Happy reading!
Bel pulang sekolah berbunyi, seluruh siswa SMA Cakra Bangsa berhamburan keluar dari kelasnya. Cuaca sore ini cerah, tapi tidak dengan suasana hatinya Saffa. Saat ini cewek itu sedang menyembunyikan wajahnya diatas meja diantara kedua tangannya.
Saffa masih teringat kejadian tadi di toilet, dia malu, sangat malu. Kenapa dia begitu ceroboh sampai-sampai keceplosan bilang kalo ia sedang memperhatikan Adrian.
"Ayo Saff, pulangg.. Bu Sri udah keluar dari tadi, tuh." ujar Natali geram
"Gak mau! Gue mau pulang kalo sekolah udah sepi." Saffa belum mengubah posisinya. Ia malu sampai rasanya enggan menunjukan wajahnya.
Natali berdecak lalu menepuk bahu Saffa pelan, "Lo kalo mau balik pas sekolah sepi nanti tuh jam delapan malem! Udah ayo, ah." Natali menarik Saffa, cewek itu mengalah dan akhirnya mengikuti langkah temannya itu.
Kalo mengingat kejadian tadi, rasanya Saffa ingin pulang ke rumah dan menaruh wajahnya di bawah bantal.
Flashback On
Saat masih di depan toilet
"Eh?!"
Saffa refleks menutup mulutnya. Kalimat yang ada dipikirannya meluncur mulus begitu saja saat Adrian masih ada di depannya.
Aslan yang melihat kecerobohan Saffa tertawa terbahak yang membuat Saffa menunduk malu, "Hahaha, polos banget jadi cewek. Yan, gimana tuh?"
Cowok yang sedang memasukan tangannya kedalam saku itu hanya tersenyum simpul, lalu melangkah pergi meninggalkan Aslan yang masih terbahak dan Saffa yang tertunduk malu.
Begitu Adrian sudah menghilang Saffa langsung menyemprot Aslan tanpa ampun, "ISH! LO SIH, KAK?! JADI KECEPLOSAN KAN GUE. LO TAU GAK SIH KAK RASANYA?! MALU."
Aslan malah terkekeh lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Lagian lo lucu. Bisa-bisanya keceplosan gitu. Kan gue jadinya ngakak."
Saffa menatap Aslan tajam yang membuat cowok itu langsung menghentikan tawanya,
"Lo jahat." ujarnya, lalu cewek itu pergi melewati Aslan begitu saja.
"Saffa! Woi! Saff," panggil Aslan namun Saffa sama sekali tidak mendengarnya, rasa bersalah melanda Aslan saat melihat mata Saffa memerah, apakah cewek itu menangis karenanya? Itu tidak boleh. Aslan harus tanggung jawab.
Natali keluar dari toilet perempuan saat mendengar teriakan Aslan, Cewek berambut lurus itu menghampiri Aslan yang masih terdiam di posisinya.
"Kak? Ada apa? Saffa kenapa?!"
Aslan hanya mengangkat bahunya lalu pergi, meninggalkan Natali yang kebingungan sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.
Flashback Off
Mengingat kejadian tadi membuat kepala Saffa menjadi pusing, ingin rasanya cepat-cepat sampai rumah dan merebahkan tubuhnya di atas kasur biru miliknya yang empuk.
"Saff gue duluan ya, udah di jemput Rahman." Suara Natali membuyarkan lamunannya, Saffa hanya mengangguk sebagai respon.
"Jangan dipikirin. Nanti juga bakal berlalu, kok. Sekarang lo pulang, trus langsung istirahat. Gak usah mikir yang enggak-enggak! Oke?" Natali tersenyum lalu mengusap puncak kepala Saffa.
"Iya, thanks, Tal." Saffa tersenyum lalu mengangguk. Natali membalas senyuman Saffa lalu berlalu menyusul pacarnya yang menunggu di depan ruang osis.
Saffa melangkahkan kakinya menuju parkiran, sekolah sudah mulai sepi, hanya tinggal beberapa anak eskul band yang lalu lalang membawa peralatan musik.
"Saffa.."
Saffa menoleh saat seseorang memanggilnya, ternyata ia Aslan yang tengah berdiri di belakangnya. Saffa berdecak lalu melanjutkan langkahnya. Ia masih kesal terhadap cowok yang dikiranya pendiam ini.
"Saff, tunggu dulu." Aslan berhasil menahan lengan Saffa, yang pada akhirnya cewek itu berhenti melangkah.
Aslan melepas lengan Saffa saat cewek itu melirik tangannya yang di tahan Aslan.
"Gue minta maaf, Saff.." ujar Aslan pelan, melihat tidak ada perubahan di wajah Saffa cowok itu menghembuskan nafas gusar, biar bagaimana pun juga itu adalah salahnya yang membuat Saffa menjadi badmood seperti ini.
"Gue tau lo malu, Saff. Tadi niat gue cuma bercanda, tapi mungkin nyakitin hati lo, ya? Hehe," Aslan menggaruk tengkuknya, "jadi.. Gue minta maaf banget ya, Saff.."
Saffa memutar bola matanya jengah, dia sangat malas menanggapi cowok didepannya ini.
"Saff, Jawab dong."
Aslan mulai sebal pada Saffa yang sedari tadi hanya membisu di tempatnya,
"Gue janji bakal ngelakuin apapun. Asal, lo mau maafin gue." ujar Aslan lembut, tidak ada cara lain pikir Aslan.
