffa sudah berlari meninggalkan dirinya sendiri di UKS.
"Awas aja nanti gak jadi gue traktir Chattime!" Natali mendengus lalu kembali merekap obat-obatan dengan sebal.
Saat tiba di kantin Saffa celingak-celinguk mencari keberadaan pujaan hatinya, tadi ia sempat menelpon Aslan menanyakan keberadaan Adrian. Cowok tinggi itu bilang bahwa Adrian sudah ada di Kantin, dan sedang menunggu pesanannya datang sementara ia pura-pura pergi ke toilet.
Saffa terkejut ketika seseorang menepuk bahunya, Saffa menoleh, ternyata ia adalah Aldi teman sekelasnya, sekaligus tetangganya.
"Aish! Ngagetin aja!"
Aldi tertawa yang memperlihatkan sumpipitnya, siapapun yang melihat Aldi tertawa akan terkesima, "Lagian lo ngapain berdiri sambil celingak-celinguk sendiri?"
"Ah, engga.. Hehe," Saffa menyelipkan sejumput rambut yang menutupi wajahnya ke daun telinga,
"Makan bareng gue, yuk?" tawar Aldi, namun sedetik kemudian Saffa menggeleng, yang membuat Aldi menunjukan ekspresi kecewa. Saffa pun merasa tak enak hati.
"Kenapa?" tanya Aldi,
"Gue.. Gue udah ada janji sama orang, Di. Maaf ya," balas Saffa tak enak, namun Aldi mengangguk lalu tersenyum manis,
"Oke."
Saffa menepuk bahu Aldi sesaat, lalu ia segera menghampiri Adrian yang sedang meminum jus Alpukatnya di bangku bagian pojok kantin.
Aktivitas makan Adrian terhenti saat seseorang duduk dihadapannya, dengan senyuman yang mengembah di wajah cantik itu.
"Ada apa, Saff?" tanya Adrian sopan pada Saffa yang sedang mengaduk es teh manisnya.
"Numpang duduk ya, kak? Boleh kan?"
Adrian tersenyum lalu mengangguk, "Boleh kok."
"Kakak suka bakso, ya?" tanya Saffa pada Adrian yang baru saja menyuapkan sepotong bakso urat kedalam mulutnya, Adrian hanya mengagguk sebagai respon karena ia sedang mengunyah.
"Kalo aku sih, gak begitu suka bakso." bohong Saffa, padahal ia pemggemar nomor satu makanan berbentuk bulat itu. Ia menjelaskan dengan asyiknya padahal Adrian tidak bertanya.
"Terus kamu sukanya apa?" cowok itu mengaduk jus alpukatnya lalu meminumnya,
"Aku sukanya kakak. Tapi boong.. Hahaha" Saffa malah tertawa lalu menyuapkan sepotong somay kedalam mulutnya.
"Aku juga gak begitu suka bakso, tapi sukanya kamu." ucap Adrian, nyaris saja somay yang ada dimulut Saffa terlempar keluar, untung saja cewek itu masih bisa mengendalikan rasa kagetnya.
"Tapi boong.."
Ah, sudah di terbangkan ke langit, lalu dijatuhkan sampai ke dasar bumi. Padahal Saffa sudaah senang bukan kepalang, cewek itu hanya tersenyum miring lalu memaksakan tertawa.
'Tapi boong'
'Tapi boong'
" it's ok, Saff!" ujarnya dalam hati, cewek itu lalu meminum es teh manisnya lalu mengambil beberapa es batu menggunakan sedotan lantas mengunyahnya.
"Tapi gak bohong juga kok, Saff. Kakak suka sama kamu."
Saffa langsung melihat Adrian dengan mata membelalak, debaran di jantungnya kembali meningkat. Memang setiap berada didekat cowok ini jantung Saffa memang tidak pernah berdegup dengan normal,
"Se-serius, kak?" tanya Saffa terbata-bata yang membuat Adrian terkekeh lalu mengangguk.
"Kalo kakak gak suka kamu, dari tadi udah kakak usir dari sini, hahaha.."
Ada rasa sakit yang menelusup kedalam hati kecil Saffa, namun ia meyakinkan pada dirinya sendiri, bahwa ini adalah salah satu peluang untuknya karena Adrian tidak merasa terganggu atas keberadaan dirinya disekitar cowok berkulit putih itu.
Sudut bibir Saffa tertarik, lalu menatap Adrian lekat-lekat. "Makasih kak.."
Adrian menghentikkan kegiatan makannya lalu melihat Saffa yang sedang tertunduk sambil mengaduk-aduk somaynya malas, sebelah alis cowok itu terangkat naik. "Makasih buat?"
"Buat apa, ya? Au ah. Aku lagi aneh, hehe. Lanjut makan aja, kak." Saffa menyuapkan sesendok somay kedalam mulutnya,
"Aneh kamu.." Adrian tertawa diikuti Saffa, keduanya pun menikmati makan siang berdua sambil sesekali mengobrol karena ocehan Saffa, tak ada kecanggungan diantara mereka. Walaupun yang mencari topik selalu Saffa, tapi itu sudah sangat membahagiakan untuk gadis berambut ikal itu.
Mengobrol bersama Saffa tidak akan merasa bosan, cewek satu ini selalu mendapat topik yang menarik untuk dibicarakan, siapapun juga pasti akan betah berlama-lama berbincang padanya. Walau kadang suka ngeselin, Saffa tetaplah moodboster bagi siapa saja.
***