Saffa yang mendengar hal itu, menatap Aslan datar lalu tersenyum miring, "Apapun?" tanyanya.
"Apapun." balas Aslan mantap.
"Bantu gue deket sama kak Adrian."
Dahi Aslan terlipat, apa dia tidak salah dengar? Padahal barusan cewek ini kesal karena malu pada Adrian. Tapi kenapa sekarang malah minta didekati?
"Hah? Gimana?" Aslan mengangkat sebelah alisnya,
"Gue tau gue aneh, padahal kita baru kenal udah ada masalah aja, dan gue minta hal yang enggak-enggak ke lo, kak. Tapi, menurut gue.. Kak Adrian udah terlanjur tau gue suka sama dia, ya.. Mungkin, sih. Tapi mungkin dengan hal itu, gue bisa lebih deket sama dia."
Aslan seketika melongo dengan perkataan cewek ini, sungguh aneh. Dan dia tidak mengerti. "Maksud lo apa sih, Saff? Gue gak ngerti."
Saffa berdecak sebal, "Ya intinya lo bantu gue deketin kak Adrian."
"Lo nggak malu?"
"Enggak."
Biasanya cewek jika gebetannya tahu kalau kita menyukainya akan malu, tapi tidak untuk Saffa. Gadis itu malah memanfaatkan kesempatan itu untuk lebih dekat dengan gebetannya, Adrian.
"Jadi, lo gak mau nolongin, kak?" tanya Saffa saat Aslan terdiam,
"Asal ada satu syarat."
"Lah kok lo yang ngelunjak dah?" tanya Saffa jengkel.
"Syaratnya, setiap gue kasih tau tentang Adrian, lo harus traktir gue. Apapun itu, gue terima."
Saffa menghembuskan nafas pelan namun sedetik kemudian mengangguk. "Oke."
"Deal?" Aslan menyodorkan tangannya, tanda memberi salam, Saffa pun menyambuya dan tersenyum manis.
"Deal!"
***
Segelas cappuccino dan jus Mangga menemani kedua cowok yang sedang duduk di salah satu kafe sambil menikmati indahnya senja hari ini.
Adrian sedang men-design banner di laptonya. Sementara Aslan yang tengah membaca salah satu novel karya penulis terkenal, Tere liye.
"Kira-kira warna apa ya, Lan, buat dasarnya?" tanya Adrian pada Aslan yang masih serius pada bukunya,
"Lan? Lo baca buku atau bengong, sih?"
Aslan mengalihkan pandangannya dari novel itu lalu berdeham, "Apa? Sorry tadi lagi fokus."
Adrian menghembuskan nafas gusar, "Kira-kira warna dasar buat banner apa?"
"Putih."
"Oke."
Keduanya pun kembali sibuk pada kegiatannya masing-masing, sampai saat design banner yang dibuat Adrian selesai. Cowok itu menghembuskan nafas lega lalu membenarkan jambulnya yang sedikit berantakan.
Sementara Aslan masih fokus pada novel yang dipegangnya itu, merasa jengkel ada kecanggungan diantara mereka Adrian mencolek tangan Aslan. Cowok itu menyadari dan hanya melirik Adrian sebagai respon.
"Lo gak pegel apa baca buku terus?"
"Nggak."
Adrian berdecak, lalu meminum jus mangganya yang tinggal setengah. "Lan, kopi lo udah dingin tuh."
Aslan melirik kopinya sesaat lalu kembali membaca bukunya, "Biarin aja." matanya masih setia menatap buku tebal itu.
"Lan, tadi lucu, ya?"
"Yang mana?"
"Si Saffa, bisa-bisanya tuh anak bilang jujur kalo lagi ngeliatin gue." Adrian terkekeh sendiri.
Kali ini Aslan telah mengalihkan pandangannya dari buku berjudul Hujan itu, setelah mendengar nama cewek yang baru tadi membuat kesepakatan dengannya. "Emang Saffa kaya gitu kali. Orang nya blak-blakan."
"Kayaknya gue tertarik sama dia, menurut lo gimana?" Adrian menaikkan sebelah alisnya tanda bertanya.
Aslan menaikkan kedua bahunya lalu kembali membaca buku yang masih ada di genggamannya. "Terserah,"
Cowok berjaket hitam itu hanya terkekeh menanggapi sahabatnya itu. Aslan dan Adrian memang sudah berteman saat mereka masih duduk di bangku SMP. Saat itu mereka juga masuk dalam eskul yang sama, PMR juga.
"Tapi, Yan..."
"Kenapa?" tanyanya sambil mengunyah kentang goreng pesanan mereka.
"Lo jangan mainin dia." ujar Aslan serius, matanya menatap tajam temannya yang satu ini.
"Maksud lo?" dahi Adrian mengernyit, heran. Pada ucapan Aslan yang sedikit menyinggungnya.
Aslan tersenyum miring, "Lo pikir gue kenal lo baru kemarin? Untuk yang satu ini, gue mohon, lo jangan mainin Saffa."
"Wah, wah.. Ada sesuatu yang gue gak tau, nih?" Adrian tertawa, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Bukan gitu. Nanti juga lo tahu sendiri."
"Oke."
"Jangan sakitin dia, Yan. Gue mohon." ujar Aslan dalam hatinya, ingin rasanya ia mengucapkan kalimat itu, namun ia tidak sanggup. Cowok itu sudah merasakan hatinya sakit dua kali pada hari ini.
Kini dia hanya bisa melakukan hal yang terbaik untuk sahabatnya, dan orang yang sangat dia sayangi merasa bahagia.